Tuesday, October 19, 2010

Betelguese Incident - Toba Beta


[No. 243]
Judul : Betelguese Incident - Insiden Bait Al-Jauza
Penulis : Toba Beta
Penerbit : PT. Bumi Initama Semesta
Cetakan : I, Juni 2010
Tebal : 492 hlm

Betelgeuse adalah adalah bintang yang terletak 427 tahun cahaya dari Bumi. Bintang ini merupakan bintang paling terang kedua di rasi bintang Orion dan bintang paling terang kesembilan pada langit malam. Nama Betelgeuse berasal dari kata Bait al-Jauzā, berasal daribahasa Arab yang berarti "rumah sang raksasa".

Bintang yang menurut para ahli astronomi sedang mendekati kehancurannya dan dapat membengkak 100 kali lipat sebelum meledak ini oleh Toba Beta dijadikan judul sebuah novel science fiction Sebuah genre yang boleh dibilang masih jarang digarap oleh penulis-penulis lokal. Ini adalah novel pertamanya dan sekaligus merupakan buku pertama dari sebuah seri yang diberinya nama "Novel berseri petualangan jagad raya : Sandi Semesta"

Yang menjadi dasar dari novel berseri ini adalah sebuah rangkaian peristiwa bencana alam sangat dahsyat yang terjadi akibat ledakan kataklismik Gunung Sunda Purba dan Gunung Toba Purba antara 100.000 hingga 50.000 tahun yg lalu. Efek dari Bencana tersebut ternyata memancarkan badai partikel unik. Badai partikel tersebut terus merambat dan melintasi ruang antarbintang dan mengarah ke suatu sector yang berjarak 36.200 tahun cahaya dari pusat galaksi Bimasakti.

Badai partikel itu akhirnya menghantam bintang Sactir yang berada di kawasan Global Cluster NGC-6101. Ada 10 planet yang mengitari bintang Sactir. Planet kedua dan ketiga terpanggang habis. Namun ada satu planet yang tak terkena bencana dimana di atas planet tersebut ada kehidupan dengan 600 juta jiwa dengan teknologi antarbintang yang canggih. Mereka adalah bangsa Sactirion. Mereka mengira bencana ini diakibatkan oleh sebuah peradaban di bumi sehingga mereka menyiapkan armada perang untuk menghantam bumi dan isinya.

Pada tahun 2056 sebuah pesan dari galaksi lain yang tidak diketahui darimana berasal sampai ke Bumi tepatnya pusat luar angkasa Indonesia. Saat itu Indonesia dikisahkan telah menjadi negara yang sangat maju dalam bidang IPTEK khususnya dalam hal teknologi ruang angkasa dimana Ciwidey – Bandung yang menjadi sentral penelitian ruang angkasa. Karena isi dari pesan itu belum mampu dipecahkan dan khawatir merupakan pesan penting dari kehidupan lain maka para ilmuwan dan petinggi negeri secara rahasia mengadakan rapat darurat untuk mencoba memahami isi pesan tersebut.

Lalu kisah dalam novel ini mundur ke tahun 2016-2037 yang mencertiakan sepak terjang dua orang mahasiswa INTERAIN (Institut Ruang Angkasa Indonesia) yang berlokasi di Ciwidei Bandung bernama Sandi Semesta dan Mira Darwis. Sandi Semesta adalah mahasiswa cerdas yang lahir dari keluarga sederhana. Sedangkan Mira Lesmana adalah putri seorang konglomerat yang memiliki pengaruh luas dan banyak membiayai proyek-proyek luar angkasa Indonesia.

Awalnya keduanya tidak saling mengenal namun sebuah persitiwa perkelahian antara dua geng pemuda yang melibatkan Mira Darwis yang saat itu sedang berpacaran dengan salah satu pimpinan geng tersebut akhirnya membuat mereka bertemu karena secara tidak disengaja Sandi Semesta menyelamatkan Mira dari kejaran anggota geng yang memusuhinya. Setelah kejadian itu Mira putus dengan pacarnya dan lambat laun tumbuh rasa cinta antara Sandi dan Mira

Bertahun-tahun kemudian di jagad raya sana dimana para Dewan Devara yang dalam novel ini dikisahkan menjadi semacam entitas yang mengatur kendali semesta tengah terjadi perselisihan pendapat soal pengaturan semesta raya, pertengkaran mereka mengakibatkan salah satu Dewan Devara yang bernama Bara keluar dengan membawa niat untuk mempengaruhi dan menguasai dewan devara yang ada.

