Judul : V for Vendetta
Genre : Novel Grafis
Penulis : Alan Moore & David Llyod
Penerjemah : Sisilia Kinanti G
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 301 hlm ; 26 cm
Harga : Rp. 95.000,-
London, 5 November 1997, House of Parliamet, simbol kekuasaan pemerintah Inggris diledakkan oleh seseorang berinisial ‘V’ yang dalam aksinya berdandan dan menggenakan topeng ala Guy Fawkes. Selain peledakan, aksi V juga diikuti dengan atraksi kembang api yang mengagetkan seluruh penduduk London.
Di saat yang hampir bersamaan, V menyelamatkan Evey Hammond, seorang gadis dengan masa lalu yang kelam dari jebakan para intel polisi saat hendak melacur. Dalam aksinya ini beberapa intel polisi terbunuh secara mengenaskan dan Evey diajaknya untuk tinggal bersama V di sebuah tempat rahasia yang dinamai Galeri Bayangan.
Sebelum polisi melacak siapa sebenarnya V, teror terus berlanjut, kali ini dengan menculik Lewis Prothero seorang tokoh politik sekaligus penyiar ‘suara takdir’ - radio propaganda pemerintah inggris. Prothero dibawa ke sebuah tempat yang kondisinya serupa dengan Kamp Relokasi Larkhill, sebuah tempat mirip kamp konsentrasi nazi untuk menampung masyarakat yang melawan atau tidak sejalan dengan ide pemerintah inggris. Prothero yang pernah menjadi kepala Kamp Larkhill kini mendapat siksaan mental dari V hingga akhirnya menjadi gila dan dibebaskan.
Teror yang dilakukan V terus berlanjut, patung Madam Justice, simbol keadilan dihancurkan, lalu terjadi beberapa pembunuhan, dengan bantuan Evey, V membunuh Uskup Lilliman . Lalu seorang dokter wanita bernama Delia Surridge tewas disuntik oleh racun mematikan. Dari ketiga kasus ini lambat laun polisi berhasil menemukan titik terang, baik Prothero, Uskup maupun dr Delia, ketiga-tiganya pernah bekerja di Kamp Relokasi Larkhill yang kini telah ditutup. Di kamp ini pernah dilakukan berbagai eksperimen medis yang dipimpin oleh dr. Delia dengan para tawanan sebagai kelinci percobaannya. Dari seluruh tawanan yang dijadikan percobaan medis, hanya satu orang yang bertahan hidup dan menjelma menjadi sosok yang jenius dan penuh kharisma. Tawanan itu menempati sel nomor lima, yang nomornya ditulis dengan angka romawi. Angka romawi untuk lima adalah ‘V’. Selain bertahan hidup dari eksperimen medis, tawanan dari kamar no. 5 ini berhasil kabur dengan meledakkan Kamp Larkhill.
Apakah aksi V hanya sekedar balas dendam atas apa yang dialaminya di kamp Larkhill ? Walau polisi berhasil mendapat sedikit titik terang pelaku teror, V tetap melaksanakan aksinya, berbagai teror peledakan kembali dilakukan, ia bahkan berhasil menyelinap ke studio TV nasional, menyandera seluruh stafnya dan menyiarkan rekaman pidatonya untuk mencoba membangun kesadaran rakyat inggris bahwa mereka telah dikuasai oleh rejim fasis yang telah mengubur dan mencuci otak masyarakat London akan dambaan dan arti kebebasan, V mengingatkan penduduk London mengenai masa lalu dan masa datang, V mengajak masyarakat untuk berontak !.
Berhasilkah V, sosok misterius yang hanya dibantu oleh Evey menjatuhkan rejim fasis yang membelenggu kebebasan rakyat Inggris ? Siapakah sebenarnya V yang selalu bersembunyi dibalik topeng senyumnya ?
