Judul : Edensor
(Buku Ketiga dari Tetralogi Laskar Pelangi)
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT. Bentang Pustaka
Cetakan : I, Mei 2007
Tebal : 290 hlm ; 20.5 cm
“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”
- Arai
Semua orang pasti memiliki mimpi. Namun hanya sedikit orang yang berani menjadikan mimpinya sebagai tujuan hidupnya dan berusaha dengan segala upaya untuk mewujudkan mimpinya. Tak sedikit orang hanya menjadikan mimpi sebagai angan-angan yang seolah tak mungkin terjangkau, sehingga ia menyerah pada mimpinya, melupakannya, dan tenggelam dalam rutinitas hidup yang menjeratnya.
Ikal dan Arai adalah pemimpi yang berani. Walau terlahir dalam keluarga sederhana di Belitong, mereka memiliki mimpi setinggi langit. Mimpi yang diperolehnya dari Pak Balia, guru SMA-nya.
“Murid-muridku, berkelanalah, jelajahi Eropa, jamah Afrika, termukan mozaik nasibmu di pelosok-pelosok dunia. Tuntut ilmu sampai ke Sorbonne di Prancis, saksikan karya-karya besar Antoni Gaudi si Spanyol.” (hal 34)
Kalimat Pak Balia itu begitu menyentuh, menggelisahkan hati dan pikiran mereka dan menyimpannya sebagai mimpi yang harus mereka raih. Walau untuk menjelajahi Eropa bagaikan punguk merindukan bulan, mereka tak menyerah dengan keterbatasan mereka dan terus berusaha untuk mewujudkannya. Mimpi itulah yang menjadi benang merah dari seluruh kisah kehidupan Ikal yang kemudian ditulisnya dalam bentuk novel hingga lahirlah apa yang disebut sebagai Tetralogi Laskar Pelangi. (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov).
Setelah sukses di dua novel terdahulunya, kini terbitlah novel ketiganya “Edensor”. Jika dalam Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi Ikal bertutur mengenai mimpinya dan usahanya untuk meraih mimpi-mimpi besarnya. Di buku ketiganya ini, apa yang menjadi impian mereka benar-benar terwujud. Dalam Edensor mereka benar-benar telah berada dalam tanah yang telah dijanjikan oleh mimpi-mimpi mereka.
Masih dalam gaya bertutur dan penyajian yang sama seperti di buku keduanya, dimana Andrea merangkai kisah-kisahnya dalam penggalan-penggalan mozaik kehidupan. Demikian pula dalam Edensor. Kisah-kisahnya pendek-pendek saja (5-10 hal) sehingga di buku setebal 288 halaman ini memuat 44 mozaik/bab yang ditulis dengan lancar dan memikat Tak heran banyak pembaca mengaku membaca buku ini dalam sekali duduk.
Di sepuluh mozaik pertama, novel ini kembali mengisahkan kisah-kisah Ikal semasa masih di P. Belitong, bekerja di Bogor, hingga keberangkatannya menuju Sorbonne-Prancis. Di bagian ini ada beberapa kisah yang menarik antara lain kisah kelahiran si Ikal, bagaimana perjuangan Ibunya agar bisa melahirkan tepat pada tanggal kelahiran PBB (24 Oktober) agar kelak Ikal bisa menjadi juru pendamai. Lalu ada pula kisah bagaimana nama Ikal yang sebelumnya pernah diberi nama Aqil Barraq Badruddin harus diganti karena dirasa memberatkan. Namanya diganti menjadi Wadudh, dan akhirnya diganti lagi menjadi Andrea Hirata. Nama yang tak lazim bagi seorang anak melayu di Belitong.
Di mozaik-mozaik berikutnya barulah novel ini menceritakan mengenai pengalaman Ikal dan Arai di tanah impiannya – Sorbonne - Prancis. Hal ini menarik karena mengungkap bagaimana mereka harus menjalani kehidupan di sebuah dunia yang benar-benar baru. Ketika baru saja Ikal dan Arai menginjakkan kaki di Belgia, mereka terlunta-lunta di jalan dan didera cuaca dingin yang menggila yang hampir saja merengut nyawa mereka. Geger budayapun dialami oleh mereka, Ikal menemukan berbagai paradoks antara apa yang dilihatnya di Eropa dengan keadaan di tanah kelahirannya.
