Monday, July 17, 2006

Selasar Kenangan


Judul : Selasar Kenangan
(Kumpulan cerpen)
Editor : Eko Sugiarto
Penyelia : Akmal Nasery Basral
Penerbit : AKOER & Apresiasi-Sastra
Cetakan : I, Juni 2006
Tebal : xx + 94 hlm
Harga : Rp. 24.500,-


Masa kecil adalah salah satu rentang waktu dalam kehidupan seseorang yang penuh dengan kenangan. Ada yang manis ada pula yang pahit. Beberapa peristiwa yang terjadi di masa kecil terkadang begitu membekas terpatri dalam hati dan tak bosan-bosannya untuk dikenang dan diceritakan. Bukan sekedar mengenang romantisme masa kanak-kanak, tak jarang peristiwa di masa kecil dijadikan pegangan dan bekal kehidupan dalam menjalani kehidupan di masa kini.

Dalam buku kumpulan cerpen Selasar Kenangan, sembilan penulis wanita dari berbagai profesi mulai dari penulis novel, wartawan, hingga buruh migran yang tergabung dalam milis Apresiasi-Sastra mencoba menorehkan masa kecil mereka kedalam cerpen yang menarik untuk disimak. Apa yang selama ini menjadi kenangan pribadi dan disimpan dalam masing-masing benak penulisnya kini diceritakan untuk dibaca oleh siapa saja. Ada kenangan yang pahit, lucu, menyentuh, semua terangkum dalam sembilan cerita yang berbeda dan dengan gaya bertutur yang berbeda.

Torehan kenangan dari sembilan penulis wanita dalam buku ini diawali dengan cerpen karya Anjar, novelis produktif yang telah menerbitkan 3 bh novel (Beraja, Kidung, dan Tiga). Sama seperti novel-novelnya yang selalu memasukkan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang jarang digunakan oleh penulis lainnya, begitupun dalam cerpennya “Putaran Batu”. Dalam cerpen ini akan ditemui kata-kata seperti ngelangut (rindu), berselirat (ruwet), sapandurat (tiba-tiba, sekejap mata), dll. Cerpen ini mengisahkan ketika tokoh “Aku” sedang mengalami masalah dalam pekerjaannya. Dalam keadaan gundah ia diminta oleh kakaknya untuk mengasuh keponakannya yang masih belajar berjalan. Ternyata apa yang dialami oleh keponakannya sama dengan apa yang dialaminya semasa ia kecil, hal ini membuat alam bawah sadarnya mengantarnya pada sebentuk kenangan masa kecil yang membuat dirinya memiliki alternatif dalam menyelesaikan masalah dalam pekerjaannya.

Pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak yang tak mengenakkan seperti diejek oleh teman-teman sekolah juga terungkap dalam buku ini, dalam cerpen “Jemputan Sepeda Mama” (Anindita) dikisahkan seorang anak SD yang harus menanggung malu diejek oleh teman-temannya karena setiap hari dijemput oleh mamanya dengan mengendarai sepeda. Pada cerpen “Dilarang Membenci Becak” (Lik Kismawati) dikisahkan seorang anak yang lahir dalam sebuah becak harus menganggung malu dengan olok-olokan teman-temannya yang menyebut dirinya sebagai “anake becak”, hal ini membuat dirinya membenci becak, kebenciannya pada becak tak hilang walau ia ditolong kembali oleh sebuah becak ketika ia terjatuh dari sepeda.

Pengalaman pahit dalam menyusuri kenangan masa kecil juga tersaji dalam cerpen “Perempuan dalam Reruntuhan Musim” (Widzar Al-Ghifary), cerpen ini mengisahkan tokoh Wida yang melakukan perjalanan menapak masa lalu ke tempat ia melewati masa kecilnya yang pahit dan memberinya taruma pada kehidupannya kini. Awalnya Wida tak mau jika ada yang mengajaknya kembali ke desa tempat ia dibesarkan, ia memilih pergi ke tempat-tempat lain ketimbang harus menemui masa lalunya yang pedih, hingga akhirnya sebuah surat dari kawan lama almarhum kakeknya membuatnya harus kembali ke desanya.

Selain cerita masa lalu yang kurang menyenangkan buku ini juga menyajikan beberapa pengalaman-pengalaman polos anak-anak yang mengundang senyum pembacanya. Pada cerpen “Sedikit Kenangan Tersisa” (Ita Siregar) diceritakan berbagai pengalaman masa kecil tokohnya seperti ketika ia tercebur dalam tong berisi minyak tanah, kekhawatiran ketika gigi serinya tanggal karena takut tak tumbuh lagi selamanya dll. Pengalaman pertama anak-anak dalam hal-hal baru juga tampak dalam cerpen “Hantu di Kamar Baru” (Rita Achdris) dimana diceritakan pengalaman seorang anak ketika ia harus tidur sendirian untuk pertama kalinya. Dalam cerpen “Papa Menepuk Nyamuk, Sayang” (Feby Indirani) menuturkan pengalaman lucu sang anak ketika terbangun di tengah malam dan melihat kedua orang tuanya sedang ‘bergumul’, esoknya mamanya memberitahu bahwa kejadian semalam adalah “Papa yang sedang menepuk nyamuk di badan mama”.

