Thursday, May 19, 2011

Saga no Gabai Bachan

[No. 259]
Judul : Saga No Gabai Bachan (Nenek Hebat dari Saga)
Penulis : Yosichi Shimada
Koord. Penerjemah : Mikihiro Moriyama
Penerjemah : Indah S. Pratidina
Penerbit : Kansha Books
Cetakan : I, April 2011
Tebal : 245 hlm

“Kebahagiaan itu bukanlah sesuatu yang ditentukan oleh uang. Kebahagiaan itu adalah sesuatu yang ditentukan oleh diri kita sendiri, oleh hati kita.”

Demikianlah kira-kira inti dari buku ini. Buku kecil yang bersahaja ini merupakan kisah nyata dari penggalan kehidupan penulisnya, Akihiro Tokunaga atau kini dikenal dengan nama Yosichi Shimada (61 thn) selama ia tinggal bersama neneknya di kota kecil Saga setelah Hiroshima dijatuhi bom atom oleh sekutu.

Paska pemboman Hiroshima dan Nagasaki perekonomian Jepang hancur , sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar rakyatnya. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Tokunaga, apalagi tak lama setelah Tokunaga lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom. Karena merasa tak sanggup untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima maka oleh ibunya Tokunaga dititipkan pada neneknya di kota Saga.

Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang, Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Tokunaga di Hiroshima memang sulit, kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya menjadi nyaman, bersama neneknya ia malah harus hidup lebih miskin lagi dibanding ketika ia bersama ibunya di Hiroshima. Secara materi memang Tokunaga menjadi semakin miskin namun sikap hidup, pandangan, dan perilaku neneknya yang bersahaja ternyata membuat hidupnya menjadi kaya akan berbagai pengalaman hidup yang kelak akan membuatnya kaya dan bahagia secara batiniah.

Kehidupan Tokunaga bersama neneknya memang sangat-sangat sederhana bahkan bisa dikatakan sangat miskin. Neneknya hanyalah seorang petugas kebersihan di sebuah universitas di Saga. Jadi untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya nenek Osana hanya mengandalkan gajinya yang kecil dan uang bulanan kiriman anaknya yang pas-pasan.

Namun walau hidup miskin bukan berarti Nenek Osana menyerah pada keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama Tokunaga ia menjalani hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi dia kebahagiaan bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osana menerima kenyataan hidup bahwa ia hidup dalam kemiskininan, tapi ia tak mau bersedih dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan Nenek Osano mengatakan pada Tokunaga bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin ceria.

“Ada dua jalan buat orang miskin. Miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin yang ceria. Selain itu karena bukan baru-baru ini saja menjadi miskin, kita tidak perlu cemas. Tetaplah percaya diri. Keluarga kita memang turun-temurun miskin.”

Demikianlah kehidupan Nenek Osano, walau hidup miskin tapi dia tidak pernah membiarkan dirinya dikalahkan keadaan melainkan selalu tampak bahagia

Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan Nenek Osano memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya. Ketika berangkat kerja Nenek Osano tanpa malu sengaja mengikatkan sebuah tali di pinggangnya dimana di ujungnya terdapat sebuah magnet yang menyapu tiap jalan yang dilaluinya. Dengan cara itu ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan untuk dikumpulkan dan dijual kembali. Ketika Tokunaga menanyakan hal ini pada neneknya, Neneknya menjawab dengan lugas.

“Sungguh sayang kalau kita sekedar berjalan. Padahal kalau kita berjalan sambil menarik magnet, lihat, begini menguntungkannya, kalau kita jual, sampah logam lumayan tinggi harganya. Benda yang jatuh pun kalau kita sia-siakan, bisa dapat tulah.” (hal 42)

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan makanan tiap harinya nenek memanfaatkan sungai yang mengalir di depan rumahnya. Setiap hari ia mengumpulkan ranting2 yang terseret arus sungai, ranting-ranting itu kemudian dijemur dan dijadikan kayu bakar. Selain itu sungai itu pula selalu membawa sayur-sayuran dan buah-buahan yang dibuang penjualnya karena tidak laku. Sayur-sayuran dan buah-buahan itu diambil oleh Nenek Osana, dicuci dan dimasak. Dengan begitu sebagaian besar makanan yang ada di rumah Nenek merupakan hasil perolehan dari sungai. Dengan bercanda Nenek Osana menyebut sungai tersebut sebagai supermarket dengan pelayanan ekstra karena langsung diantar ke rumahnya tanpa biaya. J

Jenis sayur dan buah-buahan yg mengalir di sungai tak selalu sama, karenanya alih-alih melihat buku resep untuk mencari ide lauk santapan, Nenek akan menengok ke sungai dan berkata “Hari ini lauknya apa ya?”. Kemudian barulah ia menentukan menu. Namun demikian kadang sungai itu tak mengalirkan apapun selain ranting-ranting, jika demikian Nenek Osana tetap optimis dan mengatakan bahwa “Hari ini supermarket libur”.

