Penerbit : Binsar Hiras
Tebal : 248 hlm
Cetakan I, Juli 2021
ISBN : 978-623-6679-57-9
Morotai adalah salah satu pulau terbesar di Maluku Utara. Pulau Morotai juga merupakan salah satu pulau paling utara di Indonesia. Keindahan alam serta banyaknya peninggalan sejarah Perang Dunia Kedua membuat Morotai dijuluki sebagai, “Mutiara di Bibir Pasifik”, karenanya tidak heran jika Morotai menjadi salah satu destinasi wisata yang mulai ramai dikunjungi selain Raja Ampat di Papua, bahkan ada pula yang menyebut bahwa Morotai adalah Raja Ampat-nya Halmahera.
Sudah hanyak tulisan tentang keindahan Morotai bertebaran di dunia maya, namun baru kali ini Morotai menjadi setting utama sebuah novel roman yang ditulis oleh Kirana Kejora, novelis produktif, seorang creativepreneur dan writerpreneur.
Novel Renjana Biru di Morotai merupakan sekuel dari novel Rindu Terpisah di Raja Ampat. (2015) Menurut penulisnya novel ini terinspirasi atas tragedi tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 di laut Bali pada April 2021. Kapal selam yang kini sedang menjalankan misi abadi / eternal patrol sebelumnya pernah muncul di novel Rindu Terpisah di Raja Ampat dimana dikisahkan salah satu tokoh dalam novel tersebut adalah cucu dari awak kapal KRI Nanggala 402. Tragedi tenggelamnya kapal selam penjaga perairan nusantara itu membuat penulis tergerak untuk meneruskan sekuel dari novel tersebut dimana kali ini settingnya berpindah ke Morotai.
Di novel ini, Rindu dikisahkan masih berduka akibat kandasnya rencana pernikahannya dengan Ganesh seorang ilmuwan hebat yang terbeli oleh negara asing. Ganesh meninggal ketika perahu yang ditumpanginya menabrak sebuah karang. Untuk melarungkan semua kisah sedihnya Rindu berniat untuk berlibur sendiri, menyelam di laut Morotai yang terkenal dengan keindahan biota lautnya.
Menjelang keberangkatannya ke
Morotai, Rindu mencari sebuah buku lama menyangkut Morotai di sebuah toko buku klasik. Di toko buku itu Rindu berkenalan dengan Su Syailendra (Sya) yang kebetulan sedang mencari buku yang sama. Sya adalah seorang
arsitek segala bisa yang hendak riset ke Morotai untuk mewujudkan konsep
arsitektur waterworld di pulau tersebut.
Akhirnya alih-alih menyendiri untuk menikmati keindahan laut Morotai sambil melupakan laranya, Rindu selalu bersama Sya di Morotai. Mereka bersama-sama menyelusuri pulau bersejarah dan indah terebut. Sya menjadi pemandu sekaligus pencerita berbagai hal tentang Morotai bagi Rindu.
Intensnya pertemauan dengan Sya di Morotai membuat Rindu bertanya-tanya apakah kini ia mulai mencintai Sya, pria yang baru dikenalnya?. Ditengah galau akan perasaannya terhadap Sya, ada sebuah kejutan di akhir novel ini. Renjana yang sebelumnya telah terkunci dalam kotak pandora di sebuah tempat ternyata tiba-tiba muncul di Morotai.
Walau novel ini bertemakan bagaimana Rindu mencoba move on dari kisah cintanya yang tidak tergapai namun bukan berarti novel ini hanya melulu tentang kegalauan Rindu yang masih dibayang-bayangi masa lalunya, namun ada banyak hal menarik tentang Morotai yang terekspose di novel ini.
Pembaca akan diajak menyelusuri peristiwa sejarah Perang Dunia II dimana Morotai pernah dijadikan base camp tentara Amerika dimasa Perang Dunia II. Saat tentara Amerika dibawah pimpinan Douglas MacArthur terusir dari Filipina, pada tahun 1944 MacArthur membangun pangkalan udara di Morotai sebanyak tujuh lintasan.
Morotai adalah saksi bisu kedahsyatan Perang Dunia II. Karenanya di Morotai akan banyak ditemui artefak-artefak perang dunia kedua baik di hutan-hutan maupun di dasar laut Morotai. Selain itu ada pula patung Jenderal MacArthur setinggi 20 meter di Pulau Zum Zum yang merupakan tempat persembunyian dan tempat peristirahatan sang Jenderal.
