Tuesday, December 17, 2013

Inferno by Dan brown

[No. 323]
Judul : Inferno
Penulis : Dan Brown
Penerjemah : Inggrid Djiwani Dumpeno & Berliani M Nugrahani
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : I, September 2013
Tebal : 644 hlm

Setiap kelahiran seorang bayi biasanya membawa kebahagiaan baik bagi kedua orang tuanya maupun bagi kita yang melihatnya. Namun dibalik kebahagiaan itu ada sebuah ancaman bagi masa depan umat manusia. Mengapa? karena setiap kelahiran yang terjadi di dunia ini tidak disertai dengan bertambahnya tempat manusia berpijak. Jumlah manusia terus bertambah, kemajuan teknologi membuat angka harapan hidup manusia semakin panjang sedangkan luas bumi tidak pernah bertambah sehingga bahaya ledakan penduduk atau overpopulasi menjadi ancaman serius di masa yang akan datang.

Jadi apa yang bisa dilakukan? pembatasan kelahiran bisa saja dilakukan namun itu hanya memperlambat percepatan pertumbuhan penduduk dunia sehingga ledakan penduduk tetap tak terhindarkan, lalu kemana manusia akan mencari tempat? akankah seperti dalam buku-buku dan film fiksi ilmiah dimana manusia mencoba mencari tempat yang bisa didiami di luar angkasa raya sana?

Bencana global akibat ledakan penduduk  itulah yang menjadi  tema utama dalam novel ke-4 Dan Brown ini.  Kali ini Dan Brown menghidupkan seorang sosok antagonis, seorang ilmuwan, doktor ahli rekayasa genetika bernama Dr Zobrist yang sangat peduli akan masa depan kehidupan di bumi jika pertumbuhan penduduk menjadi tidak terkendali.

Umat manusia, jika tidak terkendali berfungsi seperti wabah, seperti kanker... jumlah kita meningkat  pada setiap generasi sehingga kenyamanan duniawi yang pernah menyehatkan hidup dan persaudaraan kita menyusut sampai habis..mengungkapkan monster-monster di dalam diri kita...yang bertempur hingga mati untuk memberi makan keturunan kita (hlm 205)

Apa yang dikhawatirkan  Zobrist memang masuk akal dan menjadi kekhawatiran ilmuwan dunia juga. Zobrist memiliki solusinya hanya saja solusi yang ditawarkannya adalah solusi ekstrim sehingga tak seorangpun ilmuwan dunia  hingga organisasi kesehatan dunia WHO mendukungnya. Walau solusinya  ditolak Zobrist tetap melaksanakan misi penyelamatan dunianya seorang diri, karenanya ia menjadi orang yang paling dicari oleh WHO karena diduga ia akan menyebarkan virus mematikan yang akan menyebabkan kematian kematian masal penduduk dunia seperti yang pernah terjadi di Eropa dimana virus yang dikenal dengan Wabah Hitam telah merengut nyawa sepertiga penduduk Eropa pada tahun 1347-1351

Dalam melaksanakan misinya Zobrist yang sangat terobsesi pada puisi epik Divine Comedy karya Dante Alighieri (1265-1321) memberikan beberapa petunjuk dimana ia menyimpan ciptaan genetisnya berdasarkan bait-bait puisi dan lukisan-lukisan bersejarah yang terkait dengan Inferno yang merupakan salah satu bab dalam Devine Comedy-nya Dante. Zorbrist percaya bahwa Dante melalui karyanya mengajarkan bahwa

"Jalan menuju surga melewati neraka" (hlm 196), 

artinya Zorbrist  menghendaki sebuah 'bencana' agar bumi terselamatkan  dari kehancuran akibat ledakan penduduk.

Map of Hell by Sandro Botticelli 

Robert Langdon yang hanya berbekalkan sebuah stempel kuno yang bisa memproyeksikan lukisan Map of Hell (Peta Neraka) karya Botticelli (1445-1510) berdasakan Inferno-nya Dante yang telah dimodifikasi zoorbrist sehingga menjadi sebuah lukisan yang berisi kode-kode  rahasia yang merupakan petunjuk dimana Zorbrist meletakkan ciptaan genetisnya yang akan dilepaskannya dikeesokan harinya.