Dan yang paling menarik dari novel ini terdapat di mozaik 31 hingga selesai. Di bagian ini dikisahkan pertaruhan Ikal dan kawan-kawannya untuk mengelilingi Eropa pada saat liburan musim panas. Masing-masing membentuk kelompoknya sendiri-sendiri. Ikal berpasangan dengan Arai. Yang menang adalah mereka yang dapat menempuh paling banyak kota dan negara. Yang kalah harus mengurus laundry peserta lain selama tiga bulan, dan yang paling memalukan, harus menuntun sepeda secara mundur dari museum legendaris Le Leouvre ke gerbang L’Arc de Triomphe dimana di sepedanya digantungi pakaian-pakaian rombeng.
Ikal dan Arai melakukan perjalanannya sebagai backpaker. Untuk membiayai perjalanannya mereka harus rela menjadi pengamen seni, yaitu menampilkan seni patung dimana Ikal dan Arai menjadi patung dan berdandan sebagai seekor putri duyung. Perjalanan mereka penuh tantangan, ketika kehabisan uang, mereka harus makan daun-daunan mentah untuk bertahan hidup. Namun Ikal dan Arai tak pernah menyerah, mereka manusia yang hidup dalam mimpinya. Hanya berbekal impian, keberanian dan tekad untuk memenangkan taruhan, mereka akhirnya mereka mampu melakukan perjalanan ke 42 negara di Eropa, Rusia hingga menjejakkan kakinya ke Afrika!
Ketika kembali ke Paris, Ikal kembali menekuni kewajibannya sebagai mahasiswa. Ia tenggelam dalam risetnya. Berita buruk diterimanya karena Prof Turnbull, pembimbingnya akan pensiun dan pulang kampung dan bekerja di Sheffiled Inggris. Khawatir tesisnya terbengkalai, Ikal terpaksa mengikuti exchange program ke Shieffield Hallam University untuk melanjutkan risetnya dibawah bimbingan Prof Turnbull. Kini Ikal semakin dekat dengan Edensor, sebuah desa di Inggris yang selama ini hanya dibacanya di novel karya James Herriot pemberian A ling, gadis Hokian pujaan hatinya.
Novel James Herriot "If Only They Could Talk"
yang dibaca oleh Ikal, yang memuat keindahan desa Edensor
Di novel ketiganya ini Andrea tampaknya masih konsisten dengan gaya bertuturnya di dua novel terdahulunya. Kalimat-kalimatnya kerap menggunakan metafora-metafora yang mengejutkan dan mampu membuai pembacanya untuk masuk dalam kisahnya. Tak hanya kisah serunya berpetualang ke berbagai negara yang akan diperoleh pembacanya, dalam setiap kisahnya Andrea juga senantiasa menyelipkan berbagai perenungan bijak yang membuat pembacanya bergetar dalam haru, miris atau tersentuh semangatnya ketika membaca kisah-kisahnya.
Selain menyentuh pembacanya, novel ini juga menyajikan kelucuan-kelucuan yang menghibur. Walau kadar kelucuannya tak sampai membuat pembacanya tertawa-tawa seperti di novel keduanya, dalam edensor sisi humornya antara lain terdapat dalam pencarian Ikal terhadap pujaan hatinya A Ling. Untuk mencari jejak A Ling, ia mengandalkan kecanggihan Internet. Ia memasukkan nama A Ling di search engine dan menemukan nama itu berada di berbagai negara dan kota di Eropa,. Dengan modal ini maka setiap Ikal mengunjungi negara tertentu dia menyusuri alamat yang diperolehnya dari internet. Kelucuan merebak ketika ternyata nama A Ling yang diperolehnya ternyata seorang wantia tua, nama sebuah tempat, hingga nama merk obat kuat.
Bagi mereka yang suka melakukan perjalanan traveling ala backpacker , novel ini juga memberikan berbagai tips yang menarik seperti negara-negara mana yang menghargai para backpacker, fungsi baju second skin untuk mengatasi dingin, pengalaman bergaul dengan backpacker kanada, tempat-tempat tidur yang aman apakah di aman, di emper toko, di terminal, dll, termasuk cara membaca arah dengan membaca rasi bintang belantik
Dari berbagai kisah yang dimunculkan dalam buku ini, tampaknya Andrea memang sosok yang sarat pengalaman hidup dan pengetahuan, selain mampu menebar semangat dan inspirasi bagi pembacanya untuk berani mewujudkan mimpinya, di novel ketiganya ini kita akan melihat Andrea juga dengan cerdas memadukan sains, fisika, kimia, biologi, ekonomi, sastra, dan tak ketinggalan kritik-kritik sosial terhadap indonesia yang dilihatnya sebagai paradoks dari pengalamannya hidup di luar negeri. Yang tak kalah menarik adalah monolognya dengan ekonom dunia Adam Smith yang menyerang kaum monetaris yang bersekongkol mengumpulkan uang agar begara seperti Indonesia tergadai karena berhutang.
