Penulis : Ismail Kadare
Penerjemah : Dwi Pranoto
Penerbit Marjin
Kiri
Cetakan : I, 2011
Tebal : 216 hlm
Piramid adalah sebuah
konstruksi bangunan tertua dalam sejarah umat manusia yang sudah digunakan
sejak berabad-abad lampau oleh bangsa Mesir dan Maya kuno. Piramid biasanya digunakan
sebagai makam raja-raja atau tempat pemujaan. Salah satu piramid yang paling
terkenal dan masuk dalam daftar 7 keajaiban dunia adalah kompleks Piramida Giza yang
terletak di dekat kota Kairo (Mesir).
Piramid Giza hingga kini adalah piramida terbesar
dibandingkan dengan piramida-piramida lain yang ada di muka bumi. Luas area
kompleks Piramid Giza yang terdiri dari 3 piramid besar dan sebuah patung Spinx
bisa disamakan antara jarak dari St Peter (Roma), sampai ke St. Paul (London).
Ketiga piramid itu adalah piramid Khufu (Cheops), Khafre
(Rakhaef/Chephren)
dan Menkaure (Mycerinus)
dan yang paling besar adalah Piramid Cheops setinggi 145 meter yang dibangun 4000 thn yg lampau
(2550 SM), karena faktor alam tinggi piramid Cheops kini telah menurun sekitar 9 meter. Para arkeolog memperkirakan piramid Cheops yang
dibangun selama 20 tahun ini mempekerjakan 10 rb orang.
Selama ini mungkin kita hanya mengetahui kalau Piramid
adalah sebuah monumen kuburan raja atau tempat pemujaan, ternyata tidak, ada
maksud tertentu dibalik pembuatan piramid yang erat kaitannya dengan
kelanggengan kekuasaan raja-raja Mesir. Hal itulah yang coba diungkapkan oleh
Ismail Kadare, sastrawan Albania, peraih Man Booker Prize 2005 di salah satu
novelnya yang berjudul Piramid
Di lembar-lembar pertama novel ini Kadare langsung memikat
pembacanya dengan celetukan Firaun baru Cheops (2589-2566 SM) pada para pejabat istana bahwa ia tak ingin ada Piramid didirikan untuknya. Celotehan
ini tentu saja membuat semua yang mendengarnya terkaget-kaget bagaikan
mendengar sebuah ‘berita malapetaka’. Hal ini juga membuat para pendeta istana buru-buru menyelisik
lembar-lembar papyrus tua untuk meresponi keinginan Firaun muda yang nyeleneh
ini.
Berdasarkan penelisikan para pendeta istana, akhirnya
Pendeta Tingga Hemiunu memberanikan diri menghadap Firaun Cheops dan mencoba
meyakinkan Firaun untuk membatalkan niatnya itu. Di bagian ini, Kadere menarasikan argumen
Hemiunu pada Firaun dengan gamblang sehingga
terungkaplah tujuan utama dari dibangunnya sebuah Piramid. Setelah mendengar penjelasan dari Heminiu akhirnya Cheops membatalkan niatnya dan memerintahkan rakyat Mesir untuk membuat piramid untuk dirinya seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulunya.
Menurut Heminiu gagasan membangun Piramid lahir dari pada suatu masa
krisis dimana kekuasaan Firaun melemah. Namun krisis ini tidak dipicu oleh
kemiskinan, luapan sungai Nil, atau penyakit sampar seperti yang umumnya terjadi di Mesir, melainkan karena
keberlimpahan. Kemakmuran ini tentunya membuat masyarakat lebih mandiri dan bebas dalam
berpikir sehingga membuat rakyat lebih kritis bahkan membangkang terhadap
kekuasaan Firaun.
Untuk mengatasinya Firaun mengutus dukun-peramal Sobekhotep ke gurun Sahara untuk merenungkan persoalan ini dalam kesunyian total. 40 hari kemudian Sobekhotep mendapat wangsit dan menyampaikannya pada Firaun bahwa yang harus dilakukan adalah meniadakan kemakmuran!
