Thursday, August 11, 2011

100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung

No. 266
Judul : 100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung
Penulis : Harastoeti DH
Penerbit : CSS Publishing
Cetakan : 2011
Tebal : 267 hlm

Bandung adalah kota yang memiliki banyak wajah, selain dikenal sebagai kota wisata belanja fashion dan kuliner, Bandung juga dikenal sebagai salah satu kota yang memiliki banyak bangunan-bangunan tua yang memiliki kekhasan arsitekturnya.

Adanya rencana dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda untuk menjadikan Bandung sebagai pusat komando militer sekaligus ibukota Hindia Belanda membuat pemerintah Gemeente Bandung pada tahun 1918-1920 melengkapi dan memercantik kota ini dengan berbagai fasilitas penting seperti pusat militer, gedung pemerintahan, penjara, dll yang dibangun oleh para arsitek kenamaan Eropa sehingga Bandung memiliki wajah Eropa dan di masa itu dikenal sebagai Parijs van Java, julukan yang masih terus melekat hingga kini.

Ada ratusan bangunan-bangunan tua di kota Bandung yang merupakan warisan pemerintahan kolonial Hindia Belanda, sayangnya karena ketidakpedulian para pemilik bangunan dan keinginan untuk menjadikan lahan tempat bangunan-bangunan tua itu berdiri sebagai tempat komersil membuat satu persatu bangunan tua yang memiliki nilai sejarah dan aristektur yang unik itu dirombak sehingga kehilangan wajah aslinya, bahkan beberapa sudah hilang dirubuhkan dan diganti dengan bangunan-bangunan komersil modern.

Untungnya sebelum semakin banyak bangunan tua yang hilang, pemerintah daerah kota Bandung menerbitkan Perda No. 19 tahun 2009 tentang pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung. Perda tersebut antara lain berisi daftar 100 bangungan cagar budaya di kota Bandung yang harus dilestarikan.

Terdorong oleh kepedulian keberadaan bangunan-bangunan tua di kota Bandung disertai keinginan untuk mensosialisasikan Perda tersebut, Bandung Heritage, sebuah paguyuban pelestarian budaya Bandung yang didirikan oleh sekelompok orang yang bertekad melestarikan gedung-gedung di Bandung , lingkungan, serta budayanya menerbitkan sebuah buku berjudul 100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung yang ditulis oleh Harastoeti DS, ketua Bandung Heritage, yang mengambil gelar S-1 dan S-2 di ITB jurusan Arsitektur, dimana pada program S-3 secara khusus menspesialisasikan dirinya dalam bidang Konservasi Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya.

Dalam buku ini terdapat 100 buah foto-foto berwarna terkini dari 100 bangunan cagar budaya sesuai dengan Perda No. 19/2009. Namun sebelumnya pembaca diajak untuk terlebih dahulu menyimak sejarah singkat kota Bandung, pengertian, prinsip konservasi, kriteria konservasi di Indonesia, Inggris, Belanda, dan Amerika, serta pembagian kawasan dan sub kawasan kota Bandung.

Di bagian akhir yang berisi foto-foto yang merupakan halaman yang paling mendominasi buku ini, pembaca diajak menyusuri bangunan-bangunan tua di Bandung berdasarkan pembagian 6 kawasan yang ditetapkan dalam Perda No. 19/2009 (pusat kota, pecinan/perdagangan, pertahanan & keamanan militer, etnik sunda, perumahan villa dan non villa, dan kawasan industri) yang dimulai dari gedung BMC (Bandoengche Melk Centrale) di jalan Aceh hingga Kelenteng Perempuan di jalan Cibadak yang semuanya disertati dengan deskripsi singkat berisi tahun berdiri, siapa yang membangun, peruntukan gedung dari awal hingga kini, keunikan arsitektur, dan kondisi bangunan saat ini.

Ada beberapa hal menarik yang terungkap dalam buku ini seperti gedung Gedung Pensil yang dibangun pada tahun 1918 di kawasan Simpang Lima Bandung yang memiliki keunikan atap bangunan yang bentuknya bundar dan lancip seperti pensil yang telah diraut.



Gedung Pensil






Lalu ada pula bangunan tertua diantara 100 bangunan cagar budaya di Bandung yaitu gedung yang kini digunakan sebagai markas besar Polwiltabes Bandung di Jl. Merdeka yang didirikan pada tahun 1866. Gedung bergaya Empire Style ini bagian luarnya masih asli hanya bagian dalamnya saja yang telah berubah sejalan dengan perubahan fungsinya.