Bagi Nenek Osana kehidupan yang dialaminya adalah anugerah yang harus dijalaninya dan tanpa ragu ia berkata bahwa “Hidup itu selalu menarik. Daripada hanya pasrah, selalu coba cari jalan”

Walau hidup miskin Nenek Osana juga selalu berusaha berbuat kebaikan tanpa harus digembar-gemborkan atau diketahui oleh si penerima kebaikan karena baginya “ Kebaikan sejati dan tulus adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan.

Hal-hal seperti inilah yang dilihat dan dialami oleh Tokunaga selama ia tinggal bersama neneknya. Bagi Tokunaga ini adalah kesempatan berharga dimana dia bisa memiliki pengalaman yang luar biasa untuk menjalani hari-hari bersama neneknya yang sangat menyenangkan walau kemiskinan membelit hidup mereka.

Pengalaman hidup Tokunaga bersama nenek Osana ini juga membuat dirinya tergerak untuk menuliskannya dalam sebuah buku agar semua orang tahu tentang cara hidup dan pangangan hidup neneknya. Dalam bukunya ini Tokunaga menulis kisah kehidupan yang dialaminya selama ia tinggal bersama neneknya semenjak SD hingga SMA. Ada 17 kisah menarik dan inspiratif dalam buku ini mulai dari kisah perjalanan pertamanya ke Saga hingga akhirnya ia lulus SMA dan harus memilih antara tinggal bersama neneknya di Saga atau mengejar mimpi-mimpinya di Hiroshima.

Sebagai bonus di lembar-lembar terakhir, buku ini juga menyertakan kutipan-kutipan Nenek Osana yang berasal dari isi buku ini. Halaman ini oleh penerbit diberi judul "Tips Hidup yang Menyenangkan dari Nenek yang membesarkan Yosichi Shimada : Nenek Osano!"

Sama seperti kesederhanaan nenek Osana , kesemua kisahnya ini ditulis dalam kalimat-kalimat yang sederhana dan mudah dipahami oleh siapa saja sehingga buku ini memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi sekaligus membuat kita tersenyum, terenyuh, dan yang pasti kisahnya yang inspiratif ini dapat memberi makna yang dalam bagi pembacanya dalam hal memaknai nilai-nilai kesederhanaan.

Buku Saga no Gabai Bachan ini terbit untuk pertama kalinya di Jepang pada tahun 2001. Kemudian penulisnya juga mengadakan pertunjukkan drama dengan tema pandangan hidup Nenek Osana di seluruh Jepang. Dengan demikian buku ini menjadi semakin terkenal, apalagi dengan kemunculan penulisnya di Asahi TV dlm progam “Tetsuka no Heya” (Kamar Tetsuko) yg dipandu oleh Testuko Kuroyanagi (penulis Toto Chan: Gadis Cilik di Jendela)

Setelah mengenalkan buku Saga no Gabai Bachan di acara Tetsuko no Heya pesanan buku ini di toko-toko buku langsung membludak sehingga kurang dari satu tahun buku ini telah terjual 100.000 eks di Jepang. Bahkan kini kisah Nenek Hebat dari Saga ini diadaptasi dalam bentuk film layar lebar, game, maupun manga.





Poster Film Saga no Gabai Bachan




Di Indonesia sendiri buku ini yang diterjemahkan langsung dari Bahasa Jepang oleh Indah S. Pratidina dan dimentori oleh Prof. Mikihiro Moriyama (profesor pada bidang kajian Indonesia di Departemen Asian, Fakultas Studi Luar Negeri, Universitas Nanzan, Jepang) terbit pada bulan April 2011 ini kabarnya mendapat respon yang positif dari pembacanya, hal ini terbukti dengan dilakukannya cetak ulang novel ini pada Mei 2011, tepat satu bulan setelah cetakan pertama buku ini terbit.

