Judul : Insulinde Park
Penulis : Sudarsono Katam
Penerbit : Kiblat Buku Utama
Cetakan : I, Mei 2014
Tebal : 94 hlm
ISBN : 978-979-8003-41-7
Tahukan Anda bahwa di masa lampau selain dikenal sebagai Parijs van Java, kota Bandung juga dikenal sebagai kota taman?. Hal itu karena ada banyak taman-taman besar dan lahan hijau yang terkenal di Bandung tempo doeloe antara lain Jubileum Park (1923) Izyerman Park (1919), Molluken Park (1919), Piter Sitjhoff Park (1885), Insulinde Park (1922), dll.
Diantara taman-taman yang ada ternyata di tahun 1920-an Bandung pernah memiliki sebuah taman yang unik yaitu taman tropis yang bernama Insulinde Park. Sebuah taman yang indah, asri, dan unik dimana di dalamnya ditanami aneka pohon-pohon yang tumbuh di wilayah tropis termasuk pohon-pohon yang kini tergolong langka. Taman itu sendiri hingga kini masih ada, namun sayangnya sudah beralih fungsi, bukan lagi sebagai taman tropis melainkan sudah menjadi taman rekreasi yang bernama taman Ade Irma Nasution atau lebih dikenal dengan nama Taman Lalu Lintas.
Pada tahun 1898 lahan yang merupakan cikal bakal Insulinde Park ini masih berupa lahan kosong berbentuk rawa yang di beberapa bagiannya ditumbuhi rumpun-rumpun bambu yang kelak oleh masyarakat dijadikan sawah. Setelah dikeringkan dan tidak boleh digunakan sebagai sawah, pada 1915 lahan tersebut digunakan sebagai lapangan militer sejalan dengan pembangunan dua buah gedung instansi militer Belanda di sekitarnya. Pada tahun 1920 Lapangan Militer mulai berubah fungsinya menjadi sebuah taman kota yang diharapkan menjadi penyejuk udara di kawasan sekitarnya. Baru pada tahun 1925, Gementee Bandung memberi nama taman kota ini dengan nama Insulinde Park (Taman Insulinde) karena merupakan bagian dari dan terletak di kawasan kota yang memiliki identitas jalan dengan nama pulau-pulau di Insulinde (Nusantara) antara lain jalan Sumaterastaat, Borneostaat, Atjehstaat, Djawastaat dll. Menjelang akhir tahun 1920-an Bandung Voorvuit, sebuah perkumpulan yang peduli dalam dalam menata dan mempercantik kota Bandung mulai menata taman ini sebagai taman tropis. Pada 1935, di Insulinde Park telah ditanam 96 jenis tanaman keras dan bunga.
(Insulinde Park thn 20-an)
Di masa pendudukan Jepang (1942-1945) taman ini menjadi tidak terawat. Situasi genting dalam mempertahankan kemerdekaan (1946-1949) menyebabkan taman ini terbengkalai dan berubah menjadi hutan belukar. Barulah pada tahun 1950 taman ini mulai ditata kembali sehingga menjadi taman tropis yang bersih dan indah. Di tahun itu juga taman ini diganti namanya menjadi Taman Nusantara hingga akhirnya pada tahun 1958 taman Nusantara berubah namanya menjadi Taman Lalu Lintas. Dengan demikian fungsi taman ini ikut berubah, dari taman tropis menjadi taman edukasi lalu lintas bagi anak-anak dan wahana pembinaan bagi geng remaja hingga akhirnya kini hanya menjadi sekedar tempat rekreasi
Buku Insulinde Park karya Sudarsono Katam, penulis buku-buku tentang Bandung tempo doeloe mencoba menengok sejarah Insulinde Park dari masa ke masa secara singkat namun padat dan infomatif. Untuk itu penulis membagi bukunya ini kedalam Buku tiga bagian besar yaitu Insulinde Park yang mengetahahkan sejarah taman dari berupa lahan kosong berawa, lapangan militer, hingga menjadi taman tropis yang bernama Insulinde Park. Selain sejarah taman, bagian ini juga membahas mengenai jaringan sistem pengairan di taman sejak berdirinya hingga kini.