Gedung ini pernah dipergunakan sebagai sekolah yang dikenal dengan sebutan Sekolah Radja yang siswanya terdiri kaum Priyayi Pasundan dan keluarga Bupati. Sekolah ini mempunyai arti penting dari sejarah dunia pendidikan di tanah Sunda karena Ia menjadi ‘ibu’ dari sekolah pribumi yang kelak bermunculan.

Gedung ini juga pernah dikunjungi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Limburg Stirum, dan Raja Siam (Thailand) Paraminda Chulalongkorn.


Sebutan Bandung sebagai Parijs van Java rupanya bukan slogan belaka, salah satu buktinya adalah sebuah bangunan di jalan Braga yang pernah dipakai sebagai toko mode (fashion) Aubon Marche yang pada tahun 1913-1940an menjual pakaian dengan model paling mutakhir yang didatangkan langsung dari Paris - Prancis. Sayangnya toko legendaris yang sempat menjadi trend setter fashion masyarakat Eropa di Bandung yang kini dimiliki Kimia Farma itu dalam kondisi yang menyedihkan karena tidak terawat dengan baik




Aubon Marche,

bekas toko fashion terkenal






Untuk bangunan hotel, yang termasuk dalam bangunan cagar budaya adalah Hotel Homan, hotel dengan gaya arsitektur Art Deco yang menjadi trade mark hotel yang pernah dikunjungi oleh tamu-tamu penting mulai dari aktor legendaris Charlie Chaplin (1927, 1932) Perdana Menteri Prancis George Clemencau (1921), hingga Bung Karno dan para pemimpin-pemimpin dunia saat Konferensi Asia Afrika 1955.







Hotel Savoy Homan







Tak ketinggalan tentunya ikon Kota Bandung, Gedung Sate yang dibangun pada tahun 1920 oleh J. Geeber seorang arsitek Belanda yang pernah tinggal lama di Thailand. Arsitektur gedung ini merupakan percampuran dari gaya Moor, gaya Oriental (Indonesia dan Thailand). Biaya tahap pertama yang dikeluarkan untuk membangun gedung ini mencapai 6 juta gulden. Angka 6 ini kemudian ditetapkan menjadi elemen ujung puncak bangunan seperti tusuk sate dengan enam butir ‘sate’nya sebagai simbol biaya yang dikeluarkan untuk membangun gedung itu. Karena di mata orang pribumi bentuknya seperti sate maka gedung ini dinamai GEDUNG SATE.





Gedung Sate








Buku yang disusun selama 2 tahun melalui riset yang mendalam ini tampaknya sangat layak untuk dikoleksi baik oleh warga Bandung, pecinta sejarah lokal, para arsitektur , dsb ini tersaji dengan sangat menarik dan informatif. Buku dengan ukuran memanjang ini tersedia dalam dua versi (Hard Cover dan Soft Cover) dan dicetak di atas kertas art paper mengkilap (glossy) yang memungkinkan penyajian foto-foto berwarna yang prima.

Di buku ini kita akan diajak mengenal wajah Bandung tempo dulu yang dibangun dengan cita rasa arsitek-arsitek Eropa di paruh pertama abad ke dua puluh dengan atap sirap, streamline (garis lengkung) yang merupakan ciri khas gaya Art Deco, penggunaan kolom kembar, dan berbagai ornamen unik di tiap bangunannya . Kesemuanya itu tergambar jelas lewat foto-foto bewarnanya. Sebagai pelengkap buku ini juga menyajikan peta kawasan 100 bangunan Perda

Sayangnya foto-foto yang terdapat dalam buku ini hanyalah foto bangunan di masa kini, alangkah baiknya kalau disertakan juga foto bangunan-bangunan tersebut di masa lampau sehingga pembaca bisa membandingkan kondisi bangunan di masa lampau dengan keadaannya sekarang. Dan yang cukup mengganggu adalah adanya Kesalahan typo yang cukup banyak sehingga mengurangi kenikmatan membacanya.

