Thursday, August 22, 2013

Di Bawah Bendera Merah by Mo Yan

[No. 315]
Judul : Di Bawah Bendera Merah
Penulis : Mo Yan
Penerjemah : Fahmy Yamani
Penerbit : PT. Serambi Ilmu Semesta
Cetakan : I, Juli 2013
Tebal : 114 hlm


Buku ini merupakan memoar Mo Yan, penulis asal China peraih nobel sastra 2012. Dalam buku ini Mo Yan menulis penggalan kehidupannya selama kurun waktu 40 tahun, dari tahun 1969 ketika ia masih kelas V SD hingga tahun 2009 saat dia menjadi salah satu juri Maoqiang, salah satu seni drama budaya di China. Semuanya itu ia tuangkan dalam sebuah memoar bertentuk novel otobiografis pendek .

Dalam memoarnya ini Mo Yan mengawalinya dengan kisahnya saat ia dikeluarkan dari sekolah, walau tidak disebutkan secara jelas penyebab utamanya namun Mo Yan menulis dirinya selalu menjadi anak pemalu yang sial dan selalu mendapat pandangan negatif baik dari kedua orang tua, guru-guru, dan orang-orang yang mengenalnya

"Tidak seorang pun pernah mengaitkan diriku dengan sesuatu yang baik atau berguna. Namun, jika terjadi peristiwa buruk maka semua jari diarahkan kepadaku. Orang-orang mengatakan aku ini pemberontak, isi kepalaku sangat buruk, aku membenci sekolah dan guru-guru" (hlm 4)

Kenyataannya Mo Yan tidak membenci sekolah karena dalam novel ini dikisahkan bahwa walaupun telah diusir dari sekolahnya Mo Yan tetap mengunjungi sekolahnya dan melihat mantan teman-teman sekelasnya melakukan berbagai kegiatan..

Setelah terpaksa drop out dari sekolah dasar di usianya yang ke 12, Mo Yan yang pada awalnya memiliki cita-cita sederhana untuk menjadi sopir truk melanjutkan kehidupannya sebagai pekerja kontrak di pabrik pengolahan kapas sambil mencoba melamar menjadi Tentara Pembebasan Rakyat. Setelah berkali-kali lamarannya ditolak akhirnya pada tahun 1976 ia berhasil diterima sebagai Tentara. Ternyata kariernya di ketentaraan inilah yang menghantarnya menjadi seorang penulis. Pada  tahun 1978 Mo Yan mempelajari bidang penulisan sastra dan dari situlah ia mulai mencoba menulis cerpen untuk dikirimkan ke beberapa majalah

Setelah berkali-kali mengalami penolakan akhirnya pada tahun 1981 cerpen pertamanya dimuat di sebuah majalah lokal dan sejak itu semangat menulisnya semakin menggebu-gebu sehingga di tahun 1984 MoYan mengikuti ujian masuk Jurusan Sastra  di Institut Seni Tentara Pembebasan Rakyat, dan tak lama kemudian novel pendeknya yang berjudul Lobak yang Tembus Pandang diterbitkan dan memperoleh pengakuan luas hingga akhirnya diikuti oleh terbitnya novel Sorgum Merah yang meledak dua  tahun kemudian.

Selain tentang perjalanan karirnya dari seorang pekerja pabrik, tentara, lalu  menjadi seorang penulis, dalam memoarnya ini Mo Yan juga menceritakan kehidupan seorang sahabat masa kecilnya yatiu He Zhiwu yang sama-sama memiliki obsesi untuk mengendarai Truk Gaz 51.

Mo Yan tampaknya sangat terkesan dengan He Zhiwu dan obsesinya untuk mengendarai truk, semuanya ini ia tuangkan di sepanjang memoarnya sehingga  kisah He Zhiwu dan  Truk Gaz 51 selalu muncul dan menjadi salah satu bagian yang menghibur dan menarik dalam buku ini. Karenanya sangat tepat jika penerbit Serambi menampilkan ilustrasi seorang tentara muda yang sedang duduk di atas truk sambil mengibarkan bendera merah pada cover novel ini. Ilustrasi cover yang lebih menarik dibanding cover edisi bahasa Inggrisnya.

