Thursday, March 17, 2016

Tewasnya Gagak Hitam

[No.362]
Judul : Tewasnya Gagak Hitam
Penulis : Sidik Nugroho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, Jan 2016
Tebal : 248 hlm ; 18 cm
ISBN : 978-602-03-2429-6

Novel misteri yang rencananya akan dibuat berseri ini mengisahkan bagaimana seorang pelukis bernama Elang Bayu Angkasa bersama aparat kepolisian mencoba memecahkan misteri tewasnya seorang pengarang yang memiliki nama pena Gagak Hitam. Kisahnya berawal saat Elang membaca sebuah berita di harian lokal tentang seorang pengarang yang tewas gantung diri di sebuah kamar kos di Singkawang, Kalimantan Barat tanpa meninggalkan petunjuk apapun. Merasa tertarik dengan kasus tersebut  Elang pun langsung mengontak Effendy, teman Facebooknya yang juga seroang polisi yang tertarik untuk mengungkap misteri tewasnya sang pengarang.

Ketertarikan Elang untuk membantu kepolisian untuk mengungkap kasus ini ditanggapi dengan positif oleh Effendy  sehingga mereka bekerjasama untuk memecahkan apa penyebab kematian Gagak Hitam. Ketika mereka menemukan petunjuk awal berupa sebuah buku TTS (Teka Teki Silang) milik korban dan nota pengiriman surat atas nama Nina Sekarwati, seorang dokter di sebuah rumah sakit di Jakarta  tiba-tiba tersiar kabar bahwa dr.Nina Sekarwati  ditemukan tewas dalam keadaan hamil. Diduga kuat karena meminum racun. Mayatnya tergantung di kamarnya dengan meninggalkan sebuah pesan  "Merpati putih menyusulmu" yang ditulis pada tembok kamarnya dengan menggunakan lipstik merah. 

Untuk penyelidikan lebih lanjut Elang dan teman-temannya  berangkat ke Jakarta untuk mengungkap misteri dan  memecahkan teka-teki apakah dua kematian di dua kota yang terpisahkan jarak hampiir seribu kilometer tersebut memiliki kaitan atau tidak.

Dari segi alur kisah dan bagaimana lika-liku Elang dan kawan-kawannya memecahkan misteri kematian sang pengarang dan dokter ini, novel ini bisa dikatakan cukup menarik layaknya sebuah novel misteri dimana pembaca dibuat penasaran dan ikut berputar otak untuk memecahkan teka-teki yang muncul disepanjang kisahnya. Sayangnya ada beberapa ganjalan yang membuat novel misteri ini menjadi kurang sempurna.

Yang pertama dan yang paling mengganggu adalah bagaimana Elang, seorang pelukis yang hanya bermodalkan pertemanan dengan seorang anggota kepolisian di media sosial begitu mudahnya bergabung dengan satuan kepolisian guna memecahkan kasus ini. Penulis sendiri mengungkapkan bahwa Elang dan Effendy walau telah berteman di Facebook selama setahun lebih tapi masing-masing belum pernah bertemu dan jarang nengirim apapun di kronologi Facebook mereka. Bagaimana mungkin seorang polisi langsung mempercayai Elang untuk ikut membantu memecahkan kasus kematian Gagak Hitam hanya berdasarkan pertemanan ala kadarnya di Facebook?

Memang bukan hal yang mustahil dimana aparat kepolisian bekerja sama dengan masyarakat awam untuk memecahkan sebuah kasus, namun tentu saja yang dipilih adalah orang-orang yang telah mereka kenal baik dan terpercaya. Sedangkan di novel ini pemilihan Elang untuk membantu aparat kepolisian terkesan begitu ceroboh. Hanya berdasarkan pertemanan di Facebook semata. 

Kabarnya novel ini merupakan novel pertama seri petualangan Elang Bayu Angkasa. Sebagai sebuah novel pembuka dari seri-seri selanjutnya alangkah  baiknya penulis sedikit bersabar untuk tidak langsung melibatkan sang tokoh dalam petualangan memecahkan misteri, melainkan memberikan latar dan dasar kisah yang kuat bagaimana Elang bisa begitu dipercaya oleh aparat kepolisian untuk terlibat atau membantu kepolisian dalam memecahkan sebuah kasus.

Selain Elang, nanti di tengah-tengah perburuan dan penyergapan polisi juga melibatkan orang awam lainnya sebagai mata-mata padahal orang tersebut  baru saja dikenal oleh Elang selama beberapa hari di Jakarta. Sungguh suatu perbuatan yang ceroboh lbagi aparat kepolisian jika sampai melibatkan orang awam yang tidak diketahui latar belakangnya untuk terlibat dalam sebuah operasi penyerbuan.

Yang kedua, soal bukti petunjuk berupa buku TTS milik Gagak Hitam. Bukti petunjuk yang harusnya tersimpan di kantor kepolisian ternyata  begitu mudahnya dapat dipinjam dan dibawa oleh Elang ke kamar hotelnya dan Elang membolak balik buku tersebut hanya dengan menggunakan tisu hingga ketiduran.

Ketiga, adalah bagaimana dengan mudahnya pegawai toko buku dibohongi oleh Elang untuk mencari buku TTS serupa guna mencari petunjuk dari halaman yang hilang di buku TTS milik Gagak Hitam. Elang mengatakan bahwa siapa yang bisa mengisi seluruh TTS dalam buku tersebut maka hadiahnya adalah tamasya ke Jepang tiga hari tiga malam ditemani wanita berpenamilan sexy yang dijadikan cover buku TTS tersebut. Bualan tersebut rasanya terlalu berlebihan dan rasanya sulit bagi seseorang sekalipun dia hanya seorang pegawai toko biasa untuk mempercayainya.

Terakhir, novel ini terkesan terlalu menonjolkan ke play boy-an Elang. Bagaimana tidak, setiap wanita yang ditemui Elang dengan mudah jatuh ke pelukannya. Tidak hanya dipacari melainkan sampai bersedia diajak ke tempat tidur. sebagai bumbu penyedap dan mengurangi tensi ketegangan sebuah novel misteri hal ini bisa dimaklumi, namun penulis tampaknya harus berhati-hati dalam mengumbar ke playboy-an Elang karena bukan tidak mungkin penulis dianggap terlalu melecehkan wanita oleh pembacanya karena dalam semua tokoh wanita yang muncul di novel ini hampir semuanya begitu mudah diajak bercinta oleh tokoh utamanya.

Terlepas dari beberapa ganjalan di atas, usaha penulis untuk melahirkan novel berseri dalam genre misteri patut dihargai. Sebelum novel ini, penulis juga telah membuat sebuah novel misteri berjudul Melati dalam Kegelapan, Gramedia 2014. Jika penulis tetap konsisten di genre ini dan terus mengasah kemampuan menulisnya bukan mustahil ia akan jadi penulis terdepan di genre kisah misteri yang belum banyak digarap oleh penulis-penulis Indonesia. 

@htanzil

1 comment: