Friday, November 11, 2005

Siddharta



Judul : Siddharta
Penulis : Herman Hesse
Penerjemah : Sovia V.P.
Penyunting : Rh. Widada
Penerbit : Bentang Pustaka
Edisi : Cet II, Juli 2004
Format : 13 cm x 19 cm
Tebal : x + 226 hal

Siddharta adalah novel sastra yang telah menjadi klasik karya Herman Hesse peraih Nobel Sastra pada tahun 1946. Herman Hesse lahir di Cawl, Jerman, tahun 1887. Dia adalah anak dan cucu seorang misionris Protestan. Di usia 18 tahun ia pindah ke Basel, Swiss dan bekerja sebagai penjual buku dan menghabiskan sebagian hidupnya di Swiss. Hesse menikah memiliki tiga orang anak laki-laki. Ketika Perang Dunia I berkecamuk Hesse bekerja membantu tahanan perang Jerman dengan memberikan materi bacaan. Saat inilah dalam diri Hesse tumbuh kecintaannya pada perdamainan.

Dalam hidupnya Hesse banyak mengalami depresi, perjuangannya melawan depresi menuntunnya mempelajari Freud dan Jung yang sedikit banyak berpengaruh pada novel-novelnya. Karya pertamanya yang sukses adalah novel Demian (1919). Kehidupan pernikahan Hesse tidaklah mulus, ketika pernikahan pertamanya berakhir, dia pindah ke Montagnola, Swiss dan menciptakan karya terbaiknya Siddharta (1922), Steppenwolf(1927), Narcissus and Goldmund (1930), Journey to the east (1932), dan The glass bead Game (1943). Puncak perghargaan Sastra yang diterimanya adalah Nobel Sastra yang diterimanya pada tahun 1943.
Hesse meninggal tahun 1962 saat ia berusia delapan puluh lima tahun

Novel pendek terkenal ini bukanlah kisah kehidupan Siddharta Gautama Sang Buddha namun novel ini menceritakan seorang seorang pemuda yang kebetulan bernama sama dengan Sang Buddha – Siddharta yang memang dikisahkan hidup sejaman dengan Sang Buddha.
Novel ini ditulis oleh Herman Hesse di sekitar tahun 1920-an dimana saat itu hampir seluruh Eropa tengah dilanda kehausan religius, sebuah pencarian spiritual yang merindukan datangnya agama baru. Tak dapat dipuingkiri novel ini memang lahir pada waktu yang tepat dan memang akhirnya menjadi salah satu novel terkenal Hesse selain Demian (1919), Steppenwolf (1927), dll.
Novel ini dibagi menjadi dua bagian besar, pada bagian pertama novel ini berkisar mengenai awal mula Siddharta seorang putra Brahmana yang bersahabat dengan Govinda yang juga putra seorang Brahmana. Siddharta digambarkan sebagai sosok pemuda yang tampan dan cerdas dan memiliki pendirian yang kokoh dan banyak disukai oleh para putri kaum Brahmana Ia dibesarkan dalam suasana keluarga yang religius dan taat dalam menjalankan ritual agama. Siddharta tumbuh besar bersama sahabatnya Govinda yang mengasihinya, tidak hanya Govinda yang mengasihi Siddharta melainkan ia juga membangkitkan kebahagiaan di hati setiap orang, dia sumber kebahagiaan bagi setiap orang (hal 6). Ironisnya Siddharta tidak emrasakan kebahagiaan dalam dirinya, ia mulai merasakan keresahan dalam dirinya. Dia mulai merasakan kalau cinta ayah dan ibunya serta Govinda sahabatnya tidak akan membawanya menuju kebahagiaan abadi.

Di tengah keresahanannya suatu hari Siddharta bertemu dengan beberapa shramana, para petapa yang sedang melakukan pengembaraan. Hatinya tergerak untuk mencari kebahagiaan makna hidup melalui jalan para sharamana. Setelah mengutarakan maksudnya pada Govinda ia menemui ayahnya untuk mengutarakan maksudnya. Mulanya ayahnya tak mengizinkannya tapi berkat keteguhan hati Sidhahrta akhirnya ayahnyapun mengijzinkannya " Kamu akan pergi ke hutan ," ucapnya "dan menjadi seorang shramana. Jika kamu menemukan kebahagiaan di hutan, kembalilah dan ajarkan padaku tentang kebahagiaan itu. Jika hal itu mengecewakanmu, kembalilah…" (hal 17).

