Monday, April 17, 2006

The Book of Mirdad



Judul : The Book of Mirdad
(Kitab Rahasia dari Biara The Ark)
Penulis : Mikhail Naimy
Penerjemah : Alpha M. Febrianto
Kata Pengantar : Wandy N. Tuturoong, Mona Darwish
Penerbit : PT. One Earth Media
Cetakan : I, Maret 2006
Tebal : xxxviii+296 hlm

Mirdad adalah perjalanan menuju sang hati
Hanya ada satu jalan untuk membaca Mirdad, dengan hatimu.
Hanya ada satu jalan untuk memahami Mirdad, dengan merasakannya dalam hatimu.
Hanya ada satu jalan untuk merayakan Mirdad, di dalam hatimu.
- Mona Darwish, pemerhati budaya asal Lebanon-

The Book of Mirdad adalah sebuah mahakarya dari sastrawan besar Lebanon Mikhail Naimy (1889-1988) penulis biografi Kahlil Gibran yang juga merupakan sahabat dekatnya. Dalam buku ini Mikhail Naimy mengambil kisah Nabi Nuh dan bahteranya kedalam karya monumentalnya ini. Bertahun-tahun setelah banjir besar Nuh dan keluarganya mendarat di pegunungan Ararat dan memutuskan untuk tinggal di daerah tersebut. Menjelang ajalnya Nuh berpesan pada anak-anaknyanya untuk membangun sebuah altar yang dinamai Puncak Mezbah di puncak tertinggi Ararat yang dikelilingi sebuah wisma berbentuk bahtera dalam ukuran yang lebih kecil yang disebut ‘Bahtera’. Nuh juga berpesan agar api di altar tetap menyala dan wisma itu menjadi tempat suci sekelompok orang pilihan yang jumlahnya tak pernah melebihi atau kurang dari sembilan orang. Mereka akan dikenal sebagai ‘Persaudaraan Bahtera’ yang akan terus berada dalam biara Bahtera dan menjalankan semua aturan yang ada dan berdoa kepada Tuhan. Sembilan orang ini merupakan simbol dari delapan orang (Nuh beserta keluarganya yang selamat) dan seorang ‘Penumpang Gelap’

Beberapa generasi telah berlalu ketika salah seorang dari Sembilan Saudara meninggal, dan datanglah seorang asing (Mirdad) ke gerbang Bahtera yang memohon untuk diterima menjadi anggota pengganti. Sesuai dengan tradisi Bahtera seharusnya orang asing tersebut dapat diterima karena ia adalah orang pertama yang datang setelah kematian salah seorang anggota persaudaraan. Namun Shamadam si Tertua dari anggota persaudaraan yang berpikiran sempit dan keras hati tidak menyukai penampilan Mirdad yang telanjang dan kotor dan penuh luka. Namun karena Mirdad memaksa dirinya untuk diterima dan Shamadan bersikeras untuk menolaknya akhirnya ia memohon si Tertua agar menjadikannya seorang pelayan. Jadilah Mirdad pelayan di Bahtera, sementara itu si Tertua tetap menantikan kedatangan seorang pengganti bagi saudaranya yang meninggal.

Tujuh tahun kemudian dalam sebuah pembicaraan antara kedelapan saudara, timbul perbedaan pendapat yang membingungkan diantara mereka. Dengan maksud mengubah kebingungan menjadi sebuah lelucon, Shamadam, Sang Tertua meminta Mirdad untuk angkat suara dan menunjukkan jalan keluar dari permasalahan yang terjadi. Inilah untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun setelah kedatangannya Mirdad membuka suara dan apa yang Shamadam harapkan agar tercipta sebuah lelucon malah terjadi sebaliknya. Mirdad dengan penuh wibawa menguraikan jawaban dan petuah-petuahnya. Semenjak saat itulah ketujuh saudara menganggapnya sebagai Guru, sementara Shamadam sang tertua diam-diam menyimpan ketidaksukaannya dan berusaha mempengaruhi ketujuh saudara lainnya untuk menjauhi Mirdad bahkan berusaha untuk mengusirnya.