Kisah di atas tertuang dalam bentuk novel grafis karya Alan Moore & David Llyod. Novel grafis ini mulai digarap pada tahun 1981 dan selesai pada tahun 1988. Moore menggunakan latar belakang London di tahun 1997. Salah satu yang mengilhaminya adalah sebuah prediksi politik menjelang pemilu Inggris 1982, yang mengatakan bahwa kaum konservatif akan kalah dalam pemilu. Selain itu Moore seperti diakuinya juga terpengaruh oleh novel ‘1984’ karya George Orwell dimana setting ceritanya adalah sebuah negara yang dipimpin oleh pemerintahan fasis yang mengontrol perilaku warganya dengan ketat.
Dalam karyanya ini Moore menggunakan latar belakang london di tahun 1997 setelah terjadinya perang nuklir. Walau Inggris terhindar dari serangan nuklir namun london dilanda kerusuhan masal sehingga memunculkan satu kekuatan fasis yang mengendalikan negara, mematikan demokrasi dan mengontrol ketat warganya melalui ribuan kamera yang terpasang di seluruh London.
Sedangkan untuk gambaran tokoh V yang dalam aksi-aksinya selalu bertopeng lengkap dengan topi tinggi dan jubah panjang, diadaptasi oleh David Lyood dari tokoh nyata Guy Fawkes. Guy Fawkes adalah pemimpin kelompok garis keras katolik yang melakukan aksi terkenal yang dinamakan “Gun Powder” di tahun 1605. Kelompok ini merencanakan untuk meledakkan House of Parliament demi memprotes pemerintahan monarki dan membunuh Raja James I yang Protestan. Dan tanggal yang dipilih oleh Guy Fawkes untuk meledakkan house of Parliement dan membunuh raja adalah 5 November 1605! Walau aksinya ini gagal namun kiprah Guy Fawkes dicatat dalam sejarah Inggris.
Namun Walau novel grafis ini mengadopsi sejarah Inggris dan novel Orwell, bukan berarti kisahnya menjadi membosankan dan bisa ditebak Moore meramu sejarah dan imajinasinya dengan cerdas, lengkap dengan dialog-dialog politis soal anarkis, fasisme, demokrasi, hakikat kebebasan, dll.
Novel grafis dengan tebal 286 halaman ini dibagi dalam 3 bagian besar. Bagian pertama menyiapkan tokoh dan dunianya dimana akan terungkap latar belakang V. Bagian kedua “Kabaret yang Kejam” mengeksplorasi tokoh-tokoh pembantu secara lebih mendalam dan sebagian besar dipusatkan pada tokoh Evey Hammond. Bagian ketiga, “Negeri Sesuka Hati”, menjalin semua benang merah dalam buku pertama dan kedua menuju sebuah klimaks yang tak terduga.
Dari segi grafis, rupanya David Lloyd menggambarkannya dengan tepat, sesuai dengan suasana seeting keadaan Inggris setelah perang nuklir, gambar-gambarnya didominasi warna-warna gelap dan kelam, hal ini juga mendukung gambaran keadaan rakyat ingris, yang saat itu diceritakan dalam keadaan depresi akibat hilangnya kebebasan dan identitas dibawah tekanan pemerintahan fasis.
V for Vendetta memang bukan kisah yang mudah untuk dicerna seperti komik-komik lain pada umumnya, ini memang komik serius yang menyajikan kisah yang menakutkan sekaligus memukau tentang hilangnya kebebasan dan identitas dalam dunia totalarian.
Konflik antara anarki yang dilakukan oleh V dengan fasisme yang dilakukan oleh pemerintah Inggis mencuat dalam kisahnya. Selain itu buku ini juga seolah hendak mengajarkan tentang bagaimana sebuah masyarakat tidak seharusnya dikuasai oleh sekelompok orang saja yang mencekokkan kebenarannya sendiri. Tatanan masyarakat yang bebas dan demokratis harus diperjuangkan. Secara teatrikal novel grafis ini menjelaskan fase-fase yang perlu dilalui untuk mencapai pada tahapan pembentukan masyarakat yang bebas tersebut. Fase pertama dimana sebuah ide destruktif dibenarkan untuk menghancurkan atau mendekonstruksi tatanan masyarakat yang eksis saat ini, setelah kehancuran total terjadi—yang tentu hal ini akan direspon oleh sebagian besar masyarakat dengan tindak kerusuhan dan kekacauan sosial—diharapkan masyarakat akan mulai belajar untuk mengatur diri mereka sendiri.
