Wednesday, November 30, 2005

Batavia Awal abad 20 : Gedenkschriften van een oud-koloniaal

Batavia Awal abad 20 : Gedenkschriften van een oud-koloniaal
H.C.C. Clockener Brousson, Komunitas Bambu Jakarta 2004

Seperti apa kira-kira Jakarta atau Batavia di awal abad 20 ? Bagi kita mungkin sulit untuk membayangkan bagaimana Jakarta yang padat ini ternyata di awal abad 20 merupakan tempat yang indah dan eksotis. Hal ini telihat pada pernyataan seorang seorang serdadu Hindia Belanda dalam buku ini ketika ia untuk pertama kalinya mengunjungi Batavia "Saya sekarang berada di negeri dongeng, di negeri yang berwarna-warni dan penuh fantasi. (hal 23). "O teman. Alangkah senangnya hidup di sini. Alangkah indahnya dunia!" (hal 32).

Buku ini adalah karya seorang pionir Jurnalistik di Hindia Belanda H.C.C. Clocker Brousson mengenai catatan perjalanan seorang serdadu bayaran Belanda yang berinisial XYZ yang mengirimkan catatan perjalannya ke meja Brousson agar bisa diterbitkan dan dibaca khalayak ramai. Catatan perjalanan ini akhirnya memang dimuat secara berkala di harian Bendera Wolanda yang memiliki sirkulasi yang cukup luas (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Semenanjung Malaya).

Buku catatan perjalanan ini diawali dengan pengalaman seorang serdadu muda tersebut ketika pertama kalinya mendapat tugas sebagai seorang serdadu untuk ditempatkan di Hindia Belanda, kemudian menyusul ketika ia menginjakkan kakinya di Tanjung Priok dan pengalaman-pengalaman mengesankan yang dirasakannya ketika ia bertugas maupun pada saat ia belibur dengan mengelilingi Batavia. Kisah-kisah yang ditulisnya membuat pembaca bisa berimajinasi mengenai kehidupan di tangsi militer hingga beragam kisah keunikan seputar Batavia seperti keindahan Welevreden, Kali Ciliwung sebagai tempat mandi, Glodok dengan pecinannya, beragam plesiran khas Hindia dan kondisi masyarakat Batavia di masa lalu.

Sesekali sang serdadu juga memberikan kritiknya terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Buku ini dibagi kedalam 10 bab yang menyoroti berbagai tempat dan aspek kehidupan masyarakat Batavia awal abad 20. Terdapatnya indeks di buku ini (hal 146-150) memungkinkan pembaca dapat memilih sendiri obyek yang diminatinya. Yang mungkin agak disayangkan adalah tidak terdapatnya catatan kaki dari penerbit yang menjelaskan nama-nama tempat atau bangunan yang hingga kini masih berdiri sehingga memudahkan pembaca mengenal tempat-tempat yang ada di buku ini pada saat ini.

Karena Buku ini ditulis oleh seorang serdadu berkebangsaan Belanda dan diolah kembali oleh seorang jurnalis Hindia Belanda tentu saja isi buku ini tidak terlepas dari unsur-unsur kepentingan pemerintah kolonial pada saat itu. Namun walaupun demikian dalam konteks budaya buku ini penuh dengan nilai-nilai humanisme yang dapat kita ambil dan tentunya sangat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui situasi Batavia awal abad 20.

@h_tanzil

Tuesday, November 15, 2005

Da Vinci Code


Da Vinci Code
Dan Brown, Serambi, Cet 1 : Juli 2004

Sebuah novel yang mengandung isu agama selalu mengundang kontorversi dan meledak di pasaran. Begitu pula dengan Da Vinci Code. Semenjak diterbitkan novel kontroversial ini menjadi novel terlaris di tahun 2003 dengan angka penjualan mencapai 5,7 juta ekslempar!