Sementara itu ketujuh saudara lainnya semakin lama semakin menghormati dan menganggap Mirdad sebagai Sang Guru dan menjadikannya tempat bertanya berbagai hal mulai dari pertanyaan siapa sebenarnya Mirdad dan berbagai pertanyaan lain yang meliputi berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Percakapan para anggota Persaudaraan Bahtera dengan Mirdad inilah yang nantinya akan dicatat oleh Naronda sebagai saudara termuda sehingga memungkinkan percakapan ini menjadi sebuah kitab yang disebut dengan Kitab MIRDAD.

The Book of Mirdad disajikan dalam bentuk cerita berbingkai yang intinya berisi percakapan filosofis antara anggota persaudaraan dengan Mirdad. Tiga bab pertama buku ini diawali dengan kisah seorang pengembara asing yang setelah mendengar legenda biara Bahtera berniat untuk mendaki puncak Ararat untuk membuktikan kebenaran cerita tentang Bahtera dan Puncak Mezbahnya. Dalam perjalanan spiritualnya si pengembara ini menemui banyak tantangan hingga akhirnya mencapai puncak tertinggi dan bertemu dengan seorang biarawan yang ternyata adalah Sang Tertua Biara Bahtera – Shamadam yang memberinya kitab MIRDAD.

Pada Bab-bab selanjutnya barulah buku ini memuat isi dari Kitab Mirdad yang terdiri dari 37 bab yang berisi percakapan-percakapan antara Mirdad dan kedelapan anggota Persaudaraan Bahtera. Dari dialog-dialog filosofis, argumen dan tafsir mimpi yang terdapat dalam buku ini pembaca akan diajak untuk menyingkap jalan sejati bagi manusia untuk mencapai pencerahan. Tak hanya itu, buku ini juga mengungkap misteri "Penumpang Gelap" yang konon menyertai dan mengajarkan Nabi Nuh ketika dalam bahteranya.

Buku ini memuat banyak sekali jalan-jalan menuju pencerahan jiwa, dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan Tuhan Mirdad mengungkapkan bahwa Manusia adalah "Tuhan dalam balutan kain".

Manusia adalah tuhan dalam balutan kain. Waktu adalah balutan kain. Ruang adalah balutan kain. Daging adalah balutan kain, dan semua rasa dan segalanya adalah balutan kain. Sang ibu sangat mengetahui bahwa balutan kain bukanlah bayinya. Namun si bayi tak akan tahu bahwa ia terbalut kain. (hlm 55).

Dalam pengertian ini seolah Mirdad menyatakan bahwa ketidaksadaran akan ketuhannyalah yang membuat manusia hidup dalam penderitaannya.


Maka manusia meminta pertolongan. Tangis pilunya bergema melalui ruang dan waktu. Udara dipenuhi ratapannya. Laut terasa asin karena air matanya. Bumi disesaki makam-makamnya. Surga dikalahkan oleh doa-doanya. Dan semua karena ia tidak mengetahui makna Aku-nya yang merupakan balutan kain sebagaimana bayi yang terbalut kain (hlm 56)


Mirdad mengungkap bahwa manusia haruslah menerima kesadaran akan keilahian manusia. Ketaksadaran manusia akan ketidakilahiannya membuat manusia lupa untuk "membersihkan dan mempersiapkan ladang bagi tumbuh dan berbuahnya anggur ilahi" dalam dirinya.

Dalam hal cinta, Mirdad mengungkap bahwa Cinta adalah hukum Tuhan dan manusia harus hidup untuk belajar mencintai

Engkau hidup untuk belajar mencintai.
Engkau mencintai agar engkau belajar untuk hidup
Tak ada pelajaran lain yang harus dipelajari Manusia. (hlm. 87)


dan cinta haruslah dilakukan tanpa pamrih

Jangan mengharap pamrih dari Cinta. Cinta adalah imbalan untuk Cinta, seperti Kebencian adalah hukuman dari Kebencian.
Jangan menilai apapun berdasarkan Cinta. Karena Cinta tak pernah menilai seseorang kecuali diri sendiri.
Cinta tak dapat dipinjamkan atau disewakan; cinta tak dapat dijual atau dibeli; namun saat Cinta memberi, ia memberikan segalanya; dan ketika ia mengambil, ia mengambil semuanya. Yang ia ambil adalah yang ia beri. Yang ia beri adalah yang ia ambil. Terus demikian hari ini, hari esok dan selamanya (hlm 93).

Di akhir kitabnya Mirdad mengungkapkan bahwa kedatangannya ke biara Bahtera adalah untuk mengingatkan manusia akan bencana air bah yang lebih dasyat dibandingkan air bah di zaman Nuh. Sebab, bencana itu berasal dari dalam diri manusia sendiri.

