Judul : Para Penngila Buku - Seratus Catatan di Balik Buku
Penulis : Diana AV.Sasa & Muhidin M. Dahlan
Penerbit : i: boekoe (indonesia Buku)
Cetakan : 2009
Tebal : Hardcover, 667 hlm ; 24 cm
Sadarkah kita jika buku ternyata tak sekedar berbicara tentang apa yang terkandung di dalamnya. Dunia buku ternyata begitu luas dan kaya, bagaikan sebuah mata air yang tak pernah kering, kisah-kisah dibalik dunia buku selalu mengalir, memberikan kesegaran, dan memberi inspirasi baru bagi mereka yang selalu haus akan buku dalam hidup mereka. Namun kisah-kisah dibalik dunia buku itu harus dicari, ditelisik, diwartakan, agar semua penggila buku tahu bahwa dunia yang mereka geluti setiap harinya itu ternyata memiliki banyak kisah yang menarik dan tak terduga.
Muhidin M Dahlan dan Diana AV Sasa, adalah sedikit diantara para penggila buku yang mau berjerih lelah mencari kisah-kisah luar biasa dibalik buku. Muhidin yang kerap disapa Gus Muh adalah novelis, essais, kerani i:boekoe (Indonsia buku) yang hingga kini telah memiliki 3000-an buku di kamarnya. Sedangkan Diana AV Sasa adalah, aktivis buku yang juga kerap menulis essai tentang dunia buku di Koran Jawa Pos. Duo penggila buku inilah yang akhirnya memproklamirkan kegilaannya akan buku dengan membuat 100 catatan di balik buku dan membukukannya ke dalam sebuah buku dengan cover bersampul tebal yang kokoh dan menarik.
Selama kurang lebih tujuh bulan, dengan modal beberapa catatan yang sudah pernah mereka buat baik untuk konsumsi dunia cyber maupun media cetak, akhirnya mereka berhasil mengumpulkan dan menulis 98 catatan tentang dunia buku, dan 2 catatan tentang profil mereka masing-masing. Ke 100 catatan itu dibaginya dalam delapan bagian besar yaitu : Kisah Buku, Klub Buku, Musuh Buku, Guru Buku, Revolusi Buku, Film Buku, Rumah Buku, dan Tokoh Buku.
Dari delapan bagian besar tersebut kita akan mengetahui bagaimana ternyata sejarah perbudakan Indonesia itu berawal dari skandal buku, lalu bagaimana di zaman demokrasi terpimpin politik menjadi panglima buku sehingga pameran-pameran buku di zaman itu dijadikan arena adu ideologi baik melalui buku-buku yang dipamerkan maupun melalui poster-poster yang terdapat di stand-stand yang tersedia. Kebalikan dari itu kita juga akan diajak mencermati bagaimana di tahun 2000 an tema syahwat begitu dominan dan menjadi salah satu pentas menarik dalam perbukuan di Indonesia.
Kecintaan seseorang akan membaca juga membuat para pembaca buku berusaha mencari komunitas-komunitas buku, maka lahirlah Klub-Klub Buku. Di kota Zurich, Switzerland, ada Klub Baca James Joyce yang setiap pekannya dengan tekun membaca dan mendiskusikan novel bantal ‘Ullyses’ kalimat perkalimat, selama 3 tahun!. Jika kita terkagum-kagum dengan kebesaran koleksi perpusatakaan Harvard, maka buku ini mengajak kita berkenalan dengan George Parker Winship, pendiri klub buku Harvard Fine Arts 5e. Ia mengajarkan bagaimana memiliki dan menghasilkan buku-buku bagus. Melatih kepekaan selera anggotanya untuk membeli buku dari sisi kelangkaan dan keindahannnya, menjadikan koleksi buku sebagai sebuah aktivitas berkelas sehingga akhirnya anggota klub ini dapat dengan cemerlang memahami latar belakang sejarah dan kondisi zaman ketika sebuah buku diterbitkan.