Selain itu sesuai dengan salah satu tujuan buku ini yaitu untuk mensosialisasi Perda No. 19/2009 ttg Bangunan Cagar Budaya alangkah baiknya isi dari Perda itu sendiri dimuat dalam buku ini sebagai lampiran sehingga pembaca dapat mengetahui isi lengkap dari Perda tersebut.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, buku ini akan sangat bermanfaat sekali bagi masyarakat Bandung khususnya mengenai keberadaan bangunan-bangunan tua di Bandung yang diperkirakan mencapai 1000 buah ini. Dengan terbitnya buku ini seperti yang diharapkan oleh penulisnya, semoga buku ini dapat membuka mata seluruh lapisan masyarakat, pemerintah maupun orang awam bahwa kota Bandung ini sangat kaya dengan peninggalan budaya berupa bangunan-bangunan yang tergolong langka dan memiliki nilai tinggi.

@htanzil

Ket:

Untuk memperoleh buku ini silahkan menghubungi Sekretariat Bandung Heritage di jl. RE. Martadinata (Riau) No. 209 Bandung. Phone 022-7234661 CP : Pak Koko

21 comments:

Fanda said...

Wow, gak rugi ya beli buku ini. Foto2 yang ada di review ini juga diambil (scan) dari bukunya?

Iya, sayang gak ada foto jadulnya. Padahal asyik juga melihat gedung2 tua itu dulunya gimana, sekarang jadi gimana.

htanzil said...

iya, foto2 itu ku scan langsung dari bukunya. oya di buku itu aku baru tau ternyata di gedung tua milik PJKA ada perpustakaan bawah tanahnya, tapi kondisinya menyedihkan.

astrid said...

ihh aku pengen deh buku ini. mama dan adikku yg sama2 arsitek di bandung pasti suka deeeh =) btw aku suka sedih liat kampung halamanku ini nih, terutama kalo lewat jalan braga (yg bangunannya jadi campur aduk gak jelas) sama dago (yang banyak bangunan kunonya jd FO). hiks. tapi aku tetep cinta bandung!!!!! =)

mei said...

jadi kangen bandung jaman dulu, thn 90an sy 6 thn di bandung... masa2 terindah! wkt itu blm ada FO dan msh bisa jalan kaki di trotoar dago tanpa gangguan warung pinggir jalan...

htanzil said...

@astrid & @Mei : iya sekarang Bandung dikepung Mall dan FO, makanya kita harus dukung pelestarian bangunan2 bersejarah di Bandung.

Smg buku ini bisa menggugah semua pihak di Bandung untuk bisa menjaga warisan budaya masa lampau di Bandung ya, dan biar Bandung kembali nyaman seperti sebelum diserbu mall, FO yg bikin macet.. :)

Nigar Pandrianto said...

Resensi yang bagus banget!! Keren! Saya acungkan jempol! Buku-buku yang anda resensi pun bagus! Selamat mas!! Saya link dari blog saya ya.. Hatur nuhun pisan!

Anonymous said...

Bwt harga buku ini berapa ya? pingin beli

htanzil said...

harga buku ini 150 rb, hard cover, full colour, limited edition.

Aki Eman said...

Harga buku "100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung" di toko buku Gramedia jln Merdeka Bandung awal November 2011 ini adalah Rp 175.000

redcells said...
This comment has been removed by the author.
redcells said...

Yth bpk htanzil
Dulu ada gedung di jl. braga bandung dgn tulisan "OLYMPIA"....itu toko atau perusahaan apa?...trm ksh

redcells said...
This comment has been removed by the author.
htanzil said...

@redcells : Olympia itu bekas pabrik roti dan coklat

Unknown said...

wah bukunya sekarang masih ada ga ya

Unknown said...

Bukunya masih ada ga ya

htanzil said...

@Apriyanto sudah gak terlihat di toko2 buku sekarang, coba kontak ke Bandung Heritage, ada di Facebook.

Unknown said...

setelah membaca buku tersebut, masih adakah bangunan" heritage dalam buku tersebut yang memprihatinkan? atau masih perlu perbaikan?

htanzil said...

@Tiara : beberapa sudah terawat, namun masih ada juga yang memprihatinkan. Tidak mudah sepertinya untuk memugar bangunan2 heritage. Ada berbagai faktor yang menyebabkan tidak segeranya bangunan2 tsb diselamatkan.

eka suci said...

saya mau beli buku ini dimana ya dan harganya berapa?

eka suci said...

Buku ini masih ada ngga? Pengen beli deh

Rifki Ahmad Fauzi said...

ada yg jual bukunya ga kakk