Monday, March 19, 2012

Emeritus - Memoar Seorang Pendeta


Emeritus - Memoar Seorang Pendeta

[No. 288]
Judul : Emeritus - Memoar Seorang Pendeta
Penulis : Ita Siregar
Penerbit : Inspirasi
Cetakan : I, 2011
Tebal : 316 hlm

my rating 4 of 5 

“Saya adalah Hamba Tuhan. Status itu melekat dalam diri saya ketika menjadi penatua atau pendeta. Menjadi pendeta adalah pekerjaan mulia yang dikerjakan oleh orang-orang yang baik dan memiliki integritas yang tinggi. Pendeta tidak boleh salah. Keluarga Pendeta harus menjadi contoh. Begitulah idealnya” (hal 34)

Seperti kutipan diatas, begitu sering kita menganggap seorang pendeta adalah seorang pemimpin umat yang harus hidup suci seperti malaikat dan menjadi panutan. Sedikit saja ia melakukan kesalahan kita tidak bisa mentolerirnya padahal pendeta adalah manusia biasa yang memiliki pergumulan yang sama dengan kita. Walau ia tahu lebih banyak tentang Firman Tuhan ia tetap bisa berbuat salah dan jatuh dalam doa.

Novel Emeritus karya Ita Siregar ini yang merupakan novel biografis berdasarkan kisah nyata dari kehidupan seorang Pendeta besar di Indonesia yang identitasnya disamarkan. Novel  ini menceritakan bagaimana seorang pendeta yang awalnya membaktikan seluruh kehidupannya untuk Tuhan dan gerejanya akhirnya jatuh dalam dosa yang sangat tabu untuk dilakukan oleh seorang Pendeta.

Emeritus sendiri adalah sebuah status dalam kepemimpinan gereja yang artinya mirip dengan “pensiun” di dunia kerja.  Dalam struktur gereja  istilah emeritus diberikan pada pendeta yang tidak lagi menjabat dalam struktural kepemimpinan gereja karena faktor usia yang sudah lanjut.  Seorang pendeta yang sudah emeritus memiliki  gelar tambahan ‘Em’setelah gelar kependetaannya sehingga  gelarnya menjadi “Pdt. (em)”.

Namun bukan seperti itu pendeta yang dikisahkan dalam novel ini. Si Pendeta dalam novel ini menerima status emeritus bukan karena faktor usia melainkan karena ia mengundurkan diri dari gereja justru pada saat ia berada dalam puncak kariernya karena  ia merasa gagal mempertahankan keutuhan keluarganya,  jatuh dalam dosa perzinahan sehingga merasa tak lagi memiliki kelayakan dan kesanggupan untuk melayani dan memimpin gereja yang dirintisnya bersama teman-temannya.

Seluruh kehidupan si pendeta dalam buku ini terkisahkan dengan jujur, gamblang, dan apa adanya. Dengan rinci penulis menuturkan pengalaman yang dialami si pendeta ketika masih kecil, berpacaran, lahir baru, melayani di sebuah persekutuan kecil di gang Kemiri Jakarta hingga akhirnya bersama kedua temannya mimpin persekutuan kecil itu dengan penuh dedikasi sehingga berkembang menjadi gereja besar dengan ribuan umat dan dirinya menjadi salah satu penatua/pendeta yang disegani.

Dalam novel ini kita akan mendapat gambaran seorang pendeta bukan sebagai manusia super setengah malaikat melainkan seorang manusia yang memiliki pergumulan dan sisi gelap dalam kehidupannya. Dalam memimpin gereja ia seorang organisator yang ulung, 'gila kerja', jujur dan idealis hingga seluruh kehidupannya ia baktikan pada Tuhan dan gerejanya.

Walau ia berhasil mengembangkan gerejanya dengan luar biasa pesat, namun di sisi lain kehidupan rumah tangganya terabaikan. Sibuk di gereja membuat  waktu untuk keluarganya berkurang, istrinya merasa terabaikan  dan krisis kepercayaan mulai tumbuh bersamanya, belum lagi ditambah dengan kondisi keuangan yang tidak mendukung sehingga  menimbulkan konflik yang tak berkesudahan hingga akhirnya  rumah tangganya hancur karena istri termasuk kolega-kolega dalam gerejanya menuduhnya telah berzinah dengan seorang wanita.

Keadaan ini memaskanya untuk mengundurkan diri dari gereja yang dirintisnya, hal ini membuat kehidupannya semakin terpuruk sehingga membuat si pendeta menjauh dari Tuhan dan hidup dalam dunia malam berpindah-pindah dari pelukan satu wanita ke wanita lainnya.

Novel ini menarik untuk disimak karena dengan jujur novel ini mengisahkan sisi terang dan sisi gelap seorang pendeta secara apa adanya. Di novel ini kita akan diajak melihat pergumulan batin seorang pendeta besar yang sukses namun hidup dalam kesederhanaan, menolong banyak orang dalam kesulitan, namun gagal dalam membangun keluarganya sendiri.