Dari ketiga karya Andrea, saya rasa novel pertamanya tetap lebih dahsyat dibanding Sang Pemimpi dan Edensor. Bukan berarti dua yang terakhir buruk, namun dalam Sang Pemimpi dan Edensor, ekplorasi karakter tokoh dan peristiwa tak sedalam Laskar Pelangi. Mungkin ini akibat gaya betutur Andrea di novel kedua dan ketiganya yang dipenggal-penggal dalam peristiwa-peristiwa yang dialaminya sehingga lebih menyerupai cerpen dengan benang merah yang kuat, yaitu mimpi Ikal dan Arai.
Namun terlepas dari perbandingan antara novel pertama, kedua, dan ketiganya. Dari tiga karya Andrea yang telah diterbitkan , ketiga-tiganya sangat berpotensi dalam memberikan letupan inspirasi bagi pembacanya untuk tidak menyerah dalam mengejar mimpi.
Semua telah kami rasakan, dalam kemenangan manis yang gilang gemilang dan kekalahan getir yang paling memalukan, tapi tak selangkah pun kami tak mundur, tak pernah. Kami jatuh, bangkit, jatuh lagi, dan bangkit lagi. (hal 277)
- Ikal -
@h_tanzil
6 comments:
memang benar edensor situ surga... lengkap tawa canda en tangis. Layak dibaca berulang
Sebuah novel yang di dalamnya penuh dengan keajaiban. Cara bertutur yang memikat, seolah-olah mengajak kita untuk terjun langsung merasakan apa yang sedang Ikal hadapi-rasakan. Dinginnya musim salju di Belanda, lelahnya dalam merayapi daratan rusia, panas dan sesaknya napas karena debu padang pasir Afrika dituliskan dengan begitu kuat, menembus mata imaji saya ke luasnya bumi. Inci demi inci luasnya bumi menjadi berarti. Ada rencana Tuhan di setiap inci bumi yang diciptakan-Nya, tidak ada yang kebetulan.
Bagi seorang pendidik terutama dalam pendidikan dasar, novel ini akan memberikan gambaran nyata bahwa seorang pendidik tidak berhak untuk memvonis masa depan seorang anak, bahwa ia akan gagal hanya karena ketika pada masa kecilnya termasuk anak yang ‘nakal’. Coba bayangkan kenakalan Ikal, mungkin tidak pernah kita bayangkan akan ada anak yang se “nakal” itu, dan ajaibnya ia dapat bea siswa ke Perancis. Mengapa hal itu bisa terjadi, apakah faktor keberuntungan atau hal lain ? yang menjadi renungan kita adalah mencari tahu hal-hal apa saja yang dapat mengantarkan Ikal untuk bermimpi dan berjuang untuk dapat meraih impiannya itu. Tingginya Impian Ikal, dahsyatnya orang yang dapat membuka pintu imaji dan mendorong Ikal untuk terjun dan berlari mengejarnya.
Saya, dulu…duluu sekali ketika masih SD, saya belajar dalam satu kelas dengan jumlah siswa sebanyak 60 orang ! dan sampai saat ini pun kita masih dapat melihat dimana siswa SD terutama SD negeri berdesak-desakkan belajar dalam 1 kelas yang di huni 30-40 orang anak ! Dengan cara mengajar yang lebih banyak ceramah dan latihan di buku paket plus PR. Tidak peduli bahwa ada anak yang bosan karena pelajarannya itu-itu saja, ada anak yang sudah “gatel” ingin bergerak, ada anak yang sudah pahit ingin mengeluarkan pendapat,sedangkan di sudut kelas yang lain ada anak yang bingung…….ups saya teh lagi belajar apa ya?..... Cara perlakuan guru yang menyama ratakan siswa-siswanya akhirnya hanya akan melahirkan anak-anak dengan potensi yang tersia-siakan. Apakah ada anak istimewa diantara mereka? Oh tentu ada, yaitu anak pintar dan anak bodoh, Anak baik dan anak nakal. Pen… hanya itu saja.