Sayangnya keteika penelitian atas kode-kode itu dilakukan, sebuah peristiwa membuat Robert Langdon kehilangan ingatan jangka pendeknya .Apa yang telah ditelitinya lewat stempel kuno berproyeksi tersebut hilang begitu saja dan Langdon harus memulainya dari awal lagi.

Novel ini diawali saat Robert Langdon terbangun dari pingsannya di rumah sakit. Ia syok saat mendapati dirinya ada di Florence Italia. Padahal ingatan terakhirnya adalah saat ia berjalan pulang setelah memberi kuliah di Harvard.

Belum sempat Langdon memahami apa yang terjadi, tiba-tiba dokter yang merawatnya ditembak mati di depan matanya dan Langdon menjadi incaran si penembak. Siena Brooks salah satu dokter lain yang merawatnya membantunya melarikan diri. Dalam pelariannya bersama Sienna Brooks Landon menyadari bahwa ia harus berpacu melawan waktu memecahkan teka-teki yang berkelindanan dalam puisi-puisi Inferno Dante Alieghieri sebelum ciptaan genetis yang disembunyikan Zobrist terlepas dan mengancam kehidupan umat manusia.

Seperti di novel-novel sebelumnya kali inipun Dan Brown menyuguhkan sebuah kisah seru bagaimana Robert Langdon berupaya memecahkan kode-kode tersembunyi dalam balutan fakta sejarah dan seni.  Dalam novelnya kali inipun selain menikmati ketegangan kisahnya pembaca juga diajak menelusuri sejarah seni Eropa di masa Renaissance, bangunan-bangunan bersejarah yang indah terkait dengan kehidupan Dante mulai dari Florence Italia hingga Istanbul Turki dengan keindahan Hagai Sophia-nya yang semuanya itu sesuai dengan fakta dan diseskrpsikan dengan baik sehingga jika novel ini difilmkan para sineas tidak akan menemui banyak kesulitan untuk menentukan setting tempat dari tiap adegannya.

Selain itu karena Inferno karya Dante menjadi bagian penting dalam buku ini, maka kali ini Dan Brown yang diwaliki Robert Langdon memberikan kuliah tentang Dante Alighieri dan mahaya karyanya Divine Comedy, sejarah kehidupan Dante, isi Divine Comedy serta karya  lukis yang terinspirasi oleh karya Dante yaitu Map of Hell.  Dengan demikian dengan membaca bagian ini kita akan mendapat gambaran besar mengenai Dante dan Divine Comedy. Kutipan bagian kuliah Langdon tentang Dante bisa dibaca di sini.



Dante's Divine Comedy, 1457 manuscript property of Harvard University
Photo taken from @librantiguo


Detailnya penulis mendeskripsikan riwayat Divine Comedy, kehidupan Dante, sejarah seni, lukisan-lukisan para meastro dunia, bangunan bersejarah di Florence Italia hingga Hagai Sophia  di Istanbul Turki dan dialog antara Zorbrist dengan ketua WHO tentang populasi dunia beserta data statistiknya yang riil  membuat novel ini bukan hanya sekedar novel thriller biasa  melainkan novel thriller yang dapat memperkaya wawasan pembacanya.

Bagi pembaca yang menyenangi sejarah, seni, sastra, dan mereka yang peduli akan ancaman populasi dunia tentunya hal ini menjadi sesuatu yang menggairahkan namun bagi mereka yang tidak begitu menyukainya tentunya hal ini akan dianggap sebagai novel thriller 'cerewet' yang mengganggu keasyikan membaca alur kisahnya

Namun sebetulnya muatan-muatan pengetahuan  tersebut bagi saya tidaklah terlalu menganggu karena Dan Brown menyuguhkan kisahnya ke dalam bab demi bab yang tidak terlalu panjang dengan alur plot yang cepat. Kualitas terjemahan yang baik juga turut membuat saya dapat menikmati novel ini tanpa gangguan yang berarti.