Kisah yang menyajikan kejutan di akhir cerita muncul di cerpen “Segi Empat bukan Segitiga” (Mindo Hutagaol) dimana tokohnya seorang anak yang memiliki dua orang ibu. Suatu saat kakaknya yang berkerja di Singapura tiba-tiba datang dan berniat membawa si anak untuk ikut dengannya. Maka terjadi tarik menarik antara si kakak dan ayahnya yang tak rela anaknya dibawa pergi, dalam tarik menarik itulah terjadi sesuatu yang mengejutkan yang kan membuka jati diri si kakak. Begitupun dengan cerpen “Sesuatu Bernama Kenangan” (Riris Juliyanti), cerpen yang berlatar tragedi Mei 98 ini menceritakan persahabatan antara seorang keluarga Pribumi dengan keluarga Tionghoa, tetangga depan rumahnya, ketika tragedi Mei terjadi, keluarga Tionghoa ini tak luput dari amukan massa, salah seorang anaknya mengalami perkosaan. Cerpen ini menyajikan ending yang mengejutkan sekaligus menyentuh di akhir ceritanya.

Jika membaca keseluruhan cerpen yang ada dalam buku ini pembaca diajak untuk menyelusuri selasar kenangan masa kecil para tokoh dalam tiap cerpen, ketika membaca buku ini kita seolah didongengi cerita-certia masa kecil penulisnya, secara umum cerita-ceritanya sederhana dan menyajikan kepolosan dunia anak-anak, namun ada juga certia-certia yang kelam dan menyentuh pembacanya (Perempuan dalam Reruntuhan Musim, Sesuatu yang Bernama Kenangan), yang pasti, pembaca yang baik pasti akan mendapatkan nilai-nilai moral dari seluruh kisah yang tesaji dalam buku ini yang tentunya bermanfaat untuk diselami.

Keseluruhan cerpen yang ada dalam buku ini dikumpulkan dari milis Apresiasi-Sastra@yahoogroups.com , sebuah milis sastra yang kerap mengadakan semacam lomba kepenulisan dalam berbagai bentuk (pantun,puisi,prosa,dll). Dalam kata pengantar buku ini yang ditulis oleh Djodi Budi Sambodo selaku pendiri (owner) milis Apresiasi-Sastra, terungkap bahwa milis yang sarat dengan program-program apresiasi ini pernah menggelar sebuah programnya Apresiasi Prosa srikandi (khusus wanita) dengan tema “Masa Kecil”. Program ini diikuti oleh 21 peserta, dari 21 naskah yang masuk, naskah-naskah ini dinilai oleh 13 relawan juri yang semuanya pria. Semua cerpen dinilai dan ditabulasikan hingga menghasilkan 10 cerpen dengan nilai terbaik dan akhirnya dibukukan dalam “Selasar Kenangan”

Selain berisi kumpulan cerpen, buku ini juga menyuguhkan sebuah ensamble puisi / puisi berantai sebanyak 117 baris yang ditulis oleh puluhan anggota milis Apresiasi-Sastra dimana setiap anggota milis boleh mengirimkan sebaris atau lebih puisinya untuk menyambung baris-baris diatasnya. Puisi berantai dengan judul ”Waktu Bukan Milikmu” ini setidaknya merupakan bukti perwujudan semangat kebersamaan dalam bersastra yang tampaknya menonjol dalam milis Apresiasi-Sastra ini.

Yang sangat disayangkan, buku yang dikemas secara menarik ini memiliki kekurangan yang cukup menonjol, dalam kata pengantarnya tertulis bahwa ada 10 cerpen terbaik yang dimuat dalam buku ini, namun dalam kenyataannya hanya ada 9 bh cerpen saja, dimana keberadaan satu cerpen lagi…?, selain itu, buku ini juga tidak memuat biodata penulis, padahal dalam sebuah buku, biodata penulis merupakan salah satu unsur yang sangat penting dan selalu ada guna mengenalkan penulisnya pada pembacanya, apalagi untuk sebuah antologi cerpen yang ditulis oleh berbagai penulis.

Namun dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Buku ini setidaknya turut andil dalam mempopulerkan berbagai karya sastra internet yang semula hanya terbaca di layar komputer oleh para peselancar cyber menjadi sebuah karya sastra yang juga bisa dibaca oleh masyarakat luas dan dapat dibaca kapan saja sambil berselonjor nyaman di sebuah sofa empuk sambil menyusuri Selasar Kenangan dan belajar dari kehidupan masa kecil para tokoh-tokoh dalam cerpen ini.

@h_tanzil

4 comments:

Duma said...

Yang sangat disayangkan, buku yang dikemas secara menarik ini memiliki kekurangan yang cukup menonjol, dalam kata pengantarnya tertulis bahwa ada 10 cerpen terbaik yang dimuat dalam buku ini, namun dalam kenyataannya hanya ada 9 bh cerpen saja, dimana keberadaan satu cerpen lagi…?

Masa sih? hm, hasil pengamatan cermat bang tanzil ini apa sudah pernah ditanya di milis apsas?

Anonymous said...

Sudah bo, rupanya memang tercecer di penerbitnya. Nanti di cetakan ke-2 baru akan dilengkapi plus biografi penulisnya.

Anonymous said...

aku dah baca buku ini.
cukup menarik.
isi cerpennya bagus-bagus.

Anonymous said...

Looking for information and found it at this great site... http://www.dsl-3.info/Online-classes-for-high-school-students.html Barcode scanner market europe and barcode scann teen porn Hairy fat naked women Fairfeild washington d.c. time shares fitness trainer