Novel ini menceritakan terbunuhnya Jacques Sauniere seorang Kurator seni terkenal di museum Louvre, Paris. Sebelum menghembuskan nafasnya Sauniere meninggalkan beberapa kode rahasia yang secara langsung akan menyeret pakar Simbologi Harvard, Robert Langdon dan seorang kryptolog (pemecah kode) Sophie Neveu untuk memecahkannya. Langdon dan Sophie mencoba memecahkan kode-kode rahasia yang ditinggalkan Sauniere, mereka terpana ketika menyadari ternyata kode tersebut terkait dengan misteri yang tersembunyi di balik karya-karya terkenal Leonardo Da Vinci. Kode-kode rahasia itu juga akhirnya menguak konspirasi terbesar tentang sejarah agama Kristen dan perkumpulan rahasia yang menyangkut nama-nama besar seperti Leonardo Da Vinci, Isaac Newton dan Victor Hugo mengenai sebuah kebenaran kuno yang disembunyikan selama berabad-abad karena diyakini dapat mengguncangkan dunia

@h_tanzil

Menjelajahi Negeri Karl May



Menjelajahi Negeri Karl May
Pandu Ganesha, Pustaka Primata 2004

Setelah lama tenggelam dan menghilang di khazanah bacaan fiksi tanah air. Nama Karl May akhir-akhir ini kembali terdengar meramaikan pasar buku-buku fiksi .
Karl May dihidupkan kembali oleh Paguyuban Karl May Indonesia (PKMI) sebuah komunitas pembaca karya-karya Karl May yang dikomandoi oleh Pandu Ganesha yang menerbitkan ulang karya-karya Karl May dengan menerjemahkan langsung dari bahasa aslinya (Jerman).

Buku ini berisi prosa, puisi, biografi, humor dan dilengkapi dengan 50 buah foto, dan yang juga penting isi buku ini menyangkut perjalanan 100 tahun Karl May di Indonesia sejak buku Karl May dalam bahasa Belanda masuk ke Hindia Belanda hingga perannya dalam mempromosikan perdamaian dunia pada abad ke-XXI. Buku ini menjadi menarik karena ditulis berdasarkan riset yang baik dari seorang penggemar fanatik Karl May.

Buku ini layak untuk dijadikan buku pegangan bagi para penggemar karya-karya Karl May dan juga bisa dijadikan sebuah buku pengantar bagi mereka yang bermaksud memasuki dunia Karl May.

Monday, November 14, 2005

Sejarah Kecil “Petit Histoire” Indonesia


Sejarah Kecil "Petit Histoire" Indonesia
Rosihan Anwar, Kompas, Juni 2004

Membaca dan mengetahui sejarah tidaklah harus selalu melalui buku-buku teks sejarah resmi yang tebal dan membuat kening berkerut. Sejarah juga dapat dibaca melalui sumber-sumber sekunder dan melalui kisah-kisah kecil yang pernah terjadi dimasa lalu di berbagai tempat.

Buku ini ditulis oleh wartawan senior Rosihan Anwar, wartawan kawakan yang sejak masa mudanya hingga kini banyak bersinggungan dengan peristiwa-peristiwa sejarah penting di negara ini. Ia menulis beragam kisah sejarah kecil baik berdasarkan pengalaman pribadinya maupun berdasarkan sumber-sumber sekunder yang dia peroleh mengenai masa lampau Indonesia. Dalam buku ini Rosihan Anwar mengajak kita untuk melihat ‘sejarah kecil’ Indonesia seperti Kayu Cendana di . P. Timor, kudeta Nazi Jerman di P. Nias, lahirnya TNI, sahabat-sahabat Prof Snouck Hungronje, dan lain-lain.

Ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti, padat, ringkas, lugas, menarik dan bersifat human interest membuat buku ini menjadi menarik dan dapat dibaca oleh segala lapisan masyarakat, kendati isinya mungkin didinilai oleh sejahrawan akademisi hanya berbobot ringan.

Friday, November 11, 2005

Siddharta



Judul : Siddharta
Penulis : Herman Hesse
Penerjemah : Sovia V.P.
Penyunting : Rh. Widada
Penerbit : Bentang Pustaka
Edisi : Cet II, Juli 2004
Format : 13 cm x 19 cm
Tebal : x + 226 hal

Siddharta adalah novel sastra yang telah menjadi klasik karya Herman Hesse peraih Nobel Sastra pada tahun 1946. Herman Hesse lahir di Cawl, Jerman, tahun 1887. Dia adalah anak dan cucu seorang misionris Protestan. Di usia 18 tahun ia pindah ke Basel, Swiss dan bekerja sebagai penjual buku dan menghabiskan sebagian hidupnya di Swiss. Hesse menikah memiliki tiga orang anak laki-laki. Ketika Perang Dunia I berkecamuk Hesse bekerja membantu tahanan perang Jerman dengan memberikan materi bacaan. Saat inilah dalam diri Hesse tumbuh kecintaannya pada perdamainan.

Dalam hidupnya Hesse banyak mengalami depresi, perjuangannya melawan depresi menuntunnya mempelajari Freud dan Jung yang sedikit banyak berpengaruh pada novel-novelnya. Karya pertamanya yang sukses adalah novel Demian (1919). Kehidupan pernikahan Hesse tidaklah mulus, ketika pernikahan pertamanya berakhir, dia pindah ke Montagnola, Swiss dan menciptakan karya terbaiknya Siddharta (1922), Steppenwolf(1927), Narcissus and Goldmund (1930), Journey to the east (1932), dan The glass bead Game (1943). Puncak perghargaan Sastra yang diterimanya adalah Nobel Sastra yang diterimanya pada tahun 1943.
Hesse meninggal tahun 1962 saat ia berusia delapan puluh lima tahun

Novel pendek terkenal ini bukanlah kisah kehidupan Siddharta Gautama Sang Buddha namun novel ini menceritakan seorang seorang pemuda yang kebetulan bernama sama dengan Sang Buddha – Siddharta yang memang dikisahkan hidup sejaman dengan Sang Buddha.
Novel ini ditulis oleh Herman Hesse di sekitar tahun 1920-an dimana saat itu hampir seluruh Eropa tengah dilanda kehausan religius, sebuah pencarian spiritual yang merindukan datangnya agama baru. Tak dapat dipuingkiri novel ini memang lahir pada waktu yang tepat dan memang akhirnya menjadi salah satu novel terkenal Hesse selain Demian (1919), Steppenwolf (1927), dll.
Novel ini dibagi menjadi dua bagian besar, pada bagian pertama novel ini berkisar mengenai awal mula Siddharta seorang putra Brahmana yang bersahabat dengan Govinda yang juga putra seorang Brahmana. Siddharta digambarkan sebagai sosok pemuda yang tampan dan cerdas dan memiliki pendirian yang kokoh dan banyak disukai oleh para putri kaum Brahmana Ia dibesarkan dalam suasana keluarga yang religius dan taat dalam menjalankan ritual agama. Siddharta tumbuh besar bersama sahabatnya Govinda yang mengasihinya, tidak hanya Govinda yang mengasihi Siddharta melainkan ia juga membangkitkan kebahagiaan di hati setiap orang, dia sumber kebahagiaan bagi setiap orang (hal 6). Ironisnya Siddharta tidak emrasakan kebahagiaan dalam dirinya, ia mulai merasakan keresahan dalam dirinya. Dia mulai merasakan kalau cinta ayah dan ibunya serta Govinda sahabatnya tidak akan membawanya menuju kebahagiaan abadi.

Di tengah keresahanannya suatu hari Siddharta bertemu dengan beberapa shramana, para petapa yang sedang melakukan pengembaraan. Hatinya tergerak untuk mencari kebahagiaan makna hidup melalui jalan para sharamana. Setelah mengutarakan maksudnya pada Govinda ia menemui ayahnya untuk mengutarakan maksudnya. Mulanya ayahnya tak mengizinkannya tapi berkat keteguhan hati Sidhahrta akhirnya ayahnyapun mengijzinkannya " Kamu akan pergi ke hutan ," ucapnya "dan menjadi seorang shramana. Jika kamu menemukan kebahagiaan di hutan, kembalilah dan ajarkan padaku tentang kebahagiaan itu. Jika hal itu mengecewakanmu, kembalilah…" (hal 17).