Dan seperti biasa Dan Brown juga  dan mengakhiri setiap bab-nya dengan menggantung sehingga merangsang pembacanya untuk terus menerus membaca hingga tuntas. Kejutan demi kejutan juga akan kita temui di novel ini.  Dari halaman pertama Dan Brown menggiring kita pada satu kesimpulan tertentu namun ternyata apa yang kita simpulankan tiba-tiba hancur berantakan karena ternyata banyak hal yang ternyata berbeda dengan apa yang telah kita simpulkan. :)

Satu hal yang juga menarik adalah bagaimana Dan Brown kali ini membuat Robert Langdon menderita amnesia yang menghapus ingatan jangka pendeknya. Jika biasanya Langdon yang begitu percaya diri maka di petualangannya kali ini Langdon menjadi pribadi yang bimbang yang tidak mengerti apa yang sesungguhnya sedang terjadi dan siapa yang mengejar-ngejarnya?. Tentu saja hal ini menjadi menambah seru petualangan sang pakar simbolog kali ini.

Selain mendapat banyak pujian, novel ini juga tak luput dari kritik, ada yang mengkritik bahwa tidak ada yang baru dalam Inferno, Brown masih menggunakan formula yang sama dengan novel-novel terdahulunya. Dalam hal obyek pemecahan kode yang dilakukan Langdon, Brown hanya menganti obyeknya saja dari Leonardo da Vinci dalam Da Vinci Code menjadi Dante Aleghiari dalam Inferno.

Memang ada benarnya kritikan tersebut, namun terlepas dari itu saya sangat terhibur membaca Inferno, dan yang penting selain terhibur saya juga jadi banyak mendapat pengetahuan baru dalam hal sejarah seni Renaissance, mahakarya Dante Alighieri yaitu Divine Comedy khususnya bagian Inferno dan tentang ancaman ledakan pertumbuhan manusia di masa yang akan datang.

Khusus tentang ancaman ledakan penduduk dunia, melalui novel ini Dan Brown  mengajak kita semua untuk bersama-sama peduli akan masa depan bumi ini. Apa yang dilakukan Zorbrist untuk menyelamatkan dunia memang sangat tidak populer dan mengerikan. Namun setidaknya Zorbrist telah memiliki solusi, bagaimana dengan ilmuwan dunia kita saat ini? sudahkah mereka memiliki solusi untuk mencegah ledakan pertumbuhan dunia? Novel ini setidaknya membangun kesadaran kita semua termasuk para ilmuwan dunia untuk waspada dan mengantisipasi bagaimana seandainya bumi yang kita pijak beserta sumber daya alamnya ini tak lagi mampu menampung jumlah penghuninya.

@htanzil

7 comments:

astrid said...

Rahiiib, aku baca reviewnya agak diskip2 karna belom baca buku Inferno, hihihi.. takut kespoiler dikit2 ;p nanti kalo udh baca bukunya aku balik lagi yaaaa ;D

Dion Yulianto said...

Aku juga :))

htanzil said...

@astrid & dion : review ini dijamin bebas spoiler, waktu bikin review ini aku berusaha banget biar gak jadi spoiler :)

Tirta said...

Pengen banget punya buku ini, penasaran sama cerita-cerita Langdon dan Inferno-nya Dante.
Sejak buku-buku sebelumnya'formula' yg dipakai Dan Brown memang cenderung sama sih, ya, tapi ceritanya pasti selalu menarik buat diikutin :)

Unknown said...

mampir ke blog baru saya yuk :)
via http://beta-gar.blogspot.com

jangan lupa di follow, nanti saya Follow back
Terimakasih

steven sitongan said...

Setuju dengan review mas Tanzil, disini baik pembaca yang menyenangi sejarah sastra, sains akan satu suara mengenai masalah pelik populasi dunia.

Thrilling, dan page turner.
Review ini bisa sepenuhnya menggambarkan keasyikan membaca karya terakhir Dan Brown, "Inferno".

TYAS said...

Mksh resensinya. Saya dah bc, resensi ini mampu menangkap pemikiran Dan Brown