Judul : Tintin dan Alpha Art
Penulis : Herge
Penerjemah : Anastasia W. Mustika & Donna Widjajanto
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Februari 2009
Tebal : 64 hlm ; 22 cm
Tintin
dan Alpha Art (Tintin et l'alph-art) adalah buku terakhir dari seri
Petualangan Tintin. Sayangnya kisah ini tak tuntas diselesaikan oleh Herge. Ketika komik ini masih dalam bentuk sketsa dan
narasinya sendiri masih belum selesai, Herge keburu meninggal dunia di tahun
1983 akibat penyakit yang dideritanya.
Pada tahun 1986 atas
permintaan para penggemarnya, Fanny Remi (istri Hergé) bersama
penerbit Casterman dan La Fondation Herge akhirnya menerbitkan Tintin et
l'alph-art dalam bentuk apa adanya berupa sketsa dan narasi ala
kadarnya. Persis sebagaimana yang Herge tinggalkan sebelum wafat. Hal
ini sesuai dengan amanat Herge bahwa Tintin tak boleh diselesaikan
tanpa dirinya. Kemudian dalam rangka memperingati ulang tahun ke-75
Tintin pada tahun 2004, menerbitkan ulang Tintin et l'alph-artdengan
menambahkan beberapa material tambahan yang baru ditemukan di
tahun-tahun belakangan.
Di Indonesia sendiri, baru kali ini
Tintin dan Alpha Art diterjemahkan. Langkah Gramedia selaku pemegang hak
cipta Tintin untuk menerbitkan ulang seluruh kisah petualangan Tintin
termasuk cepat. Belum genap setahun sejak diterbitkannya Tintin di
Soviet pada April 2004, Gramedia kini telah menuntaskan kerjanya dengan
menerbitkan judul ke 24, Tintin dan Alpha Art. Dengan demikian lebih
dari 20 tahun semenjak Tintin hadir di Indonesia baru kali inilah
seluruh kisah petualangan Tintin dapat dinikmati secara lengkap.
Dalam
kisah terakhirnya ini Tintin terlibat dalam petualangan yang
melibatkan seni. Alpha Art sendiri adalah gerakan kreasi seni yang
berdasarkan huruf-huruf alphabet. Dikisahkan karya-karya seniman Alpha
Art, Ramosh Nash saat itu sedang dipamerkan di sebuah Galeri milik
Henri Fourcart. Melalui telepon Tintin secara langsung diundang oleh
Foucart untuk menemuinya di galerinya. Namun pertemuan itu tak pernah
terjadi karena Foucart tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.
Naluri
Tintin mengatakan bahwa ada yang tidak wajar dalam kematian Foucart.
Ketika meninjau lokasi kejadian kecelakaan, tiba-tiba Tintin diserang
oleh beberapa penjahat. Kejadian ini membuat Tintin semakin curiga dan
memutuskan untuk mengungkap ada apa dibalik tewasnya Fourcart. Kelak
akan terungkap bahwa pembunuhan ini terkait juga dengan pemalsuan
karya-karya seni.
Seperti
yang diungkap di paragraf awal tulisan ini, kisah Tintin ini memang tak
tuntas dan masih berupa sketsa kasar. Demikian juga dengan edisi
terjemahannya yang tampaknya dibuat berdasarkan edisi Casterman
terbitan tahun 2004. Selain soal ukuran yang lebih kecil dibanding
edisi aslinya, semua lay out dalam versi Gramedia ini sama persis dengan
edisi Casterman 2004 dimana di satu sisi menampilkan script dialog dan
narasi yang tersaji seperti pada naskah drama, sementara di sisi yang
lain ditampilkan goresan asli dari halaman-halaman sketsa yang dibuat
oleh Herge.
Kadang halaman sktesa asli itu tersaji dalam ukuran
kecil yang ditempatkan secara dinamis, namun ada juga beberapa sketsa
yang tampil satu halaman penuh. Beberapa sketsa yg ingin ditonjolkan
tampak diperbesar dan disajikan secara artistik sehingga pembaca bisa
melihat dengan jelas coretan-coretan Herge yang mungkin tak terlihat
secara jelas di bagian halaman sketsa yang kecil.
Herge sendiri
hanya sempat membuat 42 halaman sktesa yang telah memiliki alur cerita,
dari ke 42 halaman sketsa itu hanya tiga halaman pertama saja yang
telah agak halus dan mungkin sudah 90% selesai. Sisanya masih berupa
sketsa kasar seperti yang terdapat di cover komik ini dimana Tintin
hanya digambarkan bermuka bulat, hidung pentul dan jambul, atau Kapten
Haddock yang digambarkan bermuka bulat, hidung besar, jenggot dan rambut
yang kasar.
Sketsa terakhir Herge (Tintin & Alpha Art)
Namun
selain ke 42 halaman sktesa inti, ada pula 9 halaman tambahan yang tak
kalah menariknya karena setidaknya dapat memberikan gambaran cerita
akhir dari komik ini. Di halaman tambahan ini akan diperoleh informasi
antara lain Kapten Haddock yang tampak berubah karena bergaul dengan
para seniman, menyukai benda-benda seni, dan mengubah penampilannya
layaknya seorang seniman., menyanyi, bermain gitar, dan merubah
kediamannya menjadi seperti galeri seni.
Lalu
muncul pula musuh bebuyutan Tintin, Rastapopoulus yang berniat menyiram
Tintin dengan cairan polyester agar menjadi sebuah karya seni. Yang
tak kalah menariknya adalah munculnya kata Sondonesia dibawah sketsa
bangunan berundak yang menyerupai candi bodobudur. Mungkinkah yang
dimaksud adalah Indonesia ?
Kesemua sketsa pada halaman tambahan
tersebut memang tampak tak terususun secara teratur dan membingungkan,
jadi pembaca hanya bisa menduga-duga atau berimajinasi sendiri
kira-kira seperti apa kelanjutan dan akhir dari petualangan Tintin ini,
namun disinilah letak kenikmatan membaca komik ini. Melalui karya
terakhir Herge yang masih berupa sketsa ini kita dapat mengetahui
bagaimana sang maestro Herge mencoretkan garis-garis awal dari sebuah
komik yang indah. Selain itu buku ini juga menawarkan sebuah pengalaman
baru dalam membaca dan menginterpretasi sebuah komik yang masih
berbentuk sketsa kasar dan belum selesai.
Bagi penggemar Tintin tentunya akan dibuat penasaran kira-kira seperti apa komik ini jika komik ini selesai dituntaskan. Walau tak pernah mendapat restu dari ahli waris Herge untuk melanjutkan komik ini beberapa penulis mencoba untuk menuntaskannya dengan gaya yang serupa dengan Herge. Hingga kini sudah ada 3 versi Tintin dan alpha Art yaitu Yves Rodier's version, 1995 Régric's version, 1996. Éditions Ramo Nash's version, 198??
Berikut adalah Tintin et L'Alph Art versi Yves Roider's
@htanzil
*) Posting ini merupakan re-posting dari postingan saya tahun 2009 yang lalu dengan sedikit tambahan dalam rangka event posting bareng Tintin yang diadakan oleh BBI (Blogger Buku Indonesia)
ahhh di deket tulisan sondonesia ada kata "bali" juga ya =) btw tadi baca review dion yang penerbangan 714 ke sydney, indonesia juga disebut sondonesia lho. lucu juga ya =)
ReplyDeleteAhh aku sedih kalo baca tintin yang ini :'(
ReplyDeleteSondonesia itu Indonesia, kan? kok? :))
ReplyDelete