Wednesday, January 11, 2006

Dari Penjaja Tekstil Sampai Superwoman


Judul : Dari Penjaja Tekstil Sampai Superwoman - Biografi Delapan Penulis Peranakan
Penulis : Myra Sidharta
Penerbit : KPG, Jakarta 2004
Tebal : xvii + 162 halaman
Harga : Rp. 27.500,-

"Buku ini tidak dapat ditulis seandainya tak ada hari ulangtahun yang tidak dirayakan. Maksud saya, selama lebih daripada duapuluh tahun terakhir ini saya 'menghilang' pada setiap hari ulang tahun saya. [.] Saya pergi ke tempat-tempat dimana saya dapat menelusuri para pengarang kesastraan Melayu Tionghoa"

Begitulah yang dikatakan Myra Sidharta dalam kata pengantar dibuku karyanya yang berjudul "Dari Penjaja tekstil sampai Superwoman". Walau selama duapuluhtahun tak pernah merayakan ulangtahun karena selalu berkelana mencari jejak-jejak keturunan para pengarang Kesastraan Melayu Tionghoa, hal ini tidaklah sia-sia karena membuat Myra memperoleh banyak sumber mengenai apa yang selama ini ia tekuni selama berpuluh-puluh tahun lamanya.

Pencarian Myra tidaklah sia-sia, banyak sudah karya-karya tulis yang telah dihasilkannya baik berupa makalah maupun buku-buku yang menyangkut Kesastraan Melayu Tionghoa. Buku ini adalah salah satu karya terbarunya yang diterbitkan oleh KPG yang memang terlihat sangat concern dalam mempopulerkan kembali karya-karya Kesastraan Melayu Tionghoa yang sempat 'dibuang' dan terlupakan dari sejarah kesastraan Indonesia

Buku ini menguraikan secara singkat biografidelapan penulis peranakan yang produktif yang disusun berdasarkan tahun kelahiran mereka mulai dari Kwee Tek Hoay (1885-1951) hingga Asmaraman S Kho Ping Ho (1926-1994), diantaranya adalah Nyoo Cheong Seng, Nio Joe Lan, Tan Hong Boen, Ang Bin Tjiong, Hoo Eng Djie, Ong Pik Hwa.

Buku ini dimulai dengan essai tentang Kwee Tek Hoay (KTH), penulis peranakan yang namanya cukup dikenal dalam sejarah Kesastraan Melayu Tionghoa. Mulanya ia adalah seorang pejaja tekstil yang kemudian dikenal sebagai penulis novel dan drama, salah satunya yaitu novel Bunga Roos dari Cikembang yang kemudian disadur menajadi drama bahkan sempat dijadikan film. Selain sebagai penulis KTH juga banyak terlibat aktif dalam dunia pendidikan dan kegiatan-kegiatan sosial

Dalam buku ini terdapat juga penulis peranakan yang banyak menghasilkan tulisan-tulisan mengenai kebudayaan Tionghoa, yaitu Nio Joe Lan (NJL), ia adalah orang yang pertama kali menulis tentang kesastraan Melayu Tionghoa. Dialah peletak batu pertama mengenai kesastraan ini. Selain itu seperti diungkap dalam buku ini NJL juga menulis tentang pengalamannya sebagai tawanan Jepang. Tidak banyak tulisan mengenai zaman Jepang oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia, khususnya mengenai tawanan dalam penjara dan kamp. Tulisan NJL tentang pengalamannya sebagai tawanan Jepang disajikan oleh Myra dalam buku ini , NJL dengan gayanya yang khas penuh detail dan sangat seksama membuat pembaca buku ini dapat mengetahui dengan detail keadaan kamp-kamp tawanan khusus orang-orang Tionghoa di jaman Jepang.

Walau hampir sebagian besar adalah penulis novel atau cerpen namun dalam buku ini ada juga yang berprofesi sebagai pebisnis ulung sekaligus penerbit majalah Fu Len dan satu-satunya punulis wanita yang terdapat dalam buku ini, yaitu Ong Pik Hwa, Fu Len adalah sebuah majalah berbahasa Belanda yang banyak memuat tulisan-tulisan karyanya (Ong Pik Hwa) yang feminist dan bertujuan untuk memajukan masyarakat Tionghoa pada masanya. Kehidupannya yang mandiri dan pandangan-pandangan hidupnya yang luas dan modern inilah yang membuat Myra menjulukinya sebagai Superwoman.

Buku ini ditutup oleh sepak terjang Kho Ping Ho, penulis cerita silat yang namanya masih dikenal oleh masyarakat kita kini. Buku-bukunya dibaca oleh berbagai kalangan, mulai dari tukang becak hingga pejabat tinggi. Selain menulis cerita silat dengan latar belakang negeri China, ternyata Kho Ping Ho juga menulis cerita silat dengan latar belakang indonesia baik berupa cerita misteri dan detektif serta novel berbahasa Indonesia maupun Jawa, namun banyak orang beranggapan kalau cerita-cerita berlatar belakang Cina jauh lebih 'hidup' dan penuh 'aksi' dibanding cerita mengenai Indonesia.

Membaca biografi singkat kedelapan penulis peranakan Tionghoa dalam buku ini sangatlah menarik, selain mengetahui sepak terjang kedelapan penulis peranakan, kemahiran Myra Siddharta dalam mengurainya secara hidup dan enak dibaca membuat pembaca dapat mengetahui bagaimana gaya hidup masyarakat Tionghoa dan perubahannya dari masa ke masa dimana kedelapan penulis ini masih hidup dan berkarya. Bagi pemerhati masalah etnis Tionghoa setidaknya buku ini bisa melengkapi buku-buku sejenis yang kini mulai banyak diterbitkan kembali dalam khazanah pustaka tanah air.

@h_tanzil