Di bagian kedua, buku ini membahas tentang taman tropis yang telah berganti fungsi dan nama menjadi Taman Lalu Lintas. Di bagian ini kita akan melihat salah satu alasan perubahan fungsi taman di tahun 1950-an adalah untuk meredam kenakalan remaja di kota Bandung yang pada saat itu terdapat banyak geng remaja berandalan yang cukup meresahkan warga Bandung. Keberadaan geng dan kenakalan remaja Bandung di masa itu terekam dengan baik di bagian ini. Karena alasan itulah maka taman tropis berganti fungsi menjadi taman edukasi bagi anak-anak dan remaja khususnya dalam hal berlalu lintas.
(Insulinde Park kini yang telah berubah menjadi Taman Lalu Lintas)
Setelah membahas mengenai Taman Lalu Lintas, buku ini juga menyertakan bab khusus tentang bangunan-bangunan tempo doeloe yang berada di sekitar Taman Lalu Lintas baik yang masih ada hingga kini maupun yang telah dibongkar dan menjadi bangunan baru.
Bagian Penutup buku ini tidak kalah menarik dan penting. Di bagian ini penulis mencoba memberi kritikan dan masukan mengenai keberadaan Taman Lalu Lintas saat ini. Kekhawatran kuncen Bandung, Haryoto Kunto yang tertuang dalam buku "Semerbak bunga di Bandung Raya" (1986) akan taman Lalu Lintas yang berkembang menjadi sekedar pusat rekreasi menurut penulis telah menjadi kenyataan.
"Setelah dua dasawarsa berlalu, kehawatiran sang Kuncen Bandung menjadi kenyataan Taman Lalu Lintas sekarang lebih mirip tempat rekreasi anak-anak yang teduh daripada sebuah taman tropis, ....
Terlalu banyak lahan taman yang dijadikan arena permainan anak-anak dengan ukuran cukup besar. Cukup banyak lahan yang digunakan sebagai tempat pendirian patung-patung binatang penghias tanaman. Cukup banyak bangunan baru yang didirikan dan menyita lahan tanaman. Cukup banyak lahan yang dibiarkan kosong tanpa perawatan yang sebebanrnya lahan tersebut dapat ditanami kembali dengan pepohonan besar dan tanaman hias. Melihat kondisi tersebut, tidak tertutup kemungkinan bahwa selama ini telah terjadi penebangan pepohonan di kompleks Taman Lalu Lintas." (hlm 73)
Selain hal di atas masih ada beberapa fakta-fakta yang dikemukakan dalam buku ini yang menjadi keprihatinan penulis dan kita semua mengenai Taman Lalu Lintas. Tidak hanya itu, penulis juga di akhir buku ini memberikan masukan pada pengelola atau siapa saja yang peduli akan keberandaan taman ini agar taman ini dikembalikan fungsinya sebagai sebuah taman tropis. Keberadaan arena bermain tidak perlu dihilangkan namun jadikan arena bermain anak sebagai pelengkap Taman Tropis bukan seperti yang terjadi sekarang dimana kerebadaan taman hanyalah sebagai pelengkap arena bermain anak.
Yang menjadi kekurangan pada buku ini adalah adanya kesenjangan waktu antara rampugnya buku dan terbitnya buku ini. Walau buku ini baru saja terbit (Juni 2014) namun update data dan foto-foto dalam buku ini hanya sampai tahun 2008. Hal ini terjadi karena buku ini selesai ditulis pada tahun 2008 (tanggal pada kata pengantar) namun baru kali ini dicetak dan diterbitkan. Alangkah baiknya sebelum diterbitkan penulis diberi kesempatan untuk memuktahirkan data dan foto-fotonya sehingga perkembangan taman ini berdasarkan hal yang paling baru. Selang waktu 6 tahun sejak buku ini ditulis hingga diterbitkan merupakan waktu yang cukup lama dan tentunya ada beberapa perubahan pada kondisi taman yang menjadi objek utama penulisan buku ini.
Terlepas dari hal di atas kehadiran buku ini patut kita apresiasi dengan baik, sebagai sebuah buku yang merekam jejak sebuah taman di kota Bandung dan bangunan-bangunan di sekitarnya buku ini layak dikoleksi. Tidak sekedar hanya untuk mengenang masa lalu namun buku ini juga dapat melengkapi khazanah buku-buku tentang Bandung dan terlebih dari itu semoga buku ini juga dapat menjadi sebuah pemicu, penggugah, atau apapun yang akan menggerakkan kita semua akan perlunya kita memiliki dan merawat taman-taman kota . Dan juga seperti yang diharapkan penulisnya semoga kelak kota Bandung bisa kembali memiliki Taman Tropis yang dapat dibanggakan.
@htanzil
No comments:
Post a Comment