Devara Bara berniat turun ke bumi untuk melakukan hal-hal jahat, niat ini diketahui oleh anggota dewan Devara lain. Devata Talmis yang mengetahui bahwa Bara sedang melakukan aktivitas berbahaya di dalam ruang yang sudah lama diciptakannya di gua Belanda area Taman Hutan Raya Dago, Bandung segera mengejarnya.

Pertemuan mendadak antara dua entitas tersebut menyebabkan kota Bandung dilanda guncangan gempa hebat berkekuatan 6.2 SR. Planet bumi seakan shock akibat peremuan dua kekuatan dahsyat yang muncul spontan di permukaannya. Saat itu kebetulan Mira Darwis dan keluarganya sedang mengunjungi Gua Belanda di Tahura dengan ditemani Dewi yang adalah adik dari Sandi Semesta. Gempa berkekuatan besar itu menyebabkan mulut gua hancur dan mereka terperangkap dalam gua. Mira beserta keluarga bisa selamat keluar dari gua namun Dewi masih terperangkap di dalam.

Sandi Semesta berusaha mencari keberadaan Dewi namun sialnya ia bertemu dengan Bara yang menyandera Dewi, mereka berkelahi dan Sandi terluka parah. Dalam keadaan terluka parah Sandi ‘diambil’ oleh Devara Talmis sedangkan Dewi tetap menjadi sandera Devara Bara. Dengan demikian Sandi dan Dewi tak pernah ditemukan dan dikabarkan hilang dan mati terperangkap dalam gua yang runtuh.

Hilangnya Sandi dan Dewi membuat Mira merasa bersalah, karenanya Mira dengan bantuan orang tuanya melakukan proyek besar-besaran di gua Belanda untuk menemukan Sandi dan Dewi, jikapun tidak ia berharap dapat menemukan jasad mereka berdua. Namun proyek tersebut akhirnya membawa Mira pada sebuah temuan aneh di dalam gua yang berasal dari peradaban yang lebih maju dari manusia. Dan hal ini akan membawa Mira pada sebuah petualangan yang menakjubkan ke sebuah galaksi lain yang tidak mungkin akan ia lupakan.

Sementara di galaksi lain Sandi digembleng oleh Devara Talmis untuk menggantikan posisi Devara Bara. Sandi terus belatih sambil berharap jika kemampuannya telah memadai ia akan mengejar Bara dan menyelamatkan Dewi. Selain itu ada misi lain yang harus diemban oleh Sandi yaitu mencegah terjadinya pertempuran besar-besaran antara bangsa Sactrion dan penduduk bumi.

Secara umum novel ini memang menarik dan ini adalah novel Sci Fiction yang sesungguhnya dimana materi-materi sci-fic tidak hanya sekedar tempelan melainkan menjadi bagian dari sebuah kisah besar yang hendak dibangun oleh penulisnya. Penulis tampaknya tak canggung-canggung untuk mengisahkan kisahnya ini dengan setting di Bandung, Indonesia yang dikisahkan memiliki infrastruktur dan SDM yang hebat dalam teknologi ruang angkasa .

Walau novel ini adalah rekaan belaka namun penulis mendasari semua itu berdasarkan referensi ilmiah sehingga tak menimbulkan kesan sebagai kisah dari negeri khayalan. Apa-apa yang dituliskan mengenai teknologi komunikasi, transportasi, navigasi antara planet, dll dideskpripsikan dengan cukup mendetail sehingga seolah-olah teknologi itu sudah ada dan diterapkan padahal kenyataannya mungkin baru sekedar wacana atau prototipe saja. Namun karena didasarkan pada hal-hal yang ilmiah maka rasanya bukan tak masuk akal bisa di masa depan semua yang terdapat dalam novel ini akan terwujud juga.

Selain memaparkan kehebatan-kehebatan peralatan, pesawat, dan teknologi ruang angkasa yang sudah sangat maju dan, serunya duel antara Sandi dan Bara di Betelgeuse, kisah pertempuran antara pasukan bumi dan mahluk asing novel ini juga menyajikan dialog-dialog filosofis perihal keberadaan alam semesta antara tokoh Sandi dan Devara Talmis sehingga hal ini akan membuka cara berpikir dan wawasan pembaca dalam memaknai alam semesta.

Novel gemuk ini sepertinya memang mencoba memuaskan pembacanya dengan berbagai hal, selain materi sci fiction, penulis juga memasukkan unsur kisah asmara dan dunia mahasiswa layaknya sebuah novel roman, mungkin hal ini dimaksudkan agar pembaca tak bosan membaca novel sci fiction setebal 492 halaman. Namun justru di bagian ini saya rasa ada banyak hal yang terlalu didalami oleh penulis yang mungkin seharusnya bisa dipangkas agar novel ini bisa menjadi lebih ramping dan tidak berlarut-larut dalam kisah yang mungkin bisa mengaburkan pembacanya dari tema sentral novel ini.