Di jaman kemerdekaan karena letaknya yang strategis, Morotai dijadikan pangkalan militer Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari cengkeraman Belanda. Karena berperan dalam operasi pembebasan Irian Barat, di jaman pemerintahan Presiden SBY pada tahun 2012 dibangunlah Monumen Trikora di Morotai yang sejarahnya dikisahkan juga secara singkat di novel ini.
Selain itu ada juga kisah humanis dan mengharukan tentang tentara Jepang bernama Teruo Nakamura yang bersembunyi selama 30 tahun di hutan Morotai. Nakamura menyangka perang antara Jepang dengan sekutu belum selesai. Sebuah peristiwa mengharukan dan heroik ketika sang serdadu Jepang ini dijemput oleh TNI AU pada tahun 1975 terceritakan di novel ini.
Tidak hanya sejarah Perang Dunia Kedua, lewat tuturan Sya, mengalir pula kisah asal usul Morotai lengkap dengan misteri dan legendanya dimana ketika Bangsa Portugis datang suku Moro (penduduk asli Morotai) terdesak ke dalam hutan dan setelah itu raib di dalam hutan. Menurut kepercayaan penduduk setempat, hingga saat ini suku Moro masih ada namun hidup di dalam alam yang berbeda di hutan Morotai.
Novel ini juga mengungkap keindahan dan keunikan biota Laut Morotai sehingga menjadi incaran para penyelam untuk melihat secara langsung keindahannya. Ketika mengisahkan tentang laut baik itu tentang keindahan biota laut di Morotai maupun kelautan secara umum penulis terlihat jelas memiliki kecintaan akan laut Nusantara. Hal ini terlihat di beberapa percakapan antara tokoh dalam novel ini yang seakan ingin mengungkapkan kepada pembacanya bahwa bahwa laut adalah sumber kehidupan yang harus dilestarikan dan dipelihara.
Kisah heroik dan dramatis bagaimana TNI AL menjaga kedaulatan laut Indonesia juga muncul dalam novel ini yaitu ketika kapal selam KRI Nanggala 402 berhasil mengusir kapal perang asing yang mencoba memprovokasi kedaulatan laut Nusantara.
Di tengah menariknya penulis meramu kisah cinta Rindu dengan keindahan Morotai ada bagian yang bagi saya agak mengganjal yaitu saat Rindu secara tidak sengaja mendengar pembicaraan antara seorang pelatih selam dengan para juniornya di sebuah cafe. Percakapan itu terdengar jelas oleh Rindu namun anehnya Rindu tidak mengenal suara si pelatih selam itu padahal si pelatih selam adalah orang yang sangat dikenal oleh Rindu. Rindu baru mengetahui siapa si pelatih selam itu setelah si pelatih menghampiri meja dimana Sya dan Rindu berada.
Terlepas dari hal tersebut novel ini secara keseluruhan menarik untuk dibaca. Ketika kita membaca novel ini kita tidak hanya akan mendapatkan kisah galaunya tokoh Rindu ketika mencoba melupakan duka akibat gagalnya menggapai ujung cinta sejatinya saja namun pembaca diberi banyak informasi menarik tentang Morotai yang terjalin rapih dalam kisahnya baik itu tentang sejarah, legenda, buku, kelautan, dan banyak hal lainnya yang akan menumbuhkan rasa cinta dan kebanggan kita pada sejarah dan laut kita. Sebuah cinta dan kebanggaan yang seharusnya kita miliki sebagai bangsa maritim.
Dan yang patut diberi apresiasi setinggi-tingginya. Untuk mengajak pembacanya mencintai laut penulis mengajak para pembacanya berkontribusi dalam aksi penanaman Mangrove. Setiap orang yang membeli buku ini berkontribusi menyumbang untuk penanaman satu pohon bakau. Sebuah usaha yang mulia dari penulisnya. Berikut Informasi terakhir yang saya terima lewat Whatsapp dari penulisnya pada tgl 30 Agustus 2021 yang lalu :
Kemarin telah genap 1000 bakau milik 1000 pembaca novel Renjana Biru di Morotai
tertanam di Belitung Timur (12-8-2021) & Morotai (29-8-2021).
Terima kasih atas doa dan apresiasinya. 🙏🇲🇨
@htanzil
Terima kasih atas apresiasinya Kang Tanzil
ReplyDelete