Dalam memoarnya ini juga kita bisa melihat bagaimana kondisi serta gejolak perubahan sosial politik di China, serta kronik sejarah di mata rakyat biasa yang dikaitkan dengan pengalaman pribadi Mo Yan. Contohnya dari pengalamannya sebagai anak petani yang bekerja sebagai pekerja kontra di pabrik kapas Mo Yan menulis bagaimana pandangan umum masyarakat China saat itu tentang status sosial petani. 

"Pekerjaan kontrak di pabrik pengolahan kapas memang lebih baik daripada bertani di desa, tetapi aku masih terdaftar sebagai petani, dan jika hal itu tidak berubah, aku tetap terjebak di anak tangga masnyarakat paling bawah" (hlm 33)

Atau bagaimana Mo Yan juga mengungkapkan kekhawatiran rakyat China akan masa depan negaranya yang akan suram setelah kematian Ketua Mao (Mao Tze Tung)  yang  ternyata tidak terbukti

"Kami juga meyakini kematian ketua Mao menjadi malapetaka bagi China. Namun, dua tahun kemudian, China tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga mulai berkembang. Perguruan tinggi dan universitas telah mebuka pintunya lagi; tuan tanah di pedesaan dan petani kaya menyeruak dari status mereka yang direndahkan; keluarga petani mampu hidup lebih baik; dan lembu milik kelompok produksi makin gemuk. Bahkan, orang sepertiku difoto di depan Lapangan Tianamen dan melihat mayat Ketua Mao dengan mata sendiri" (hlm 60)

Yang agak disayangkan dalam novel ini adalah  Mo Yan menulis memoarnya secara tanggung, ada hal-hal  yang tidak diungkapkannya seperti misalnya bagaimana prose kreatif tentang novel Red Shorgum yang mengantarnya menjadi penulis terkenal, atau kisah bagaimana novel-novelnya sempat dilarang. Entah kenapa hal itu tidak disinggungnya dalam memoar yang untuk pertama kalinya terbit pada tahun 2010 yang lalu.

(Change by Mo Yan, Seagull Books, London 2013)


Memoar ini diterjemahkan dari edisi bahasa Inggrisnya yang berjudul "Change". Sedangkan untuk edisi bahasa Indonesianya judulnya menjadi Di bawah Bendera Merah. Judul edisi terjemahannya memang terkesan lebih seksi dan memikat dibanding "Change". Pilihan judul yang cukup beralasan dan dapat menggambarkan isi dari novel otobiografis ini karena Bendera Merah identik dengan warna bendera dan warna pemerintahan komunis China yang memang mewarnai kehidupan dan karier Mo Yan selama ini

Dilihat dari bagaimana Mo Yan mengisahkan situasi politik di China secara sederhana namun mengandung makna yang dalam yang dikaitkan dalam kehidupan personalnya saya sependapat dengan  Anton Kurnia (Pemimpin Redaksi Penerbit Serambi) dalam kata pengantarnya yang mengatakan bahwa,

"Buku ini mewakili sejarah orang-orang kecil, semacam petit histoire yang dituturkan dengan sederhana, tetapi sesungguhnya mengandung refleksi yang cerdas dan dalam.

@htanzil

 Awards and honours

List of works

Novels

Short story collections

  • Explosions and Other Stories
  • Shifu: You'll Do Anything for a Laugh[31] (1999; English: 2002)

3 comments:

Helvry Sinaga said...

kemarin udah sempat menimbang-nimbang buku ini..
masukin ke wishlist deh :)

inverter said...

bagus banget bukunya gan

evyta said...

ternyata bagus ya. awalnya saya kira buku ini ga menarik *meski saya tertarik dengan judul dan covernya yang unik*

ternyata menarik juga isinya setelah baca reviewnya di sini.