Contohnya saat Sandi menolong keluarga kaya dari perampokan, lalu deskripsi keseharian Sandi dan kawan-kawannya di kampus, dan konflik antara dua geng pemuda. Saya rasa bagian ini bisa dipangkas lebih ringkas lagi sehingga pembaca bisa diajak langsung masuk ke inti kisah. Karena judul novel ini adalah Betelguese Incident : Insident di bait al-zura tentunya sejak awal pembaca umumnya akan bertanya-tanya ada insiden apa di Al Zura? Sedangkan di novel ini peritiwa di bait Al zura sendiri baru muncul di bagian-bagian akhir itupun tak banyak.

Sayangnya juga di bagian ketika menceritakan dunia mahasiswa Sandi dan Mira, penulis tak mengeksplorasi perangkat-perangkat teknologi yang mereka pakai saat itu. Kalau saja di bagian ini diceritakan bagaimana teknologi hp, computer, dan gadget2 lain di masa itu tentunya akan lebih menarik lagi.

Setting waktu yang bolak balik antara tahun 2026, 2057, 2032 dan kisahnya yang kompleks juga menuntut pembaca untuk lebih konsentrasi membaca novel ini. Ada beberapa bagian yang tak tuntas tapi memang sepertinya harus seperti itu karena ini merupakan buku pertama dari sebuah novel berseri dan kita baru akan bisa menemukan sebuah gambaran utuh jika sudah membaca seluruh seri dari novel ini. Semoga kemunculan judul berikutnya bisa terbit tak terlalu lama sebelum pembaca lupa akan apa yang telah dibacanya.

Terlepas dari hal-hal diatas ada banyak hal menarik dari novel ini. Dengan cerdas penulis juga mencoba memadukan kondisi geografis sunda kuno dengan misteri semesta yang belum terpecahkan. Penulis tampaknya berhasil menciptakan kisah masa depan yang didasarinya dari peristiwa-periwtiwa geologi yang terjadi di Nusantara ribuan tahun yang lampau

Dan yang luar biasa, seperti telah saya ungkap diatas tak canggung-canggung menuliskan kisahnya dengan sangat Indonesia sehingga ada semangat optimisme yang hendak disampaikan bahwa Indonesia akan menjadi Negara maju di bidang teknologi ruang angkasa. Sebenarnya bisa saja penulis menuliskan setting kisahnya di negera maju atau di Negara antah berantah namun penulis dengan percaya diri meghadirkan setting kisahnya di Indonesia tepatnya di Bandung di kota yang pernah memberinya ide-ide sinpiratif di perjalanan hidupnya.

Toba Beta sedang menciptakan mimpi-mimpi masa depan bagi Indonesia. Akankah 40-50 tahun lagi Indonesia akan sedemikian majunya seperti dalam novel ini. Mimpi telah ditulis dan ditawarkan bagi kita dan generasi di masa depan, tinggal apakah kita mau bersuaha meraih mimpi itu?

Selain itu melihat betapa seriusnya penulis menggarap novel ini saya merasa jika penulis konsisten untuk menulis di jalur ini dan memiliki nafas panjang untuk melanjutkan judul-judul selanjutanya saya percaya ini akan menjadi era kebangkitan genre Sic Fiction lokal yang lama tenggelam dan tak terdengar di khazanah sastra tanah air.


@htanzil

3 comments:

Toba Beta said...

Mas Tanzil yang baik..
Trims atas review novel Betelgeuse Incident. Terkandung masukan dan saran konstruktif di dalam review ini. I really need this for the next better ones.

Anonymous said...

Kalau settingnya 40-50 tahun lagi sepertinya terlalu cepat ya, soalnya Indonesia selama 50 th terakhir saja nyaris tidak ada kemajuan, malah kemunduran... 40-50 th lagi mungkin malah sudah hancur...

adli said...

Menurut saya, perkembangan tekhnologi berbanding lurus dengan nilai mata uang dan inflasi. Bahkan lebih cepat dari itu. jadi, khazanah waktu 40-50 tahun lagi bukan sesuatu yang mustahil, kemampuan barat menyembunyikan fakta akan pertumbuhan tekhnologi senjata menutup mata kita akan kemampuan teknologi militer sesungguhnya. Kondisi yang tampak di permukaan sekarang adalah, teknologi militer terkesan jalan ditempat bahkan terhenti setelah bom atom Hirosima Nagasaki. Ada apa dengan tekhnologi ??