Di bagian Musuh Buku kita akan diajak melihat bagaimana kekuatan api dan tiran bahu membahu untuk menghancurkan buku yang tidak disukai oleh rezim tertentu dari zaman ke zaman, yang paling tua adalah perpustakaan Alexandria yang hancur lebur dimakan api pada 640 SM. Ada banyak versi kisah yang menyatakan siapa sebenarnya pembakar perpustakaan ini dan hingga kini masih diperdebatkan. Terlepas dari siapa pelakunya, peristiwa pembakaran Perpustakaan Alexandria adalah sebuah peristiwa penghilangan bukti sejarah terbesar yang pernah ada. Pembakaran buku oleh rezim tertentu tampaknya telah menjadi budaya bagi orang-orang yang ingin melanggengkan tirani. Mereka menganggap buku sebagai sebuah ancaman.
Membaca erat kaitannya dengan menulis buku, para pembaca akut biasanya memiliki keinginan untuk menulis buku sehingga namanya tertoreh di cover depan buku karyanya. Karenanya buku ini membahas beberapa buku yang berhubungan dengan proses membaca dan menulis , mulai dari karya klasik Arswendo, “Mengarang Itu Gampang” hingga buku-buku terbaru seperti Quantum Reading, Quantum Writing, Speed Reading, Chicken Soup for The Writer Soul, dan lain-lain yang semuanya mengetengahkan bagaiman membaca dan menulis adalah dua hal yang saling bersisian dan bisa dipelajari lewat berbagai buku sehingga siapapun bisa melakukannya.
Di bagian Revolusi Buku muncul beberapa tulisan menarik, antara lain bahasan bahwa di era cyber ini buku telah mengalami revolusi, kehadirannya tak hanya berupa teks yang dicetak diatas kertas, namun telah berevolusi menjadi serba elektrik, sehingga lahirlah audio book dan e-paper. Tak hanya bentuk buku yang berevolusi jalur-jalur pendistribusian buku pun ikut berubah, ada toko buku onlen, perpustakaan onlen, Print on Demand, dan lainnya. Jika buku berevolusi, penulis resensipun ikut berrevolusi, mereka kini tak hanya berlomba menulis agar dimuat di media cetak, kini para peresensi memiliki lahan baru untuk membagikan apa yang telah mereka baca secara jujur dan apa adanya, merekalah yang disebut dengan Bloger Buku.
Ternyata kisah dalam sebuah buku tak hanya dapat dibaca, banyak film-film yang menjadikan buku sebagai latar cerita. Buku ini mencatat dan memberikan resensi 7 buah film yang merupakan adaptasi dari sebuah buku, mulai dari Fahrenheti 451, Il Postino, Finding Forester, Quills hingga film Indonesia, Gie. Selain film buku penulis juga menyertakan 18 catatan mengenai Rumah Buku, yaitu perpustakaan. Berbagai kisah kelam tentang kondisi perpustakaan di Indonesia akan terungkap termasuk nasib perpustakaan di kampung halaman SBY yang dikenal sebagai presiden yang gemar sekali membaca.
Sebagai penutup buku ini mencatat pula tentang para penggila buku buku baik dari mancanegara maupun tokoh buku Indonesia. Bukan hanya tokoh-tokoh besar di dunia buku seperti Antonio Magliabechi yang hidup dan mati demi buku, atau konributor kamus Oxford, William Chester Minor yang ternyata seorang gila, namun ada juga kisah Blumberg, si bandit buku, dimana ia berhasil mencuri 23.600 buku dari 268 perpustakaan di 45 negara bagian, 2 propinsi di Kanada dan Colombia. Jika dinilai dengan uang, maka hal tersebut setara dengan $20 juta ! Lalu ada juga kisah Frank J. Hogan yang uangnya ludes karena terus membeli sejumlah buku. Karena hasratnya untuk membeli buku tak pernah reda ia rela berhutang ke bank demi memperoleh buku.
Sedangkan untuk penggila buku tanah air, kita akan diajak berkenalan dengan Bung Hatta, Harry Kunto, Oie Hiem whie, Taufik Rahzen, Kiswanti, Dauzan Farouk, Pramoedya AT, Omi Intan Naomi yang begitu mencintai dan mengerti akan arti sebuah buku dalam hidupnya. Mereka berdiam di balik buku itu menyimpan banayak rahasia besar akan cita-cita kebesaran sebuah bangsa.