“Saya sempat diwawancara suatu majalah dengan tiras terbaik negeri ini yang menganggap saya sosok pahlawan dalam penanggulangan kasus narkoba. Ya saya mungkin menyelamatkan orang-orang di luar sana. Tetapi saya gagal merawat diri sendiri dan keutuhan keluarga” (hal 43)

Tak hanya pergumulan dan kisah jatuh bangunnya si pendeta yang terungkap di novel ini, novel ini juga mengungkap fenomena bertumbuhnya gerakan kerohanian di Indonesia di tahun 1970-1980an yang diawali bertumbuhnya gerakan persekutan-persekutuan di kalangan anak muda

 “Gerakan ini sangat kuat dan di Jakarta ratusan persekutuan dibuka. Persekutuan merebak seperti virus. Orang begitu gemar berkumpul. Berkembangnya persekutuan diikuti dengan munculnya pemimpin-pemimpin muda. Yeremia Rim, Niko Nyotoraharjo, Daniel Alexander, adalah nama-nama yang akrab waktu itu. Mereka menyampaikan pesan segar kepada umat . Kata-kata yang disampaikan menyentak, menyentuh, dan membangun jiwa umat yang selama ini melakukan ritual ibadah rutin dan cenderung membosankan” (hal 92)

Tak hanya itu saja,  novel ini juga dengan blak-blakan menyindir kehidupan pemimpin organisasi2 keagamaan yang haus akan uang.

“Kalangan agamawan punya kesempatan untuk korup juga. Mungkin lebih aman daripada lembaga-lembaga lain dan publik akan lebih enggan untuk menyelidiki kebenarannya. Puncak pimpinan merupakan jabatan strategis untuk meraih apa yang diinginkan. Kekuasaan tidak punya agama. Ia bisa dipakai siapa saja, yang beragama dan tidak. Semua mempunyai kesempatan yang sama” (hal 204)

Demikianlah novel ini memberikan banyak hal pada pembacanya untuk dimaknai.  Sayangnya ada dua hal yang bagi saya pribadi agak mengganjal yaitu ketika kisah bergulir saat si Pendeta terjerumus dalam dunia malam, penulis tampaknya  terlalu asik menyuguhkan petualangan si pendeta dalam dosanya sehingga di bagian ini konflik batin si pendeta tak tereksplorasi seperti di bab-bab sebelumnya. Di bagian ini si pendeta seolah telah melupakan Tuhan sama sekali, padahal akan lebih menarik jika di bagian ini dikisahkan terjadi pergumulan yang hebat dalam batinnya ketika melakukan sedang melakukan dosa .

Satu hal lagi adalah adalah tidak adanya kata pengantar dari penulis atau penerbit yang menjelaskan apakah novel ini merupakan fiksi murni atau berdasarkan kisah nyata dari seorang pendeta besar? Dengan demikian pembaca yang tidak mengetahui proses kreatif dari lahirnya novel ini akan bertanya-tanya apakah ini fiksi murni atau adaptasi dari sebuah kisah nyata?

Terlepas dari itu novel ini pastinya akan membangun kesadaran kita bahwa kehidupan seorang pendeta  itu tidak mudah, ia dituntut untuk mengelola gereja dan menggembalakan umatnya, namun ia juga harus bisa membangun keutuhan keluarganya.  Itu bukan hal yang mudah.

Pendeta adalah manusia yang bisa saja berbuat salah. Pendeta juga memiliki pergumulannya tersendiri, mungkin selama ini kita langsung menghakimi atau antipati terhadap seorang pendeta yang jatuh dalam dosa, namun dengan membaca novel ini kita akan disadarkan bahwa pasti ada sebab dari semua itu dan sama seperti kita, pendetapun membutuhkan perhatian, dorongan,semangat, dan doa ketika ia sedang menghadapi masalah pelik atau jatuh dalam dosa.

Kita membutuhkan pendeta untuk membimbing kerohanian kita, untuk memberi nasehat, penghiburan,  dan mendoakan kita ketika kita sedang dalam pergumulan.  Demikian juga dengan pendeta, merekapun membutuhkan dukungan  doa dan perhatian kita ketika mereka mengalami pergumulan seperti yang yang kita alami.

@htanzil

8 comments:

desty said...

Penasaran to the max.
Ga ada keterangan sama sekali ya kisah ini fiksi atau kisah nyata? Tapi kalau namanya disamarkan ada kemungkinan kisah nyata kan?

htanzil said...

@Desty : sy sudah tanyakan ke penulisnya langsung, dan ini memang diangkat dari kisah nyata seorang pendeta besar di Indonesia.

Saya jg penasaran siapa sebenarnya si pendeta ini, silahkan baca barangkali dgn membaca buku ini desty bisa menebaknya. :)

alvina vanila said...

aargghh.. pernah ketemu penulis novel ini sekali waktu acara Mbak Sanie di Solo.
Orang yang dihormati karena jabatan atau gelar kadang malah menyimpan beban berat karena gelar itu sendiri, kayaknya ya Oom.

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
lia said...

buku novelnya bisa dibeli dimana?

Anonymous said...

Resensinya bagus. Senang bisa ikut membaca. Salam.

Ummu Jeruk said...

menarik review nya. Tertarik untuk membaca bukunya.

BELAJAR BAHASA said...

Yeremia Rim terkenal dengan KKR di stadion utama senayan