Ternyata keberangkatan Siddharta diikuti oleh Govinda sahabat setianya dan mulailah Siddharta berguru pada para shramana di hutan.
Ketika Siddharta dan Govinda hidup dan berlatih bersama para shramana di hutan terdengar berita tentang mucnulnya seorang manusia bernama Gotama – Sang Agung, seorang Buddha yang telah mengatasi penderitaan dunia dengan kekuatannya sendiri dan menghentikan perputaran reinkarnasi. Mendengar hal ini akhirnya Siddharta dan sahabatnya Govinda memutuskan untuk meninggalkan para srhamana dan pergi mencari Gautama. Akhirnya di kota Shravati Siddharta berhasil menemui Gautama- Sang Buddha. Namun rupanya ajaran Sang Buddha tidaklah memuaskan hati Siddharta, ketika Govinda memutuskan untuk menjadi pengikut Buddha Siddharta malah memutuskan untuk melanjutkan pencarian spritualnya, percakapannya secara langsung dengan sang Budha tidaklah menggoyahkan niatnya untuk terus melakukan pencarian spiritualnya sendiri.

Disinilah berakhir bagian pertama dari novel ini. Di bagian kedua dikisahkan dalam pencariannya Siddharta bertemu dengan Kamala seorang wanita penghibur, ia meminta Kamala menjadi teman dan gurunya. Akhirnya Siddharta meninggalkan jubah shramana-nya dan menggantinya dengan pakaian duniawi dan tinggal serumah dengan Kamala. Untuk menopang hidupnya Siddharta bekerja pada Kamaswami seorang pedagang dan Siddhartapun memulai kehidupannya sebagai seorang pedagang. Setelah sekian lama hidup secara duniawi, belajar bedagang pada Kamaswami dan belajar seni bercinta pada Kamala sampailah pada suatu titik dimana ia merasakan ada sesuatu yang telah mati pada dirinya. Suatu hari ia duduk di bawah sebuah pohon berpikir tentang ayahnya, tentang Govinda, tentang Gautama. Apakah ada manfaat baginya meneinggalkan mereka dan menjadi seorang yang hidup dalam keduniawian. Setelah perenungan yang dalam akhirnya Siddharta diam-diam meninggalkan kota dimana ia tinggal selama ini dan kembali pergi ke hutan untuk melanjutkan pencariannya. Meniggalkan Kamaswami dan meniggalkan Kamala yang tanpa ia sadari telah mengandung anaknya.

Dalam pencariannya kali ini Siddharta bertemu dengan seorang juru sampan dan akhirnya tinggal dan akhirnya menjadi seorang juru sampan yang pekerjaannya menyebberangkan orang-orang ke seberang sungai. Siddhartapun kembali belajar dari kehidupannya sebagai juru sampan hingga ia kembali bertemu Kamala beserta anaknya. Ketika Kamala meninggal akrena tergigit ular Siddhartalah yang membesarkan anak kandungnya itu namun hubungan antara ayah dan anak itu tidak membuahkan kasih sayang. Keduanya merasa saling asing hingga akhirnya anaknya meninggalkan Siddharta

Novel ini diakhiri dengan pertemuan Siddharta dengan Govinda sahabatnya, kedua sahabat ini berdialog penuh filsafat hingga akhirnya Govinda menyadari bahwa Siddharta telah menemukan apa yang dicarinya.