Wangsit yang diterima dukun peramal ini lalu
diterjemahkan dengan menyelenggarakan kerja raksaksa yang melampaui imajinasi, yang akan memperlemah rakyat Mesir,
menghisap energi rakyat yang menghancurkan jiwa raga. Sebuah proyek yang pada
dasarnya bisa diselesaikan namun takkan pernah terselesaikan, proyek yang memperbaharui
dirinya sendiri terus menerus, tak bermanfaat bagi rakyat namun berguna bagi negara. Tujuannya adalah membuat rakyat
Mesir terus menerus sibuk siang-malam sehingga mereka menjadi linglung dan tidak memilik semangat untuk melawan kekuasaan Firaun
Membangun Piramid adalah jawabannya! Sebuah makam yang
diperuntukkan untuk peristirahat abadi sang Firaun yang kelak akan menjadi identitas
Mesir hingga kini. Setiap Firaun nantinya akan memiliki piramidnya sendiri,
sehingga meski sebuah generasi belum lagi pulih dari letih akibat pembangunan,
seorang Firaun baru kembali akan menundukkan rakyatnya melalui pembangunan
piramid untuknya
Demikianlah Ismail Kadare menuturkan maksud dan tujuan
didirikannya Piramid dalam novelnya ini. Di novelnya ini kita akan disadarkan
bagaimana pada akhirnya Piramid memiskinkan kehidupan rakyat Mesir. Novel yang minim dialog
ini mengupas secara apik bagaimana sebuah Piramid dibangun mulai dari masa
persiapan pembangunan yang dimulai dari pelipatganaan produksi cambuk, penambangan
batu-batu besar untuk piramid hingga ketika piramidion (batu puncak piramid)
dipasang lengkap dengan isu2 persekongkolan dibalik pembuatan piramid, kutukan,
hingga tekanan yang dihadapi oleh para pembuat Piramid mulai dari pekerja,
mandor hingga Firaun sendiri.
Tekanan akibat pembangunan Piramid ternyata tak hanya
mempengaruhi rakyat Mesir, bahkan Firaun sendiri mengalaminya terlebih saat
Piramid selesai dikerjakan. Setelah Piramid berdiri dengan kokohnya Firaun
Cheops merasa ada sebuah kekuatan yang ingin menyeret dirinya untuk masuk ke dalam Piramidnya. Jiwanya terganggu karena seolah Piramid itu terus memanggil-manggil dirinya untuk menjemput
kematiannya sehingga muncul ide darinya untuk membunuh seseorang
dan meletakkan muminya untuk disemayamkan
dalam Piramid untuk menggantikan dirinya. Pada akhirnya mental
Firaun semakin memburuk hingga akhirnya ia meninggal tiga tahun setelah kerja
Piramid usai.
Novel ini tak berhenti sampai ketika Piramid rampung dan
mumi Firaun Cheops akhirnya disemayamkan di dalamnya. Kadare melanjutkan ketika di suatu masa para penjarah mulai berani memasuki piramid. Mereka ternyata tak hanya menemukan harta karun yang dibawa mati sang
Firaun, ketika para penjarah mencongkel sakrofagus (peti mati) Firaun dan kerabatnya, melalui mumi yang dilihatnya mereka menemukan
fakta-fakta baru tentang isu-isu pribadi sang firaun dan keluarganya, intrik
politik, persekongkolan, dan dendam di masa lalu yang selama ini ikut terkubur rapat
setelah kematian Firaun.
Hal inilah yang nantinya akan mendorong para sejarahwan muda
untuk mempertanyakan dan meninjau kembali konsepsi mereka mengenai sejarah
resmi kerajaan. Dari bukti-bukti yang ditemukan oleh para penjarah kubur inilah
sejarah kerajaan Mesir memungkinkan untuk ditulis ulang sebagai sesuatu yang
sama sekali berbeda dengan sejarah resmi yang selama ini ditulis dan diingat
rakyat Mesir.
