Saturday, April 07, 2007

Kepompong

Judul : Kepompong
Penulis : Indah Darmastuti
Editor : Anwar Holid
Penerbit : Jalasutra
Tebal : xx + 263 hal

Pada lengkuh Leuser aku menyerahkan diri menjadi kepompong, alam membantuku mengendap dan memintal kekuatan baru. ……Waktunya telah tiba, aku akan keluar dari kepompong Leuser. Terbang melintas padang kehidupan luas luar sana…melintas pematang hidup dan menyambut fajar masa depan yang menyingsing di kelopak cita-citaku.(hal 230)

Prasasti, gadis jakarta; lahir dari keluarga yang memiliki kisah kelam. Ia seolah hidup dalam kutukan akibat kebejadan moral kakeknya. Ibunya pernah diperkosa ayah kandungnya, lalu mengalami tiga kali kawin-cerai dan kini hidup dari pelukan satu lelaki ke lelaki lainnya, bahkan tega berhubungan seks dengan Adang, kekasih Prasasti. Kecewa terhadap ibunya, Prasasti minggat dan tinggal bersama Om-nya di Bandung. Dalam benaknya kini tertancap, bahwa di dunia ini tak ada lelaki yang baik; semua buruk!

Tinggal dirumah Om-nya yang bisa dikatakan sebagai keluarga harmonis, membuat rasa frustasi dan kebencian Prasasti terhadap ibunya mejadi luntur. Setelah menyelesaikan studinya di Bandung Prasasti kembali ke Jakarta untuk tinggal kembali bersama Ibunya. Sebagai wantia dewasa ia mencoba memahami apa yang dirasakan dan dialami oleh ibunya sehingga ibunya menjadi seperti sekarang ini. Bahkan ia mencoba agar ibunya merubah pandangan hidupnya yang telah rusak akibat derita yang dialaminya.

Di Jakarta, Prasasti berkenalan dengan Arrond, seorang peneliti asal Australia yang mengajaknya bergabung melakukan penelitian bersama para peneliti konsevasi satwa dan hutan di Taman Nasional Leuser – Sumatera.
Pengalamannya di Lueser inilah yang membuat Prasasti seolah menjadi kepompong yang akhirnya akan menetas menjadi Prasasti yang baru yang tidak lagi terikat dengan sejarah masa lalu keluarganya yang buruk dan siap terbang merengkuh cita-citanya.

Pramono, pemuda solo, keturunan keluarga keraton. Ia dituntut patuh pada orang tuanya dan hidup dalam tata krama keraton yang seba teratur. Masa depannya telah ditentukan oleh romo-nya. Ia harus menjadi jaksa dan menikah dengan gadis pilihan orang tuanya. Pramono berontak, segala keinginan orang tuanya ditolaknya. Pemberontakan pertamanya yaitu dengan kuliah di jurusan arsitek, lalu disusul dengan penolakannya untuk menikah dengan gadis pilihan orang tuanya dan memilih berpacaran dengan gadis pilihannya. Klimaksnya kekasih Pramono ditolak ayahnya untuk menjadi mantunya. Hal ini membuat hubungannya dengan ayahnya menjadi renggang. Pramono memilih menjaga jarak dari ayahnya dan bekerja di Jakarta sebagai arsitek.

Dua pribadi yang kecewa terhadap keluarganya, dua-duanya hidup dalam pelarian. Masing-masing memiliki kisah sendiri. Seolah tak memiliki keterkaitan hingga akhirnya Pramono bekerja sebagai arsitek di rumah Nyonya Harning yang sedang membangun sebuah pusat kebugaran. Nyonya Harning adalah ibu Prasasti!.

Membaca sinopsis diatas memang terkesan novel ini adalah novel dengan kisah cinta biasa. Namun jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Walau tema novel ini bukan hal yang baru dalam kisah-kisah cinta yang pernah ditulis oleh para novelis lainnya, novel ini memiliki sisi-sisi yang bisa dibilang menarik.