Novel ini memang pada intinya sarat dengan berbagai makna filosofi kehidupan. Ditulis dengan bahasa yang puitis, mengalir bening, dan sarat dengan makna yang dalam. Walau isinya banyak menyajikan dialog-dialog spritual orientalis namun semuanya tak sukar untuk dipahami dan sarat dengan makna kehidupan yang universal Namun, lebih dari sekedar hanya sebagai bacaan spritual novel ini adalah karya sastra yang telah menjadi klasik dan berhasil.

h_tanzil
Eksponen TEXTOUR Rumah Buku Bandung

Resensi ini dimuat di Majalah AKSARA no.4/2005

Lelaki Harimau

Lelaki Harimau
Eka Kurniawan, Gramedia Pustaka Utama, Mei 2004

Eka Kurniawan adalah penulis muda berbakat dimana novel pertamanya "Cantik Itu Luka (2002)" banyak mendapat sambutan positif dari para pengamat sastra Indonesia. Seolah ingin mengokohkan dirinya sebagai novelis, kali ini Eka Kurniawan melahirkan novel terbarunya yang berjudul "Lelaki Harimau". Berbeda dengan Cantik Itu Luka yang mengusung gaya realisme magis, novel Lelaki Harimau ini ditulis dengan gaya realisme. Katrin Bandel seorang pengamat Sastra Indonesia dari Universitas Hamburg dalam salah satu ulasannya mengatakan "mungkin novel ini dapat dikatakan sebgai novel psikologis karena kekuatan novel ini terletak pada kekayaan dan ketepatan deskripsi pengalaman, pikiran, dan perasaan para tokoh utamanya yang membuat tingkah laku mereka menjadi meyakinkan secara psikologis."

Novel ini dibuat dengan alur cerita secara flash back, dimulai dari terdengarnya berita matinya Anwar Sadat di tangan Margio secara keji yaitu dengan mengigit leher Anwar Sadat hingga nyaris putus seperti harimau membunuh mangsanya. Ketika Margio ditangkap karena perbuatannya itu ia mengelak bahwa bukan dirinya yang membunuh melainkan harimau yang ada di dalam tubuhnyalah yang melakukan perbuatan keji tersebut. Margio merasa dirinya dikuasai oleh harimau jadi-jadian yang merupakan warisan dari kakeknya.

Perlahan-lahan motif pembunuhan ini akan terkuak dan baru benar-benar jelas terbuka pada kalimat akhir novel ini. Dalam novel ini pembaca juga diajak mengenal latar belakang keluarga Margio jauh sebelum Margio dilahirkan. Margio dilahirkan dari sebuah keluarga yang tidak bahagia, ayahnya (Komar) senantiasa bertindak kasar terhadap ibunya (Nuraeni) bahkan anak-anaknyapun tidak luput dari perlakuan kasarnya. Lambat laun Margio membenci ayahnya dan diam-diam berniat untuk membunuhnya, namun hal ini urung dilakukan karena Komar terburu mati dalam tidurnya karena sakit. Sebelum Komar mati, tidak tahan dengan perlakuan kasar suaminya, Nuraeni berselingkuh dengan Anwar Sadat majikannya hingga akhirnya Nuraeni hamil dan melahirkan seorang anak yang akhirnya meninggal sebelum sempat diberi nama. Tahu ibunya mencintai Anwar Sadat dan hanya memperoleh kebahagian darinya, Margio pergi menemui Anwar Sadat dan menyatakan bahwa ibunya sangat mencintainya. Namun tanpa diduga jawaban dari Anwar Sadat sangat menyakitkan Margio sehingga membuat dirinya terpukul hingga akhirnya ia membunuh Anwar Sadat.

Walau novel ini tidak setebal dan sekompleks novel pertamanya, semua tokoh dalam cerita tragis ini diungkapkan oleh Eka Kurniawan dengan menarik dan penuh simpati , pembaca diajak untuk menyelami dan mengamati perasaan, pikiran dan perkembangan psikologis para tokoh-tokohnya sehingga novel ini menjadi menarik untuk dibaca. Tidak berlebihan jika Katrin Bandel menyebutnya sebagai novel psikologis.

@h_tanzil