Monday, August 07, 2006
Embroideries (Bordir)
Judul : Embroideries (Bordir)
Penulis : Marjane Satrapi
Genre : Novel grafis
Penerjemah : Tanti Lesmana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, Maret 2006
Tebal : 136 hlm
Harga : Rp. 35.000,-
Ketika para wanita bertemu dalam satu kesempatan dan saling bertukar cerita satu dengan lainnya biasanya selalu menjadi obrolan yang menarik dan tak berkesudahan, berbagai topik bisa dibicarakan mulai dari cerita diri sendiri hingga kisah orang lain yang biasanya disertai bumbu-bumbu cerita yang membuat obrolan semakin seru. Tak heran obrolan ini bisa meluas ke berbagai topik dan membuat mereka betah dudukberjam-jam sambil bercerita hingga lupa waktu.
Apakah obrolan yang sering disebut gosip ini bisa dikatakan obrolan yang tak bermutu? Apa jadinya jika obrolan para wanita ini direkam kedalam suatu novel grafis? Apakah ini suatu karya yang sia-sia dan tak bermanfaat ?
Marjane Satrapi, penulis asal Iran yang dikenal dengan novel grafisnya Persepolis (2003) dan Persepolis 2 (2004), kembali menelurkan karyanya yang diberinya judul Embroideries(Bordir) -2005. Berbeda dengan Persepolis yang mengisahkan kehidupan masa kecil dan remajanya di tengah berlangsungnya Revolusi di Iran, dalam Bordir Satrapi menyodorkan kisah yang lebih dewasa dengan memotret kehidupan keseharian wanita Iran lewat obrolan gosip para tokoh-tokoh wanitanya.
Seluruh cerita dalam novel grafis ini berada dalam bingkai pembicaraan para wanita (Satrapi, nenek, ibu Satrapi beserta koleh-koleganya), sebuah kebiasaan umum di Iran dimana selepas santap siang,ketika para lelaki tertidur pulas, para wanita berkumpul sambil minum teh dan menyibukkan diri dengan kegiatan favorit mereka : berdiskusi guna melepas unek-unek mereka. Sambil menikmati hangatnya teh masing-masing wanita menceritakan kisah-kisahnya baik mengenai dirinya sendiri maupun kisah kerabat-kerabat mereka. Cerita demi cerita terus mengalir, sambung menyambung dari satu topik ke topik lain, mulai dari kisah menyiasati malam pertama, kawin paksa, keperawanan, operasi plastik hingga pengalaman tertipu oleh pria jahat yang dinikahinya. Semua dibicarakan secara blak-blakan dengan sisipan black comedy yang terasa tajam. Karenanya Bordir bisa dikatakan sebagai novel grafis yang diperuntukkan bagi pembaca yang benar-benar dewasa. Mungkin hal inilah yang menyebabkan penerbit Gramedia menempelkan sticker “Dewasa” dalam wraping buku ini.
Secara keseluruhan Satrapi menyuguhkan rangkaian cerita yang menarik, penuh kejutan yang menyibak sekelumit kehidupan pribadi sejumlah wanita Iran. Kisah-kisah hidup para wanita yang tersaji dalam buku ini dituangkan dalam percakapan-percakapan yang hidup sehingga membuat pembacanya terasa berada di tengah-tengah para wanita ini, ikut berbagi cerita, dan mendengarkan beragam topik yang mungkin salah satunya pernah dialami oleh wanita diberbagai belahan bumi.
Dari hal-hal yang terungkap diatas, sekilas akan nampak bahwa buku ini adalah hanya sekedar buku yang mengibur pembacanya, namun jika kita mau mendalami seluruh kisahnya, bukan hanya unsur hiburan yang kita peroleh. Di tangan Satrapi obrolan para wanita bukan hanya sekedar obrolan gosip yang tak bermanfaat karena dibalik kisah-kisah yang diutarakan oleh para wanita dalam buku ini, pembaca akan diberi gambaran bagaimana sesungguhnya kehidupan kaum wanita di Iran yang sebenarnya ingin bisa bebas dari kukungan tradisi yang mengikat mereka. Melalui buku ini pula pembaca akan mengetahui bahwa pengaruh budaya barat seperti MTV, hidup bersama tanpa pernikahan, pandangan keperawanan, dll telah merasuk kedalam kehidupan masyarakat Iran yang dikenal dengan tradisi ketimurannya yang ketat.
Seperti dalam Persepolis, Bordir menyodorkan gambar-gambar dibuat dengan garis-garis yang sederhana dalam balutan warna hitam-putih yang sangat kuat. Nampak sederhana, namun dari yang kesederahana inilah yang membuat novel grafis ini menjadi ‘lain’ dibanding novel-novel grafis lainnya, sekaligus menjadi ciri khas novel grafis Satrapi.
Kehadiran terjemahan Embordries (Bordir) oleh Gramedia patut dihargai, terjemahannya enak dibaca dan mengalir. Dari segi pengemasan buku ini tampaknya digarap dengan serius, selain cover dan ukuran buku layaknya kemasan buku-buku fiksi, novel grafis ini dicetak diatas kertas yang mewah sehingga goresan-goresan tinta Satrapi yang kuat tercetak dengan baik.
Hadirnya Bordir di ranah perbukuan kita tentu saja disambut hangat oleh para pecinta novel grafis, namun yang menjadi pertanyaan banyak orang adalah mengapa Bordir yang diterbitkan lebih dahulu, padahal jauh sebelum novel ini beredar, sebuah isu santer beredar di kalangan pecinta novel grafis bahwa Gramedia akan menerbitkan Persepolis. Mengapa demikian ? Sangat mungkin penerbit memiliki alasan-alasan yang masuk akal mengapa Bordir dulu yang diterbitkan, apakah sebagai pemanasan sebelum terbitnya Persepolis ? Namun setidaknya kehadiran Bordir bisa dijadikan pemuas dahaga para pecinta novel grafis yang tentunya menginginkan lebih banyak lagi novel-novel grafis kelas dunia yang diterjemahkan di Indonesia.
Akankah Persepolis diterbitkan di Indonesia?
@h_tanzil
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
jadi menurut pak tanzil Bordir gimana? cukup worth it gak untuk dibeli? (kalo bisa sih pinjem dulu sama pak tanzil hehe)
kalau senang novel grafis sih sy rasa layak dikoleksi karena novel grafis masih belum banyak di indonesia, apalagi dari penulis dunia. Dari segi isi sy rasa kita bakal tau gimana sesungguhnya pandangan wanita di Iran.
Yang kutahu Bordir bukan karya pertama satrai yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sebelumnya saya sudah baca Persipolis sudah diterjemahkan oleh Insist dengan judul Revolusi Iran. Hanya yang ersipolis 2 belum tahu kabarnya
Post a Comment