Ternyata keberangkatan Siddharta diikuti oleh Govinda sahabat setianya dan mulailah Siddharta berguru pada para shramana di hutan.
Ketika Siddharta dan Govinda hidup dan berlatih bersama para shramana di hutan terdengar berita tentang mucnulnya seorang manusia bernama Gotama – Sang Agung, seorang Buddha yang telah mengatasi penderitaan dunia dengan kekuatannya sendiri dan menghentikan perputaran reinkarnasi. Mendengar hal ini akhirnya Siddharta dan sahabatnya Govinda memutuskan untuk meninggalkan para srhamana dan pergi mencari Gautama. Akhirnya di kota Shravati Siddharta berhasil menemui Gautama- Sang Buddha. Namun rupanya ajaran Sang Buddha tidaklah memuaskan hati Siddharta, ketika Govinda memutuskan untuk menjadi pengikut Buddha Siddharta malah memutuskan untuk melanjutkan pencarian spritualnya, percakapannya secara langsung dengan sang Budha tidaklah menggoyahkan niatnya untuk terus melakukan pencarian spiritualnya sendiri.

Disinilah berakhir bagian pertama dari novel ini. Di bagian kedua dikisahkan dalam pencariannya Siddharta bertemu dengan Kamala seorang wanita penghibur, ia meminta Kamala menjadi teman dan gurunya. Akhirnya Siddharta meninggalkan jubah shramana-nya dan menggantinya dengan pakaian duniawi dan tinggal serumah dengan Kamala. Untuk menopang hidupnya Siddharta bekerja pada Kamaswami seorang pedagang dan Siddhartapun memulai kehidupannya sebagai seorang pedagang. Setelah sekian lama hidup secara duniawi, belajar bedagang pada Kamaswami dan belajar seni bercinta pada Kamala sampailah pada suatu titik dimana ia merasakan ada sesuatu yang telah mati pada dirinya. Suatu hari ia duduk di bawah sebuah pohon berpikir tentang ayahnya, tentang Govinda, tentang Gautama. Apakah ada manfaat baginya meneinggalkan mereka dan menjadi seorang yang hidup dalam keduniawian. Setelah perenungan yang dalam akhirnya Siddharta diam-diam meninggalkan kota dimana ia tinggal selama ini dan kembali pergi ke hutan untuk melanjutkan pencariannya. Meniggalkan Kamaswami dan meniggalkan Kamala yang tanpa ia sadari telah mengandung anaknya.

Dalam pencariannya kali ini Siddharta bertemu dengan seorang juru sampan dan akhirnya tinggal dan akhirnya menjadi seorang juru sampan yang pekerjaannya menyebberangkan orang-orang ke seberang sungai. Siddhartapun kembali belajar dari kehidupannya sebagai juru sampan hingga ia kembali bertemu Kamala beserta anaknya. Ketika Kamala meninggal akrena tergigit ular Siddhartalah yang membesarkan anak kandungnya itu namun hubungan antara ayah dan anak itu tidak membuahkan kasih sayang. Keduanya merasa saling asing hingga akhirnya anaknya meninggalkan Siddharta

Novel ini diakhiri dengan pertemuan Siddharta dengan Govinda sahabatnya, kedua sahabat ini berdialog penuh filsafat hingga akhirnya Govinda menyadari bahwa Siddharta telah menemukan apa yang dicarinya.

Novel ini memang pada intinya sarat dengan berbagai makna filosofi kehidupan. Ditulis dengan bahasa yang puitis, mengalir bening, dan sarat dengan makna yang dalam. Walau isinya banyak menyajikan dialog-dialog spritual orientalis namun semuanya tak sukar untuk dipahami dan sarat dengan makna kehidupan yang universal Namun, lebih dari sekedar hanya sebagai bacaan spritual novel ini adalah karya sastra yang telah menjadi klasik dan berhasil.

h_tanzil
Eksponen TEXTOUR Rumah Buku Bandung

Resensi ini dimuat di Majalah AKSARA no.4/2005

2 comments:

Anonymous said...

Very cool design! Useful information. Go on! restrictions on refinancing your home Acne fighting product Washington maternity apparel wholesale http://www.plastic-surgeons-2.info/Four-card-keno-20.html latina artist taceda 1985 pontiac grand prix Teeth teeth whitening Tapin that ass

shinmen takezo said...

blog yang menarik pak . terima kasih atas jawaban email bapak , dan kesediaan untuk berbagi informasi untuk saya sadur dalam blog saya ...

Karya Hesse - Siddhartha itu memukau dengan jalinan kalimat yang indah. Seraya menampar para pencari pencerahan , dan karakter Siddhartha itu sendiri yang perjalanan hidupnya begitu tragis sekaligus lucu, baik saat bertemu Gautama , Kamala . Hesse kalau ternyata seorang tukang perahu pun sanggup mencapainya. Tukang perahu , bukan tokoh besar , bukan tokoh terkenal , bukan pemuka agama.

Seperti seorang filsuf Yunani kuno pernah berkata , satu sungai airnya tidak pernah sama. Menggambarkan dinamika sifat air , dan jalan yang di lalui tidak pernah sama , di pertemukan dalam sungai .