Setelah hampir 20 tahun semenjak novel grafis ini pertama kali diterbitkan secara lengkap oleh DC Comics (1988). Setelah filmnya lebih dulu beredar di Indonesia kini novel grafis ini bisa dibaca dan dinikmati oleh pembaca tanah air. Rieza F Muliawan (pengamat komik Indonesia), menyambut baik diterjemahkannya novel ini. Dari segi terjemahan ia mengatakan terjemahannya cukup bagus dan memenuhi kaidah leterring dalam komik yang dibatasi oleh balon percakapan. Secara tepat beberapa tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dibiarkan dalam bahasa Inggris. Sedangkan untuk kata-kata yang kasar (cursing) diterjemahkan dengan kata lain yang lebih halus. Dari segi pengemasan buku, Rieza menilai buku terbitan Gramedia ini dikemas seperti aslinya. Kualitas kertas dan cetakan Gramedia bisa dibilang memuaskan, malah ia menambahkan dibanding versi trade paperbacknya, versi gramedia dinilainya lebih bagus.
Bagi pecinta komik, buku ini tentu saja sedikit memuaskan kerinduan mereka akan diterjemahkannya komik-komik bermutu oleh penerbit-penerbit kita. Bagi Gramedia sendiri kehadiran buku ini seolah membuktikann semboyan mereka yang dicanangkan pada tahun lalu “Gramedia Goes to Graphic Novel”, setidaknya kini sudah ada beberapa novel grafis diterbitkan oleh GPU al. Bordir – Marjane Satrapi, Love Me Better dan Chicken Soup Graphic.
Bagi pembaca Indonesia novel grafis ini bukan tak mungkin akan mengingatkan pembacanya pada situasi politik tanah air beberapa tahun yang lampau. Tahun 1998 ‘V’ berhasil membuat masyarakat chaos dengan meledakkan sistem kontrol pemerintah inggris. Di Indonesia, pada tahun 1998 penculikan dan chaos mendahului tumbangnya rezim Orde Baru yang selama 32 tahun mengontrol ketat perilaku politik masyarakat Indonesia.
V menawarkan anarki untuk meruntuhkan kesewenangan rezim fasis yang totalilarian, namun apakah anarki memang satu-satunya cara untuk mendekonstruksi tatanan masyarakat yang terbelenggu oleh pemerintahan yang totalitarian ?
@h_tanzil
7 comments:
alan moore emang punya ide2 gila yg pantas diacungi jempol. berharap saja novel grafisnya yg sensasional, 'lost girls', berkenan ditranslit oleh publisher indo..tapi entahlah, karena yg terbaru ini porn abis, bisa2 malah dicekal :p
komentar gw, melalui buku itu allan moore memberikan suatu sisi lain dari anarkhi, menjelaskan anarki dengan arti yang gampangnya. dan sebenarnya bukan anarki yang menjadi inti buku itu, yang menjadi intinya adalah seharusnya orang bebas melakukan apapun tanpa dikekang apapun, karena seharusnya dia tahu bahwa memang dirinya sendirilah yang sepenuhnya memegang kekang atas dirinya.
harus baca watchmen. komi "gila" lagi dari allan more
bro kalau cursing diperhalus justru banyak mengurangi filosofi cerita V for Vendetta yang keras dan anarkis donG! alan moore kalau tau ceritanya dibegituin Gramedia bisa dibakar tuh
Alan Moore gila dan keren. Baca aja semua novel grafisnya :D
sangat menarik, terima kasih
Dimana ya saya bisa beli novel ini? Saya udah cari ke semua gramedia dan ke senen ga ada.. Agak2 despert nyarinya.. Hicks.. Ada yang punya info dimana saya bisa beli novelnya?
mantab om,,maju terus follow blok kami juga ya https://denpahlawi.blogspot.com/
Post a Comment