Di akhir novel Kadare juga membawa pembacanya pada Piramid
di pedalaman Asia, di padang rumput luas Ishafan, dimana seorang raja bernama
Timurlenk mendirikan sebuah piramid yang serupa dengan yang dibangun Firaun
Cheops. Namun yang membedakannya, piramid itu bukan dibuat dari batu
melainkan dari tengkorak kepala-kepala musuh kerajaan yang mereka penggal. Hal
ini membuat Raja Timurlenk terus melakukan pembantaian demi pembantaian untuk
memenuhi ambisinya membuat sebuah piramid tengkorak!
Pada akhirnya membaca novel karya sastrawan Albania yang
diterjemahkan dengan apik ini akan menyadarkan
kita bahwa Piramid bukanlah sekedar monumen budaya adiluhung bangsa Mesir. Piramid
adalah lambang kekuasaan, ia adalah penindasan, kekuatan, penakluk
pemberontakan, penyempit pikiran, pelemah kehendak, kebosanan, dan kesia-siaan.
Piramid adalah pilar penyangga kekuasaan. Jika ia terguncang, segalanya rubuh
berantakan.
Melalui novel ini kita juga dapat merenungkan betapa
dahsyatnya sebuah usaha untuk melanggengkan kekuasaan hingga ia bisa menentukan
arah dan nasib manusia di dalamnya. Walau tak berwujud segitiga tinggi yang
merobek langit, setiap negara memiliki piramidnya sendiri, jika di epilog
novelnya ini Kadare juga menemukan ‘Piramid’ dalam bentuk bunker bawah tanah di
tanah kelahirannya, Albania, lalu bagaimana dengan kita? Setelah kita membaca
novel ini mampukah kita menemukan ‘piramid’ yang saat ini sedang dibangun oleh
penguasa negeri kita sebagai pilar penyangga kekuasaannya?
Tentang Penulis
Ismail Kadare ( 76 thn) adalah sastrawan asal Albania, di
negaranya ia dianggap pembaharu sastra Albania karena menulis murni dalam
bahasa Albania tanpa dibumbui bahasa asing.
Penindasan rezim totaliter Enver Hoxha memaksanya untuk
menyelundupkan naskah-naskah novelnya keluar negeri. Pada tahun 1990 Kadare
akhirnya melarikan diri ke Perancis dan disanalah ia merampungkan naskah La
pyramide. Selanjutnya karya-karya Kadere menjadi inspirasi penumbangan rezim
totaliter Albania.
Dengan puluhan karya-karyanya yang mendapat respon positif
dari kalangan kritikus sastra Kadare beberapa kali dicalonkan sebagai penerima Nobel
Sastra dan beberapa kali mendapat anugerah
sastra internasional salah satunya adalah Man Booker International Prize
(2005). Kadere juga dianggap sebagai filsuf di Perancis, pada tahun 1996 ia
diangkat sebagai anggota kehormatan Academie des Sciences Morales et Politiques
mengantikan kedudukan filsuf Karl Poper.
Karya-karya Kadare telah diterjemahkan kedalam 30 bahasa dunia, termasuk Indonesia. Novel Piramid adalah karya kedua Kadare yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia setelah pada tahun 2003 yang lalu salah satu karyanya Elegi Kosovo diterjemahkan oleh Penerbit Jalasutra
@htanzil
6 comments:
wah jadi pengen baca.
piramid ternyata punya sejarah unik.
Wah, menarik banget. Apa novel ini didasarkan fakta yg uda di cek silang atau murni fiksi dan imajinasi sang penulis?
@Helvry : ya, sblm membaca novel ini aku beranggapan kl piramid hanyalah makam raja2 di mesir.
@okeyzz : pastinya ini fiksi berdasarkan riset yang dilakukan oleh penulisnya. Sejauh mana fiksi dan faktanya sy belum memperoleh sumber yg pasti jadi blm bisa menyimpulkan. :)
cukup menarik
tapi, saya kok percaya ya kalo piramid, borobudur dan tembok China itu dibangun dengan bantuan alien ;p
@peterkristiawan : siapa pembuat bangunan2 raksaksa di masa lampau itu? biarlah itu jadi misteri.. :)
Post a Comment