[No.293]
Judul : Menyusuri Lorong-Lorong Dunia jilid 3
Penulis : Sigit Susanto
Penerbit : Insist Press
Cetakan : I, April 2012
Tebal : 307 hlm
"Tujuanku
utamaku menulis catatan perjalanan ini ialah ingin berbagi
sebanyak-banyaknya kepada kawan-kawan di Indonesia. Aku mencoba
menggambarkan berbagai corak perbedaan di dunia, baik etnik, budaya,
agama, ideologi"
Demikian ungkap Sigit Susanto
ketika saya menanyakan apa alasannya menulis setiap perjalanannya
menyusuri lorong-lorong dunia selama ini. Apa yang dikatakannya telah
terbukti, dengan tekun penulis mencatat semua yang ia temui ketika
menyambangi 36 negara di dunia. Ketekunan dan semangat berbaginya itu
telah membuahkan 3 jilid buku yang bisa dikatakan sangat tebal untuk
sebuah buku catatan perjalanan. Jika digabung seluruhnya menjadi 1.157
halaman! ( Jilid 1 = 373 hlm, jilid 2 = 477 hlm, jilid 3 = 307 hlm ).
Mengapa
bisa demikian tebal? Ketiga buku tersebut memang tidak seperti
kisah-kisah catatan perjalanan yang pada umumnya hanya mencatat
keindahan obyek-obyek wisata dan pengalaman unik si penulis semata namun
penulis juga menyuguhkan catatan tentang etnik, budaya, agama, politik,
idelogi, sastra, dan sebagainya. Yang menarik, untuk mendapatkan data
dari apa yang akan ditulisnya itu tak jarang penulis juga masuk ke
pasar-pasar tradisional untuk menangkap realita kehidupan masyarakat
yang sesungguhnya dari negara-negara yang dikunjunginya.
Di
buku ke-3 nya ini penulis mencatat perjalanannya ke 11 negara di 3
benua berdasarkan kronologis waktu perjalanannya pada tahun 2002 hingga
2010 mulai dari Kenya, India, Turki, Yordania, Skandinavia, Polandia,
Mesir, Italia, Hongkong, Kamboja, dan Yunani.
Ada
banyak hal yang menarik yang terungkap dalam seluruh catatan perjalanan
yang terkisahkan dalam buku ini, salah satu yang akan saya kemukakan di
bukunya yang ke-3 ini adalah kepedulian penulis terhadap para buruh
migran yang bekerja di berbagai negara yang dikunjunginya. Di buku ini
terlihat bagaimana penulis selalu menyempatkan diri untuk mewawancarai
setiap orang Indonesia yang bekerja di negara asing yang dkunjunginya.
Di
buku ini pula secara khusus penulis menulis 3 bab tentang kehidupan
buruh migran di dua negara yang berbeda, satu bab tentang Orang-Orang Kontainer di Swiss dan tentang 130 ribu Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hongkong yang ditulis dalam dua bab, Mengintip BMI di Hongkong, dan Hongkong Perlu Gunter Wallraf.
Di bab yang berjudul "Orang-orang Kontainer"
kita akan melihat bagaimana kerasnya kehidupan 34 buruh asal Indonesia
yang harus tinggal di bekas kontainer di tengah udara yang dingin
menusuk tulang di Switzerland dengan gaji kurang dari Rp. 2 juta/bulan.
Dari gaji sebear itu, Rp.1 juta diberikan untuk istri atau keluarga
mereka di Mojokerto, para buruh sendiri hanya menerima uang saku
sebesar Rp. 180 rb/bulan. Kemana sisanya? sisa gaji disimpan perusahaan
untuk diberikan pada mereka jika pekerjaan selesai. Bisa dibayangkan
bagaimana mereka harus bertahan dengan rp. 180 rb/ bulan di Eropa.
Bandingkan juga dengan gaji buruh pabrik di Swiss yang memiliki gaji
sekitar Rp. 34 jt/bulan !
Lain di Switzerland, lain
pula keadaan buruh migran di Hongkong. Kehidupan para BMI di Hongkong
jauh lebih baik, walau hanya sebagai pembantu rumah tangga hak-hak
mereka diatur oleh Undang-Undang. Mereka memiliki waktu libur sehingga
seperti yang sering kita dengar di hari Minggu para BMI tumpah ruah
memenuhi lapangan Victoria Park untuk berlibur dan bertemu dengan
rekan-rekan sekampungya.
Selain tentang suasana di
Victoria Park, penulis juga menceritakan pengalamannya berkunjung ke
Perpustakaan Hongkong Central Library yang berada di samping kanan
Victoria Park.
Perpustakaan itu super mewah.
Gedungnya tingkat 10. Khusus tingkat 5 menyediakan koran dan majalah
berbahasa Indonesia. Di sela-sela rerimbunan manusia, ada beberapa orang
kita sedang membaca majalah Gatra, Tempo, dan Bisnis Indonesia. ... Di
sini pembantu rumah tangga ikut meluruk. Mereka haus informasi, ingin
menimba ilmu, menyadap berita. Terutama yang berasal dari tanah air.