Seistimewa apa sih buku ini? Silahkan dibaca sendiri saja dan semoga dengan membacanya kita akan mendapatkan seperti apa yang dikatakan motivator terkenal Arvan Pradiansyah dalam endosrmentnya di buku ini

“Novel ini seru, kaya nuansa (bikin terenyuh. Lucu, mengharukan), mampu mengaduk-ngaduk emsoi pembaca dan yang pasti akan membangkitkan kebahagiaan”

@htanzil

18 comments:

riana said...

lompat dari blog ferina, si lemari buku, salam kenal..sepertinya buku ini menarik *siap menuju gramed* :)

htanzil said...

@Riana: makasih sudah mampir... :) keep reading & writing ya!

Review Buku said...

Setelah Totto Chan dan Botchan, akhirnya saya mendapati buku inspiratif dari negeri sakura dari blog ini. Saya berharap bisa membacanya suatu saat. Pak Tanzil, pada awalnya saya adalah blogger yang menulis tentang apa saja di blog saya. Akan tetapi saya belakangan merasa bahwa saya telah kehilangan sebagian besar minat baca saya. Saya sudah lama mengenal blog anda ini, tapi ketika saya tidak lagi mendapatkan kenikmatan dalam membaca, saya kembali menyambangi blog anda dan demi melihat konsistensi anda dalam membaca dan menulis resensinya, saya merasa bahwa saya harus membuat sebuah blog review buku seperti milik pak Tanzil sehingga saya bisa memaksa diri saya agar terus membaca. Saya pun membuatnya di http://hurufbuku.blogspot.com dan menuliskan review pertama saya hari ini. Saya memasang link blog pak Tanzil di blog saya. Dan juga blog - blog yang pak Tanzil link di blog pak Tanzil. Saya berharap saya bisa berada dalam lingkaran pembaca buku dan penulis review. Karena itu mohon pak Tanzil berkenan menambahkan link ke blog review buku saya di http://hurufbuku.blogspot.com
Mudah - mudahan saya tidak menjadi mantan pembaca. Mohon pak Tanzil berkunjung ke blog saya. Terima kasih

htanzil said...

Terima kasih buat apresiasinya. Senang sekali jk blog sederhana ini bs bermanfaat.

Sy baru saja mampir ke blog Anda! Sip. teruslah membaca dan menulis dan dapatkan manfaatnya dari kedua hal tsb.

Keep reading and writing!

Astrid said...

ijin ngelink blognya yaaa =) sepertinya novel ini bagus ya, inspirasional banget =)

Review Buku said...

Terima kasih sudah me-LINK balik pak Tanzil. Mohon untuk mem-FOLLOW balik ya. Terima kasih. Saya selalu tunggu reviewnya

UII Fans said...

Artikel yang menarik..
Makasih infonya..
Salam...:)

Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
http://fis.uii.ac.id/

xamthone plus said...

salam kenal ya...
pecinta buku juga nih...

Warung Ngruki said...

Sungguh..

Bantal Buku said...

Review yang bagus. Saya jadi tergiur untuk membeli buku ini. Setelah membaca Botchan saya langsung tertarik dengan buku-buku asal Jepang. Kalau ada buku asal Jepang yang baru release, tolong review lagi ya... haha..

salam kenal,
Rhea

Audi Maulidina said...

sepintas membuat saya teringat pada totto-chan .totto-chan sendiri adalah buku favorit saya sepanjang masa ,dan sepertinya buku dari jepang yang berlatar situasi pada PD 2 bagus bagus ya ..
terimakasih reviewnya :)

Michimaru said...

kk review buku saga no gabai bachan boleh aku pasang di blogku ga ??
creditnya ke blog ini..?

htanzil said...

@michimaru : boleh, silahkan, senang jika review ini bisa bermanfaat dan semoga semakin bnyk orang yg akhirnya membaca buku ini dan terinspirasi.

HUD AIKARA said...

ingin sekali aku membacanya...

Sutomo said...

Pertama saya baca resensi ini di harian pagi Padang Ekspres edisi Minggu (4/9/2011) yang terbit di Padang. Saya langsung tertarik, segera ke toko buku, tapi tidak menemukannya. Di Gramedia Padang kosong dg alasan di reture. Di Toko Buku Sari Anggrek Padang jg kosong. Saya masih terus berupaya beli, mungkin via online...

Anonymous said...

tau yg jual filmnya dimana ga?

BukuMurah.net said...

novelnya emang sangat bagus. tapi soal difilmkan, saya baru tau. ada link donlotnya ga? hehe

Mama Davinesh said...

Bukunya bagus baget, saya mengajak anak saya juga untuk membacanya. Kalimatnya tidak mendayu-dayu khas novel2 Jepang yang lain. Tapi selalu penuh makna dan banyak semangat yang bisa kita tangkap dalam novel ini.