Fulan (IQ 140), ia belajar di sebuah SD yang di mana peran guru lebih dominan dengan metode belajar yang itu-itu juga. Pada hari itu ketika teman-temannya mengerutkan kening disertai lelehan keringat dingin berusaha keras untuk memecahkan soal matematika yang sedang mereka hadapi. Apa yang sedang dilakukan Fulan saat itu? Sambil cengengesan Ia sedang mengganggu teman yang duduk di depanya, ya mengganggu! Fulan merasa bosan menunggu karena ia telah menyelesaikan seluruh soal tersebut 20 menit yang lalu! Apabila hal ini terus berlangsung tidak menutup kemungkinan cap anak nakal akan disematkan padanya.
Sedangkan disudut lain, Fulanah (IQ 69) sedang membolak-balikkan lembaran soal yang sedang dihadapinya, berkali-kali ia membaca lagi soal no. 1 …uh.... harus diapain yah …. Ah aku tulis lagi soalnya aja …
Di dalam kelas dengan 20 anak dan apabila kita mau memahami lebih dalam, maka kita akan menemukan 20 karakter anak yang berbeda, dengan bakat dan cara belajar yang berbeda, begitupun dengan potensi kecerdasan mereka. Ada yang cerdas, average atau bahkan ada yang jauh di bawah rata-rata. Perlakuan guru yang menyamaratakan siswanya mudah-mudahan hanya karena sistem yang memaksa mereka seperi itu, bukan karena keterbatasan ilmu dan kekurang terlibatan mereka.
Apabila kita pernah membaca buku Totto-chan, apa yang dihadapi Ikal maupun totto chan hampir serupa, dengan potensi masing-masing dan pengalaman mendebarkan yang mereka hadapi . Coba baca lagi! Sekolah totto chan hancur lebur terbakar dan sekolah Ikal pun hancur rata dengan tanah…
okkyzak.multiply.com
jujur semenjak aku beli buku trilogi laskar pelangi istri jadi hobby baca buku dan dia sekarang sedang menunggu kapan maryamah karvov akan terbit..kami sekuluarga menantikanya.
yang membuat saya bertanya-tanya adalah "kenapa pula ikal mencari A ling hingga ke Afrika" - (saya belum baca laskar pelangi, yang saya baca baru sang pemimpi dan edensor). Kenapa tidak tanyakan ke Nurmala atau buat iklan di media Nasional...dicari A ling, Temanku dari BElitong... besar-besar !
cintaxa Ikal ke A Ling tyt besar bgt y?? Sampe dicari ke seluruh Eropa n separo Afrika. Yg paling bikin q takjub sebenerxa adalah karma2 yg diterima Ikal dan Arai dr perbuatan mereka di novel ke-2 "Sang Pemimpi". Mereka berakting sebagai ibu dan anak ikan duyung karena bersembunyi di peti bersama Jimbron dan waktu peristiwa "Amiiiiiiiin..... miiiiin.... miiiin" by Arai yang kocak bgt. Kualat sama Taikong Hamim. Imamx pahlawan Afghanistan gy! Tyt karma ntu bener2 ada. Terus waktu Ikal bertemu dg Andrea, wanita yg namax diadaptasi Ikal ketika Ayahxa kehabisan nama untukxa. Juga ketika bertemu dengan Daria Werbowy, model super duper cantik yg dulu hanya ada dalam khayalanx. AjAiB yah! Arai juga. Cintax k Zakiah Nurmala n Jim Morrison emang tiada banding. Keren de.... Perasaan ke(4)"x keren semua. Dari pada Laskar Pelangi q suka yang ini. Menurutq d Laskar Pelangi terlalu banyak ilustrasi dan pendalaman karakter. Justru bikin saia bingung. Tp semuanya menginpirasi saia. Sampai emosi.... Hehe,... GBU. Just Keep In Touch: Sheilanda : )
Edensor, istrix Mr. Turnbull membawa keajaiban.
thx resensinya.. aq baca novel inggrisnya buat tugas bahasa inggris. saya terbantu dgn resensinya =)
Post a Comment