Monday, September 04, 2006

Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali


Judul : Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali
(Catatan Pribadi Koesalah Seobagyo Toer)
Penulis : Koesalah Soebagyo Toer
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Cetakan : I, Juli 2006
Tebal : xvi + 266 hlm

Pramoedya Ananta Toer, maestro sastra Indonesia telah berpulang di usianya yang ke 81. Sepanjang hidupnya nama dan kiprah-kiprahnya selalu menarik perhatian orang. Namanya semakin berkibar semenjak bebasnya Pram dari pulau Buru, apalagi setelah terbit karya monumentalnya Bumi Manusia (1980). Beberapa saat setelah bukunya beredar pemerintah segera melarang peredarannya. Setiap tulisannya dianggap berbahaya dan karya-karyanya harus dimusnahkan agar tak terbaca oleh siapapun. Namanya dihapus dari sejarah sastra nasional. Lain sikap pemerintah, lain pula sikap pembacanya. Bukunya tetap dibaca secara sembunyi-sembunyi dan menjadi buku yang wajib dibaca oleh para aktivis mahasiswa . Namanya dijadikan ikon perlawanan bagi mereka yang tertindas dan tak puas dengan keadaan negeri ini.

Setelah era reformasi bergulir dan karya-karyanya diterbitkan ulang, nama Pram semakin melambung tinggi. Setiap kiprahnya selalu menarik perhatian orang, belum lagi ditambah dengan sejumlah penghargaan dari luar negeri yang terus menerus mengalir diberikan padanya. Setiap tahun namanya selalu dikait-kaitkan dengan anugerah Nobel Sastra. Berbagai media berlomba menyajikan berita dan wawancara mengenai dirinya. Hampir semua berkisar mengenai karya-karyanya, sikap politiknya, pandangan-pandangannya terhadap kondisi poilitik, sosial, dll.

Berbagai buku tentangnya telah ditulis, namun tak satupun menyentuh kehidupan pribadinya. Kehidupan pribadinya tenggelam dalam kebesaran namanya. Kini beberapa bulan setelah wafatanya, barulah muncul sebuah buku yang mencoba menghadirkan sosok Pram yang apa adanya dari kacamata Koesalah Soebagyo Toer selaku adik kandungnya yang memiliki hubungan yang paling dekat dengannya.
Buku yang ditulis oleh Koesalah ST ini merupakan catatan pribadinya mengenai persinggungannya dengan Pramoedya yang ia tulis dari tahun 1981 hingga 20 April 2006, sepuluh hari sebelum wafatnya Pram. Karena merupakan catatan pribadi, setiap catatannya bersifat personal, ada yang pendek (1/2 halaman) hingga yang panjang (5-6 halaman).

Dalam buku ini Koesalah menyajikan 75 catatan hariannya yang dibagi dalam 3 bagian besar yang dipilah berdasarkan urutan waktu ditulisnya catatan-catatan tersebut. Bagian Pertama (1981-1986), Bagian Kedua (1987-1992), dan bagian Ketiga (1992-2006). Seperti yang menjadi harapan pembacanya, buku ini banyak sekali memuat sisi-sisi menarik dari aktifitas kehidupan Pram sehari-hari baik yang menyangkut perannya sebagai penulis dan dokumentator maupun perannya sebagai kepala rumah tangga yang belum pernah terungkap selama ini.

Dalam hal Pram dan pekerjaannya, misalnya akan terungkap bagaimana gembiranya Pram ketika baru saja memperoleh dokumen yang berisi tulisan Soekarno kepada seorang bernama J.E. Stokvis di tahun 1931. Ternyata dalam dokumen tersebut terdapat pula surat-surat Dr. Tjipto, MH Thamrin yang sangat berharga bagi pengungkapan sejarah Indonesia yang pastinya tidak dipunyai oleh orang Indonesia manapun juga (hal 7). Karena itulah bagi Pram penemuan ini sangat menggembirakan hatinya seperti yang dicatat oleh Koesalah sbb : “Ini betul-betul bonanza! Kalau nanti kuumumkan semua pasti baca!”. “Kalau bukti ini ada, bakal geger semuanya!” (hal 8)

Uniknya catatan harian ini tidak hanya berkisah mengenai keadaan Pram dimasa ketika catatan ini ditulis, melainkan merambah kemasa lalu Pram baik ketika masa kecilnya, masa revolusi kemerdekaan hingga masa-masa ketika Pram dalam tahanan.
Dimasa kecilnya, sebagai anak tertua, ternyata,Pram kerap membacakan dongeng bagi adik-adiknya yang ia dapatkan dari sebuah buku tebal dengan huruf Jawa, antara lain tentang dua ekor nyamuk yang masing-masing bernama Klentreng dan Gothang, lalu ada pula dongeng karyanya tentang kancil blangkonan (hal 128).

Siapa sangka di masa mudanya saat berada dalam penjara Bukitduri, Pram pernah berniat untuk bunuh diri ?. Hal ini terungkap di catatan harian Koesalah yang diberi judul Mas Pram dan Mati (hal 177). Menurut kisahnya yang dituturkan pada Koesalah saat itu Pram yang sedang dalam tahanan Belanda putusasa karena energinya yang begitu besar-membludak- tak tersalurkan karena tidak bisa berbuat apa-apa . Ia berniat melakukan ‘patiraga’ (mematikan raga). Hampir saja nyawanya lenyap. “Dan tiba-tiba kelihatan di mukaku, di atas sana, bangunan gedung Yunani dengan pilar-pilarnya yang besar, dan di atasnya atap segitiga itu. Di atas atap itu bersinar cahaya terang benderang melalap tubuhku…“Tiba-tiba…duarrr! Terdengar ledakan yang keras sekali. Begitu keras! Sampai sekujur tubuhku menggigil. Lalu nyawaku kembali… “(hal 178)

Pengalaman mencoba menghabisi nyawanya itu membuat Pram yakin bahwa jika belum waktunya mati, ia tak akan mati “Kalau mau mati, dari dulu-dulu aku sudah mati,” katanya. “Buatku, mati itu bukan apa-apa. Aku nggak takut mati. Menghadapi pemerintah ini juga aku nggak takut.” (hal 180)

Penglihatan Pram saat akan melakukan patiraga mungkin merupakansalah satu pengalaman adikodrati yang dialaminya, lalu bagaimana dengan kehidupan religiusnya? Hal ini mungkin yang paling jarang terungkap selama ini, dalam catatan hariannya yang berjudul Mas Pram dan Doa (hal 210), Koesalah mencatat bahwa ia pernah melihat Pram sembahyang sewaktu sama-sama ditahan di penjara Salemba ada tahun 1969. Dan ketika ditanya apakah Pram pernah mengaji ? Pram menjawab dengan mantap bahwa waktu kecil ia mengaji walau belum sempat katam.

Salah satu kegemaran Pram selepas dari P. Buru adalah kebiasaannya membakar sampah, Koesalah mencatat bahwa Pram setiap hari membakar sampah. Tepat di rumahnya di Jl. Multikarya – Utan Kayu, ada rumah yang telah ditinggalkan penghuninya hingga rumah tersebut menjadi bobrok. Di situlah surga bagi Mas Pram. Tiap hari ia “bekerja” di tempat sampah…Ia tampak bahagia apabila sampah sudah mengonggok dan api melalapnya. (hal 225).
Selepas membakar sampah Pram tak pulang dengan tangan kosong, terkadang ia membawa pecahan-pecahan keramik, di rumahnya pecahan keramik itu ia “lukis” menjadi mozaik tegel yang menarik dan bercita rasa seni. Tegel-tegel dikerjakannya sendiri dan ketika sudah banyak Pram memasangnya sendiri di sebagian teritis rumahnya (226).

Yang menarik di ‘tempat sampah’ itu Pram juga pernah menemukan buku Peristiwa coup Berdarah P.K.I. September 1948 di Madiun, tulisan Pinardi, terbitan 1967. Tentu saja ini merupakan harta karun bagi Pram selaku penulis dan pendokumenter. Buku yg sudah rusak dan kotor itu ia tata kembali dan diberi sampul baru dan diberikan pada Koesalah. “Ini bahan bagus buat Kronik,” katanya. (hal l226). Buku termuannya itu memang akhirnya menjadi salah satu sumber bagi Koesalah, Pram, dan Ediati Kamil dalam menyusun buku “Kronik Revolusi Indonesia jilid IV yang berisi peristiwa-peristiwa penting di tahun 1948.

Saat-saat terakhir hidup Pram dimana berbagai penyakit mulai menggerogot, dan Pram yang sudah mulai pikun juga terungkap dalam buku ini, beberapa kali pada Koesalah Pram mengeluhkan soal diabetesnya, dadanya yang sakit, otaknya yang tidak mampu lagi bekerja dengan baik, dll. Sayang, buku ini tak memuat catatan mengenai hari-hari terakhir Pram menjelang dirinya menghembuskan nafas terakhirnya. Padahal buku ini diterbitkan satu bulan setelah wafatnya Pram, dan tentunya cukup waktu untuk memberi catatan saat Pram berjuang melawan maut dan bagaimana suasana saat-saat Pram dikebumikan

Selain catatan-catatan yang dibuat secara narasi, buku ini memuat pula sejumlah tulisan berupa wawancara/percakapan antara Koesalah dengan Pram sehingga pembaca seakan membaca tuturan langsung dari Pram mengenai hal-hal yang ditanyakan oleh adiknya.

Masih banyak kisah-kisah menarik mengenai keseharian Pram dicatat dalam buku ini. Ada yang lucu, unik, mengharukan, menjengkelkan dan sebagainya. Semua disampaikan oleh Koesalah secara jujur dan apa adanya. Beberapa catatan membuat kita bangga dengan sikap dan pandangan Pram dalam menanggapi persoalan-persoalan negeri ini, kadang tertawa oleh anekdot-anekdot Pram, namun ketika menjumpai kisahnya yang mengungkap bagaimana keras kepalanya Pram dan sikap cueknya terhadap keluarga besarnya kitapun akan dibuat jengkel dan sebal pada sikapnya. Bisa dikatakan buku ini merupakan buku pertama mengenai Pram yang memuat segala aspek kehidupan Pram, mulai dari masa kecil, dewasa, perkawinannya, pandangan-pandangan hidupnya, masa tuanya, harapan-harapan dan mimpi-mimpinya, dan sebagainya.

Apa alasan Koesalah menyebarluaskan catatan-catatan hariannya yang menyangkut persinggungan dirinya dengan Pram ? Dalam kata pengantarnya Koesalah menulis bahwa hal ini sebagai pernyataan tanggung jawab dirinya terhadap pembaca karya-karya Pram, masyarakat Indonesia dan dunia. Ia mencatat semua ini sebagai kenyataan bahwa disamping semua yang sudah pernah ataupun sedang ditulis tentang Pram, masih ada hal-hal lain yang harus dikemukakannya. Dengan demikian orang dapat memahami Pram sebagai sosok nyata, bukan manusia dalam angan-angan atau lamunan (hal xvi)

Sayang Koesalah tak menjelaskan mengapa ia mulai mencatat di tahun 1981 ? Apakah sebelum tahun itu ia memang tak memiliki catatan tentang kakaknya ? Ataukah di tahun 1981 ia memiliki visi bahwa kelak kakaknya akan menjadi orang terkenal sehingga ia mulai mencatat pengalamannya dengan Pram agar kelak bisa diterbitkan ? Juga tak dijelaskan atas dasar apa dan mengapa buku ini dibagi menurut pembagian waktu seperti yang tercetak di buku ini. Padahal jika saja pembagiannya berdasarkan tema-tema tertentu yang muncul seperti Pram dan Karya-karyanya, Pram dan Keluarga, Pram dan kesehatannya, dll, tentunya ini akan memudahkan pembaca dalam memahami Pram dari sudut pandang tema-tema tersebut.

Secara keseluruhan, bagi pembaca karya-karya Pram buku ini akan sangat menarik karena berhasil mengungkap sisi-sisi kehidupan Pram yang selama ini tersembunyi oleh kebesaran namanya. Selain itu beberapa aspek politis dan historis juga akan kita temui dalam buku ini. Karena keragaman dan kelengkapan tema yang terdapat didalamnya bukan tak mungkin buku ini akan dijadikan pijakan awal atau buku pegangan bagi mereka yang kelak akan menulis biografi Pramoedya secara utuh dan komprehensif. Atau mungkin kelak Koesalah sendiri yang akan menulis Biografi kakaknya secara runut dan mendalam ?

Ya! Sudah saatnya maestro sastra Indonesia Pramoedya Ananta Toer dibuatkan biografinya!

@h_tanzil



Foto ketika kami 'sowan' ke rumah Pak Pram - Mei 2005
(Silahkan tebak yg mana diriku...?)

6 comments:

Duma said...

Top deh... memang bang Tanzil ini benar-benar pengagum eyang PAT sejati.

Cepet banget... ada buku baru aja yang berbau-bau PAT, pasti cepet deh reaksinya :)

Anonymous said...

Pak Tanzil, bagus mana buku ini dengan "Aku Terbakar Amarah Sendirian"? Sepertinya bagus "Aku...." ya ?!

Anonymous said...

Betul Bo, tiap ada buku berbau-bau Pram, pasti aku samber....Tapi yg ini udah agak lama terbitnya koq..

Untuk "Anonymus"...
Dua-duanya bagus koq, cuman kalau yg "Aku.." lebih ke obrolan2 serius, kalau PAT dr dekat sekali banyak mengungkap keseharian Pram yg tak pernah kita dengar.

Duma said...

Eh, ada buku PRAMOEDYA ANANTA TOER & SASTRA REALISME SOSIALIS -
Eka Kurniawan (tadi lihat di milis, diposting mbak Donna, buku baru GPU, biasa deh, hehehehe) apa ini juga bakal masuk daftar belanjaan? ^.^

Untuk tebakan foto :
Yang di sebelah paling kiri PAT, di barisan yang ada kursinya, pakai baju kaos biru tua!

(kalo benar, hadiahnya apa yah?? he he he)

Anonymous said...

Udah punya bo...cuman masih cetakan lama (penerbit Jendela). Tapi pingin jg sih yg cet.baru..he..he..

Tebakanmu betul!
Hadiahnya 'pujian' aja ya..he..he..

Anonymous said...

Ada sesuatu yang berbau Bang Pram?

Beliiii!!!!

Baru2 ini aku menyadari bahwa aku telah jatuh cinta pada tulisan2nya!

Hidup Bang Pram!
Hahaha...