Novel ini memiliki setting di beberapa tempat, mulai dari Solo, Jakarta, Lembang-Bandung, Gunung Gede Pangrango – Bogor, Gunung Leuser-Sumatera dan Bali. Yang paling menarik tentu saja ketika cerita bergulir di pedalaman hutan gunung Leuser. Penulis mendeskripsikannya dengan begitu hidup, selain lanskap dan suasana hutannya yang masih alami, kehidupan para peneliti di hutan, pembaca juga akan mendapat banyak pengetahuan baru soal karakteristik dan populasi orang utan yang rentan terhadap infeksi, hingga soal lintah yang dikerongkongannya terdapat tiga rahang berbentuk gergaji dengan ratusan gigi kecil,.

Novel ini juga memiliki keragaman tuturan, kadang penulis menyajikan kalimat-kalimat yang puitis dan indah, dalam dialog antar tokohnya kalimat-kalimatnya lugas, selain itu juga terdapat humor-humor ringan yang menyegarkan pembacanya. Lewat dialog para tokoh-tokohnya penulis juga mengemukakan berbagai isu sosial seperti ilegal loging, sekelumit problema petani teh, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan, dll. Semua itu berpadu melatari kisah kehidupan para tokoh-tokohnya sehingga kisah yang biasa menjadi memikat dan menyegarkan.

Sesuai dengan judul novel ini, apa yang dialami oleh tokoh Prasasti, Pramono dan Nyonya Harning memang serupa kepompong. Sebelum mereka memiliki kehidupan yang baru, mereka harus berada dalam suatu kondisi untuk memintal kekuatan, melampaui masa-masa sulit hingga akhirnya mereka siap untuk menjalani hidup yang baru. Masing-masing berhasil keluar dari permasalahannya. Hanya konflik antara Pramono dan ayahnya yang tak terceritakan hingga akhir cerita. Padahal di awal-awal kisah ini, konflik yang terjadi begitu mencuat. Apakah kekerasan hati ayah Pram telah melunak ? Sayang episode ini tak diberi penyelesaian yang tuntas kecuali gambaran sang ayah yang berada di rumah sakit yang meneteskan air matanya ketika Pram datang menjengungnya.

Sebagai penulis yang baru menghasilkan novel perdananya ini, karya Indah Darmastuti ini tampaknya cukup menjanjikan. Asal saja Indah terus konsisten dalam berkarya, bukan tak mungkin namanya akan diperhitungkan dalam jagad sastra indonesia. Sayang penggarapan cover yang menurut saya kurang ‘eye cahtcing’ ini membuat novel ini mungkin kurang dilirik oleh para pecinta buku. Padalah penggarapan cover yang menarik bagi para penulis baru merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pemasaran.

Jika saya boleh menyimpulkan, novel ini adalah sebuah kisah yang akan menyadarkan pembacanya bahwa kesulitan hidup yang membelit kehidupan kita tak selamanya menghancurkan, bukan tak mungkin itu adalah suatu proses alami layaknya sebuah kepompong dimana kita dapat mengendap dan memintal kekuatan baru agar kelak kita bermetamorfosis secara sempurna untuk menjalani kehidupan yang baru.

@h_tanzil

4 comments:

Haris Firdaus said...

mas tanzil, tanggal 24 april kemaren buku itu dibedah di solo tepatnya di fakultas sastra dan seni rupa universitas sebelas maret. menurut indah, ia sebenarnya ingin sekali menulis ttg illegallogging tapi ternyata yangtampak dari kepompong justru kisah cintanya (yang akhire menutupi kisah illegal loging dan rehabilitasi orang utannya) menurutmu? benar gak

Haris Firdaus said...

ee salah. bukan tanggal 24 april tapi 24 maret kemaren. he2. makalah2 yang ada dalam bedah buku itu dimuat di buletin sastra pawon edisi 4 (hub. pawonsastra@yahoo.co.id)

htanzil said...

Betul...kisah cintanya terlihat lebih dominan. Padahal kalau kasus ilegall loging dan rehabilitasi orang utan dibahas lebih banyak novel ini jd tambah asik....

ratih w.r said...

saya baru menamatkan buku itu sekitar 3 bulan yang lalu. hasil pinjaman dari seorang kakak senior,

dan hasilnya?

buku ini menjadi sebuah turning point bagi saya, memberikan jutaan kata untuk direnungkan.
banyak pelajaran yang saya dpt..

i love this book.. =)