Air bah bah api dan darah yang akan melanda bumi akan lebih dasyat dari yang terakhir. Akankah kalian siap mengapung, atau kalian akan tenggelam? (hlm 283)

Sekali lagi kukatakan kepadamu, Engkaulah air bah, bahtera dan nahkodanya. Nafsu kalianlah air bahnya. Iman kalianlah nahkodanya. Namun di atas semua itu adalah kehendakmu. Dan lebih dari itu semua adalah pengertianmu. (hlm 284)

Masih banyak lagi hal-hal menarik tentang makna kehidupan akan kita temui ketika membaca buku ini. Buku ini bisa dikatakan sebuah kitab kehidupan. Walau memasukkan unsur legenda dan mistisme yang berkembang dalam tradisi Kristen, Islam dan Yahudi namun buku ini secara jelas menyampaikan berbagai pesan kehidupan yang universal. Rasanya tak ada satupun juga kalimat-kalimat yang sia-sia tertulis dalam buku ini, hampir semuanya mempunyai makna yang dalam.

Dalamnya makna filosofis dalam untaian kalimat-kalimat yang dirangkai secara indah dalam buku ini tentu saja bisa membuat pembaca yang tak sabar akan kesulitan menangkap maknanya, buku ini memang bukan buku yang mudah diselesaikan hanya dalam sekali duduk, namun jika pembaca mau membacanya secara sabar dan memberi ruang untuk merenungkannya secara baik, buku ini akan memunculkan rangkaian mutiara kehidupan indah yang dapat dijadikan tuntunan hidup. Sepertinya buku ini memang bukan buku yang hanya sekali dibaca lalu selesai dan dilupakan, buku ini akan semakin indah dan bermakna jika kita terus membacanya berulang-ulang. Semakin dibaca ulang semakin banyak sarinya diperoleh.

Karena plot dalam buku ini tidak seperti novel maka bab-babnya bisa dibaca ulang mulai dari mana saja sesuai dengan kebutuhan pembacanya. Namun tak ada salahnya juga untuk membaca ulang secara urut mulai dari depan hingga belakang, kedua-duanya memberikan kedalaman makna yang sama.

Bertaburannya kalimat-kalimat bermakna yang terdapat dalam buku ini tentunya memungkin untuk dibuatkan buku kumpulan kata-kata mutiara yang diambil dari buku ini, hal ini sempat pula diusulkan oleh Mula Harahap (praktisi perbukuan) dalam acara bedah buku ini beberapa waktu yang lalu yang menyarankan penerbit agar menerbitkan tersendiri kutipan-kutipan kalimat dalam The Book of Mirdad sebagai kata-kata mutiara.

Akhirnya seperi diungkap oleh Mona Darwish (pemerhati budaya asal Libanon) dalam kata pengantarnya. Ajaran-ajaran Mirdad dalam buku ini, pada hakikatnya mengajak kita untuk mentransformasikan kesadaran agar dapat menemukan cahaya ilahi yang sudah berada dalam diri. The Book of Mirdad tak lain adalah ‘ayat’ mengagumkan yang dalam harapanku dapat menyinari hati banyak orang di Indonesia. (hlm. xxviii)

Tak berlebihan rasanya jika spiritualis India Osho, seperti yang tertera pada sampul buku ini mengatakan bahwa

"Ada jutaan buku yang terdapat di muka bumi ini,
namun The Book of Mirdad berada jauh di atas buku-buku lain yang pernah ada"
OSHO-

@h_tanzil

5 comments:

Anonymous said...

Excellent, love it! bad credit personal loan Singlewide mobile home refinancing Backup battery circuit Bmw automotive.com

Anonymous said...

thank ya atas reviewnya.... saya jadi bersemangat untuk membacanya kembali,,, karena dulu ketika saya baca justru kebingungan yang saya dapatkan, tapi dengan membaca ulsan dari bapak justru saya banyak mendapatkan pemahaman tentang buku tsb...... thanks...

Anonymous said...

bukunya masih ada d pasaran ga ya ? soalnya saya udh cari kmna2 tpi ga ada.

Unknown said...

Beli dimana bukunya?

Fahim said...

Dimana saya boleh dapatkan buku ini sekarang , saya sangat ingin membacanya