Selain semua hal diatas, diantara rimbunan catatan dalam buku ini satu hal yang menarik bagi saya adalah munculnya ide-ide gila dari penulisnya untuk memajukan dunia buku tanah air, misalnya ide Kantor Pos sebagai jalur distribusi buku, TV Buku, Kapal Buku, dll. Tentunya hal ini bukan sekedar angan-angan karena penulis juga menyertakan argumennya bahwa semua itu sangat mungkin dilakukan.
D
emikianlah apa yang terdapat dalam buku ini, saking banyaknya catatan yang terdapat dalam buku ini, tampaknya bukan pada tempatnya saya untuk membahasnya satu persatu secara detail. Namun walau kedua penulisnya telah merawi 100 catatan mengenai dunia buku, masih saja ada yang luput dari pengamatan mereka misalnya tentang dunia resensi buku, majalah buku, dan buku-buku yang dilarang. Jika semua hal tersebut muncul akan semakin lengkaplah isi dari buku ini. Beberapa kesalahan data dan kesalahan cetak juga terdapat dalam buku ini, hal tersebut semakin meyakinkan saya bahwa buku-buku terbitan i:boekoe memang lemah dalam hal editing. Semoga ke depan hal ini bisa lebih dicermati.
Akhir kata dengan membaca buku yang ditulis dengan kalimat-kalimat yang renyah dan enak dibaca oleh dua orang penggila buku ini kita akan diajak melihat semua pernak-pernik dalam dunia buku, wawasan kita akan terbuka bahwa dunia di balik buku itu begitu luas dan kaya, buku menyimpan berbagai kisah menarik yang tak habis-habisnya untuk diceritakan.
Selain itu jika kita mencermatinya lebih dalam lagi ternyata apa yang terdapat dalam buku ini juga menyimpan catatan penting tentang dunia perbukuan tanah air sehingga buku ini sangat layak dikoleksi dan dimiliki oleh para praktisi dan pemerhati dunia buku Indonesia.
Buku yang dikemas dengan kokoh, bersampul tebal, desain cover yang menarik dan dicetak secara terbatas dengan system POD (Print on Demand) ini memang membuat buku ini menjadi relatif mahal. Perlu dua lembar uang bergambar Soekarno-Hatta agar bisa memiliki buku ini. Mengapa demikian mahal ? Tentunya penerbit memiliki alasan sendiri dalam hal ini. Yang pasti penjualan buku-buku terbitan I; boekoe (Indonesia Buku) rencananya akan disumbangkan untuk pembangunan sejumlah taman bacaan. Salah satu yang sudah terealisasi adalah tama bacaan di Pacitan yang akan dibuka pada bulan Juli nanti.
@h_tanzil
7 comments:
Om Her, jadi gimana dong kalau saya mau cari buku ini? Di Bali lagi >_<
BUKU INI DICETAK TERBATAS. TERTARIK? BEGINI CARA PEMESANANNYA:
1. Bagi yang tinggal di Jogjakarta bisa datang sendiri ke kios buku Gelaran Ibuku yang beralamat sama dengan Indonesia Buku.
2. Bagi yang memesan via ponsel 0888-6854-721 (MBAK NURUL HIDAYAH) dan/atau surel (iboekoe@gmail.com), mohon menyebutkan judul dan jumlah eksemplar yang diinginkan. Buku langsung dikirim ke alamat pemesan jika pembayaran sudah ditransfer ke rekening Indonesia Buku.
3. Rekening I:BOEKOE: BCA 4450813791 atau BNI 0116544928 atas nama Nurul Hidayah.
emngx gk cpek ya mz nulis segitu banyaknya????? http://home-febri.blogspot.com Mampir ya kang>>>>......
mas tanzil, boleh ya resensi buku ini aku copy ke bloku, tentu dengan sumber dan nama penulis tetap mas tanzil. ini alamat blog saya momsbooksclub.blogspot.com
@YUDI :
Untuk sementara jangan dulu mas, soalnya lagi sy coba masukkan ke koran.
Pantas aja buku ini ngga ada di toko ya.. tapi kok di toko online atau milis buku juga ngga ada promosinya ya (cara membeli).. memang ngga dimaksudkan untuk diedarkan secara luas ya? kenapa ya, lebih menguntungkankah cara begitu?
Ok mas...saya hold dulu, tapi nanti info-info ya jika sudah boleh... tks
Post a Comment