Apalagi fasilitas intenet gratis tersedia pada setiap lantai.
Kami
masuk lift di gedung tingkat 4 atau 5. Luar biasa di ruangan segi empat
itu penuh manusia, semuanya perempuan dari Indonesia.... hampir semua
monitor di atasnya menggantungkan webcam. Rata-rata mereka sedang
chating dengan orang lain. Mungkin dengan pacarnya, saudaranya,
kawannya, di tanah air. (hlm 224-225)
Selain itu
dikemukakan juga dampak meluapnya buruh migran wanita Indonesia di
Hongkong, antara lain menumbuhkan gejala lesbian diantara para BMI.
Penulis mencatat bahwa sekitar tahun 2002 gejala lesbian menyebar di
kalangan BMI, mereka membuat kelompok yang solid, bahkan sudah ada yang
berani terus terang menikah secara resmi sambil berpesta pora.
Lalu bagaimana dengan gaji para BMI di Hongkong?
Gaji
para anggota BMI perbulannya rata-rata 3580 HK$ (sekitar 4 juta rupiah
lebih). Gaji sebesar itu tidak dinikmati oleh BMI selama 7 bulan pertama
karena harus dibayarkan ke pihak agen di Hongkong yang bekerja sama
dengan PT di Indonesia yang memberangkatkan mereka.
Tak
jarang agen dan PT banyak yang nakal. Bahkan agen di Hongkong sering
mengancam, jika selama masa 7 bulan pertama tidak bekerja dengan baik,
kemudian dikembalikan ke agen lagi. Pihak agen mengancam akan mengirim
sebagai pekerja di rumah bordil sebagai pelacur.
Tak
sedikit BMI yang tidak mendapatkan gaji sesuai standard umum. Besarnya
bervariasi antara 1800 HK$ sampai 2000 HK$ . Adapun kontrak kerja dengan
majikan rata-rata selama 2 tahun.
(hal 236)
Selain
di Switzerland dan Hongkong yang ditulis secara khusus, di buku ini
juga dikisahkan sedikit tentang seorang BMI di Mesir yang ditemui
penulis. Walau mereka telah bekerja 12 tahun sebagai pembantu rumah
tangga namun mereka hanya digaji sebesar 150 EGP (sekitar
Rp.300.000/bulan). Gaji yang lebih kecil dibanding jika mereka bekerja
dengan profesi yang sama di tanah air.
Selain soal
buruh migran tentunya masih banyak hal-hal menarik dari buku ini yang
bisa memperluas wawasan pembacanya. Yang menjadi ciri khas dan menjadi
pembeda buku ini dengan buku-buku catatan perjalanan lainnya adalah soal
materi sastra. Di setiap negara yang dikunjunginya selalu ada kisah
tentang buku, sastra dan sastrawan sehingga kita dapat berkenalan dengan
sastra dan sastrawan dari negara yang dikunjungi penulis.
Sayangnya
di buku ke-3 nya ini tidak ada sastrawan yang ditulis secara khusus
seperti di buku pertama yang membahas Franz Kafka dan James Joyce di
buku keduanya. Padahal ketika penulis menulis tentang kunjungannya di
Mesir nama Nawal El Sadawi disebut-sebut, tentunya buku ini akan lebih
'berisi' seandainya penulis memberikan 'bonus' berupa tulisan tentang
sastrawan dunia asal Mesir yang buku-bukunya sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia itu,
Yang juga disayangkan
adalah foto hitam putih dan peta negara dalam buku ini. Untuk foto
suasana, bangunan, dan orang masih terlihat cukup jelas, yang parah
adalah foto peta di setiap babnya. Karena foto peta itu terlalu kecil
dan buram maka kehadiran peta di tiap bab buku ini menjadi mubazir
karena tidak mungkin terbaca. Sebetulnya hal ini bisa disiasati dengan
mengganti halaman berisi foto dengan kertas yang lebih baik seperti yang
dilakukan di buku kedua dimana setiap foto dicetak berwarna diatas
kertas art paper, sehingga bisa terlihat dengan jelas.
Terlepas
dari hal di atas, buku ini sangat menarik untuk dibaca bagi siapa saja
yang ingin mendapat gambaran negara-negara di dunia lengkap dengan
budaya, politik, dan sastra. Detailnya penulis menggambarkan dan
menangkap realita yang ditemuinya selama perjalanannya membuat ada
banyak kejutan yang akan kita temui dalam buku ini, misalnya Suku Masai
di Kenya yang minum darah sapi dicampur susu, patung dewa di Mesir untuk
perempuan hamil .yang harus dilihat sambil tersenyum supaya terkabul
bisa
hamil, hingga pop-mie buatan Indomie di pasar tradisional Yordania.
@htanzil
Review :
Menyusuri Lorong-Lorong Dunia jilid 1
Menyusuri Lorong-Lorong Dunia jilid 2
2 comments:
buku ke-3 ini beli dimana ya? rasanya gak pernah liat.
aku juga udah baca buku beliau yg ke-1 dan 2.
Review buku yang sangat menarik.
www.bukuislamkita.com
Pusat Penjualan Buku Islam Online
Post a Comment